Surah al-Muthaffifin 83 ~ Tafsir al-Jalalain

Dari Buku:
Tafsir Jalalain.
(Jilid 4. Dari Sūrat-uz-Zumar sampai Sūrat-un-Nās)
Oleh: Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

083

SŪRAT-UL-MUTHAFFIFĪN

Makkiyyah, 36 ayat

Turun sesudah Sūrat-ul-‘Ankabūt.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَ.

1. (وَيْلٌ.) “Kecelakaan besarlah” lafal Wailun merupakan kalimat yang mengandung makna adzab; atau merupakan nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam (لِّلْمُطَفِّفِيْنَ) “bagi orang-orang yang curang.”

الَّذِيْنَ إِذَا اكْتَالُوْا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُوْنَ.

2. (الَّذِيْنَ إِذَا اكْتَالُوْا.) “Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari” atau mereka menerimanya dari (عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُوْنَ) “orang lain, mereka minta dipenuhi” minta supaya takaran itu dipenuhi.

وَ إِذَا كَالُوْهُمْ أَوْ وَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَ.

3. (وَ إِذَا كَالُوْهُمْ.) “Dan apabila mereka menakar untuk orang lain” atau menakarkan buat orang lainnya (أَوْ وَّزَنُوْهُمْ) “atau menimbang buat orang lain” artinya mereka menimbang buat orang lain (يُخْسِرُوْنَ) “mereka mengurangi” takaran atau timbangan.

أَلَا يَظُنُّ أُولئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوْثُوْنَ

4. (أَلَا) “TidakkahIstifhām atau kata tanya di sini mengandung makna celaan (يَظُنُّ) “mempunyai sangkaan” artinya merasa yakin (أُولئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوْثُوْنَ) “mereka itu, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.”

لِيَوْمٍ عَظِيْمٍ.

5. (لِيَوْمٍ عَظِيْمٍ.) “Pada suatu hari yang besar” maksudnya pada hari itu mereka dibangkitkan, yaitu pada hari kiamat.

يَوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

6. (يَوْمَ.) “Yaitu hari” lafal Yauma menjadi Badal dari lafal Yaumin secara Maḥall, yang di-nashab-kannya adalah lafal Mab‘ūtsūna. Lengkapnya pada hari mereka dibangkitkan (يَقُوْمُ النَّاسُ) “manusia berdiri” dari kuburan mereka (لِرَبِّ الْعَالَمِيْنَ) “menghadap Rabb semesta alam” artinya, semua makhluk dihidupkan kembali untuk memenuhi perintah, hisab dan pembalasan-Nya.

كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الفُجَّارِ لَفِيْ سِجِّيْنٍ.

7. (كَلَّا) “sekali-kali tidak” maksudnya, benarlah (إِنَّ كِتَابَ الفُجَّارِ.) “karena sesungguhnya kitab orang-orang yang durhaka” yakni kitab catatan amal perbuatan orang-orang kafir (لَفِيْ سِجِّيْنٍ) “tersimpan dalam sijjīn” menurut suatu pendapat; sijjīn itu adalah nama sebuah kitab yang mencatat semua amal perbuatan setan dan orang kafir. Menurut suatu pendapat lagi sijjīn itu adalah nama tempat yang berada di lapisan bumi yang ketujuh; tempat itu merupakan pangkalan iblis dan bala tentaranya.

وَ مَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّيْنٌ.

8. (وَ مَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّيْنٌ.) “Tahukah kamu apakah sijjīn itu?” maksudnya apakah kitab sijjīn itu?

كِتَابٌ مَّرْقُوْمٌ.

9. (كِتَابٌ مَّرْقُوْمٌ.) “Ialah kitab yang bertulis” yakni yang mempunyai catatan.

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.

10. (وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.) “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.

الَّذِيْنَ يُكَذِّبُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ.

11. (الَّذِيْنَ يُكَذِّبُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ.) “Yaitu-orang-orang yang mendustakan hari pembalasan” lafal ayat ini berkedudukan sebagai Badal atau Bayan dari lafal al-Mukadzdzibīn pada ayat sebelumnya.

وَ مَا يُكَذِّبُ بِهِ إِلَّا كُلُّ مُعْتَدٍ أَثِيْمٍ.

12. (وَ مَا يُكَذِّبُ بِهِ إِلَّا كُلُّ مُعْتَدٍ.) “Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas” atau melanggar batas (أَثِيْمٍ) “lagi berdosa” maksudnya banyak dosanya; lafal Atsīm adalah bentuk Mubālaghah dari lafal Ātsim.

إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيْرُ الْأَوَّلِيْنَ.

13. (إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا.) “Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami” yakni al-Qur’an (قَالَ أَسَاطِيْرُ الْأَوَّلِيْنَ) “ia berkata, “Itu adalah dongengan-dongengan orang-orang yang dahulu”” atau cerita-cerita yang dibuat di masa silam. Lafal Asāthīr bentuk jama‘ dari lafal Usthūrah atau Isthārah.

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ.

14. (كَلَّا.) “Sekali-kali tidak demikian” lafal ini mengandung makna hardikan dan cegahan terhadap perkataan mereka yang demikian itu (بَلْ رَانَ) “sebenarnya telah menodai” telah menutupi (عَلَى قُلُوْبِهِمْ) “atas hati mereka” sehingga hati mereka tertutup oleh noda itu (مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ) “apa yang selalu mereka usahakan itu” yakni kedurhakaan-kedurhakaan yang selalu mereka kerjakan, sehingga mirip dengan karat yang menutupi hati mereka.

كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوْبُوْنَ.

15. (كَلَّا.) “Sekali-kali tidak” artinya benarlah (إِنَّهُمْ عَنْ رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ) “sesungguhnya mereka pada hari itu terhadap Rabb mereka” pada hari kiamat (لَّمَحْجُوْبُوْنَ) “benar-benar tertutup” sehingga mereka tidak dapat melihat-Nya.

ثُمَّ إِنَّهُمْ لَصَالُوا الْجَحِيْمِ.

16. (ثُمَّ إِنَّهُمْ لَصَالُوا الْجَحِيْمِ.) “Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk Jaḥīm” yakni mereka memasuki neraka yang membakar.

ثُمَّ يُقَالُ هذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُوْنَ.

17. (ثُمَّ يُقَالُ.) “Kemudian dikatakan” kepada mereka (هذَا) ““Inilah” maksudnya adzab ini (الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُوْنَ) “yang dahulu selalu kalian dustakan.”

كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْأَبْرَارِ لَفِيْ عِلِّيِّيْنَ.

18. (كَلَّا.) “Sekali-kali tidak” artinya benarlah (إِنَّ كِتَابَ الْأَبْرَارِ) “sesungguhnya kitab orang-orang berbakti itu” yaitu kitab catatan amal perbuatan orang-orang mu’min yang imannya benar-benar ikhlas (لَفِيْ عِلِّيِّيْنَ) “berada dalam ‘Illiyyīn” menurut suatu pendapat ‘Illiyyīn adalah nama kitab yang mencatat semua amal kebaikan para malaikat dan orang-orang yang beriman dari kalangan manusia dan jin. Menurut pendapat lain ‘Illiyyīn adalah nama sebuah tempat yang terletak di langit yang ketujuh, di bawah ‘Arasy.

وَ مَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّوْنَ.

19. (وَ مَا أَدْرَاكَ.) “Tahukah kamu” atau apakah kamu mengetahui (مَا عِلِّيُّوْنَ) “apakah ‘Illiyyīn itu?” apakah kitab ‘Illiyyīn itu?

كِتَابٌ مَّرْقُوْمٌ.

20. Yaitu (كِتَابٌ مَّرْقُوْمٌ.) “kitab yang bertulis” kitab yang ada catatannya.

يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُوْنَ.

21. (يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُوْنَ.) “Yang disaksikan oleh yang didekatkan” yakni malaikat-malaikat yang didekatkan.

إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍ.

22. (إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍ.) “Sesungguhnya orang-orang yang berbakti itu berada dalam kenikmatan yang berlimpah” yakni surga.

عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُوْنَ.

23. (عَلَى الْأَرَائِكِ.) “Di atas dipan-dipan” atau di atas ranjang-ranjang yang berkelambu (يَنْظُرُوْنَ) “mereka memandang” kenikmatan-kenikmatan yang diberikan kepada mereka.

تَعْرِفُ فِيْ وُجُوْهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيْمِ.

24. (تَعْرِفُ فِيْ وُجُوْهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيْمِ.) “Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan” yakni wajah-wajah yang cerah penuh dengan kenikmatan hidup.

يُسْقَوْنَ مِنْ رَّحِيْقٍ مَّخْتُوْمٍ.

25. (يُسْقَوْنَ مِنْ رَّحِيْقٍ.) “Mereka diberi minum dari khamar murni” atau khamar yang bersih dari kotoran (مَّخْتُوْمٍ) “yang dilak” tempat-tempatnya dan tidak pernah dibuka selain oleh mereka.

خِتَامُهُ مِسْكٌ وَ فِيْ ذلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَ.

26. (خِتَامُهُ مِسْكٌ) “Laknya adalah kesturi” setelah diminum keluar daripadanya bau minyak kesturi (وَ فِيْ ذلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَ.) “dan untuk meraih yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba” artinya hendaklah mereka menginginkannya dengan cara bersegera taat kepada Allah swt.

وَ مِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيْمٍ.

27. (وَ مِزَاجُهُ.) “Dan campuran khamar murni itu” yaitu barang yang dicampurkan ke dalamnya (مِنْ تَسْنِيْمٍ) “adalah tasnīm” makna tasnīm ditafsirkan atau dijelaskan oleh firman berikutnya:

عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُوْنَ.

28. (عَيْنًا.) “Yaitu mata air” di-nashab-kan oleh lafal Amdahā yang tidak disebutkan (يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُوْنَ) “yang minum daripadanya orang-orang yang didekatkan kepada Allah” atau makna lafal Yasyrabu ini mengandung pengertian Yaltadzdzu; artinya yang minum dengan lezatnya adalah orang-orang yang didekatkan kepada Allah dari mata air itu.

إِنَّ الَّذِيْنَ أَجْرَمُوْا كَانُوْا مِنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا يَضْحَكُوْنَ.

29. (إِنَّ الَّذِيْنَ أَجْرَمُوْا.) “Sesungguhnya orang-orang yang berdosa” seperti Abū Jahal dan lain-lainnya (كَانُوْا مِنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا) “adalah mereka terhadap orang-orang yang beriman” seperti ‘Ammār bin Yāsir, Bilāl bin Rabbah dan lain-lainnya (يَضْحَكُوْنَ) “mereka selalu menertawakannya” dan memperolok-olokkannya.

وَ إِذَا مَرُّوْا بِهِمْ يَتَغَامَزُوْنَ.

30. (وَ إِذَا مَرُّوْا.) “Dan apabila mereka berlalu” yakni orang-orang yang beriman itu (بِهِمْ يَتَغَامَزُوْنَ) “di hadapan orang-orang yang berdosa, maka orang-orang yang berdosa itu saling mengedipkan matanya” di antara sesama mereka mengisyaratkan dengan kedipan dan picingan alis mereka kepada orang-orang mu’min yang lewat di hadapan mereka. Isyarat ini untuk memperolok-olokkan mereka yang lewat itu.

وَ إِذَا انْقَلَبُوْا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوْا فَكِهِيْنَ.

31. (وَ إِذَا انْقَلَبُوْا.) “Dan apabila orang-orang yang berdosa itu kembali” pulang (إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوْا فَكِهِيْنَ) “kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira” menurut suatu qira’at dibaca Fākihīna bukan Fakihīna; artinya mereka merasa puas karena telah memperolok-olokkan kaum mu’min.

وَ إِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوْا إِنَّ هؤُلآءِ لَضَالُّوْنَ.

32. (وَ إِذَا رَأَوْهُمْ.) “Dan apabila mereka melihatnya” yakni melihat orang-orang yang beriman (قَالُوْا إِنَّ هؤُلآءِ لَضَالُّوْنَ) “mereka mengatakan, “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”” karena mereka telah beriman kepada Muḥammad.

وَ مَا أُرْسِلُوْا عَلَيْهِمْ حَافِظِيْنَ

33. Allah swt. berfirman (وَ مَا أُرْسِلُوْا) “padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim” maksudnya orang-orang kafir itu tidak disuruh (عَلَيْهِمْ) “kepada orang-orang yang beriman” atau kaum mu’min (حَافِظِيْنَ) “sebagai penjaga” bagi mereka, atau bagi amal perbuatan mereka, sehingga berhak untuk membenarkan mereka.

فَالْيَوْمَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُوْنَ.

34. (فَالْيَوْمَ) “Maka pada hari ini” yakni hari kiamat (الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُوْنَ.) “orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir.

عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُوْنَ.

35. (عَلَى الْأَرَائِكِ.) “Mereka duduk di atas dipan-dipan” di surga (يَنْظُرُوْنَ) “sambil memandang” dari tempat tinggal mereka kepada orang-orang kafir yang sedang diadzab; maka orang-orang yang beriman itu menertawakan mereka sebagaimana mereka menertawakannya ketika mereka berada di dunia.

هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ

36. (هَلْ ثُوِّبَ) “Apakah telah diberi ganjaran” atau telah diberi pembalasan (الْكُفَّارُ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ) “orang-orang kafir itu sesuai dengan apa yang dahulu mereka kerjakan?” jawabnya, “Ya”, atau, “Tentu saja.”

 

ASBĀB-UN-NUZŪL

SŪRAT-UL-MUTHAFFIFĪN

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Imām Nasā’i dan Imām Ibnu Mājah kedua-duanya telah mengetengahkan sebuah hadits dengan sanad yang shaḥīḥ bersumber dari Ibnu ‘Abbās r.a.

Ibnu ‘Abbās r.a. telah menceritakan, ketika Nabi s.a.w. datang di Madinah, orang-orang Madinah terkenal seabgai orang-orang yang paling sering mengurangi takaran dan timbangan. Maka Allah menurunkan firman-Nya:

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.” (83, al-Muthaffifīn, 1).

Setelah ayat ini diturunkan, mereka berhenti dari kecurangannya itu, lalu mereka berbuat baik di dalam menakar atau menimbang sesuatu.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *