Hati Senang

Surah al-Mursalat 77 ~ Tafsir asy-Syanqithi (1/2)

Dari Buku:
Tafsir Adhwa’-ul-Bayan
(Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an
(Jilid 11, Juz ‘Amma)
Oleh: Syaikh asy-Syanqithi

Penerjemah: Ahmad Affandi, Zubaidah Abdurrauf, Kholid Hidayatulullah, Muhammad Yusuf.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

سُوْرَةُ الْمُرْسَلَاتِ

AL-MURSALĀT (Malaikat-malaikat Yang Diutus)

Surah ke 77: 50 ayat.

 

Firman Allah s.w.t.:

وَ الْمُرْسَلَاتِ عُرْفًا. فَالْعَاصِفَاتِ عَصْفًا. وَ النَّاشِرَاتِ نَشْرًا. فَالْفَارِقَاتِ فَرْقًا. فَالْمُلْقِيَاتِ ذِكْرًا. عُذْرًا أَوْ نُذْرًا.

77:1. Demi (malaikat-malaikat) yang diutus untuk membawa kebaikan,
77:2. dan (malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya,
77:3. dan (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat Allah) dengan seluas-luasnya,
77:4. dan (malaikat-malaikat) yang membedakan (antara yang baik dan yang buruk) dengan sejelas-jelasnya,
77:5. dan (malaikat-malaikat) yang menyampaikan wahyu,
77:6. untuk menolak alasan-alasan atau memberi peringatan.
(al-Mursalāt [77]: 1-6)

 

Allah ta‘ala bersumpah dengan menyebutkan nama-nama ini. Terjadi perselisihan pada bacaan: (وَ الْمُرْسَلَاتِ) “Demi (malaikat-malaikat) yang diutus,” (فَالْعَاصِفَاتِ) “dan (malaikat-malaikat) yang terbang,” (وَ النَّاشِرَاتِ) “dan (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat Allah)”.

Dikatakan: “Maknanya adalah angin.”

Dikatakan: “Maknanya adalah para malaikat atau para utusan, (عُرْفًا) “untuk membawa kebaikan”, artinya berturut-turut.

Ibnu Mas‘ud (2811), Ibnu ‘Abbas (2822), Mujahid, dan Qatadah memilih makna kalimat tersebut dengan angin. Sedangkan Abu Shalih memilih maknanya dengan malaikat, dari Abu Hurairah (2833), dan ar-Rabi‘, dari Anas.

Diriwayatkan dari Abu Shalih: Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna kalimat tersebut adalah para utusan. Dengan demikian, ia memilih makna yang pertama, dan ia berkata: Hadits riwayat Ibnu Jarir.

Pada hakikatnya, pendapat Ibnu Jarir itu yang digunakan, sebab ia tidak menghalangi semua maksud dan arti makna kalimat tersebut, karena makna kalimat tersebut mengandung unsur kemungkinan. Menurutnya, tidak ada larangan.

Sementara itu, Ibnu Katsir memperjelas makna kalimat tersebut, yaitu angin, berdasarkan firman-firmanNya: (وَ أَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ) “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan.” (al-Hijr [15]: 22).

(وَ هُوَ الَّذِيْ يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ) “Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan).” (al-A‘rāf [7]: 57).

Makna itulah yang dipilih oleh Syaikh, yang dituangkan dalam tulisannya.

Adapun al-fāriqāt, dikatakan: “Malaikat.”

Dikatakan: “Ayat-ayat al-Qur’an”.

Dalam hal tersebut Syaikh membenarkan pendapat yang pertama. Adapun (malaikat-malaikat), yang menyampaikan wahyu untuk menolak alasan-alasan atau memberi peringatan.

Syaikh raḥimahullāh telah memaparkan penjelasannya mengenai hal ini dalam firman-Nya: (فَالتَّالِيَاتِ ذِكْرًا) “Demi (rombongan) yang membacakan peringatan.” (ash-Shaffāt [37]: 3).

Dalam pembahasan tulisannya, firman Allah (عُذْرًا) “untuk menolak alasan-alasan” adalah isim mashdar bermakna alasan, maka maknanya menjadi menolak alasan.

Di antara kata pepatah: “Barang siapa memberikan alasan maka ia telah memberi peringatan.” Yaitu maf‘ūl li ajlih.

Kata an-nudzur adalah isim mashdar, maknanya peringatan, dan berkedudukan sebagai maf‘ūl li ajlih juga.

Al-indzār adalah informasi yang disertai dengan ancaman, atau disebutkan dalam firman-Nya: (أَوْ نُذْرًا) “atau memberi peringatan”, bermakna wawu, yang artinya karena memberikan alasan atau memberikan peringatan. Disebutkan huruf au dengan makna huruf wawu, seperti disebutkan dalam perkataan ‘Amru bin Ma‘ad Yakrib:

قَوْمٌ إِذَا سَمِعُوا الصَّرِيْخَ رَأَيْتَهُمْ مَا بَيْنَ مُلْجِمِ مُهْرِهِ أَوْ سَافِعِ

Suatu kaum, apabila mereka mendengar teriakan, engkau melihat mereka berada di antara kekangan anak kudanya dan rangkulan.

Maksudnya adalah (و سَافِعِ): dan rangkulan.

 

Firman Allah s.w.t.:

إِنَّمَا تُوْعَدُوْنَ لَوَاقِعٌ.

77:7. Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu itu pasti terjadi.
(al-Mursalāt [77]: 7)

Al-muqsim ‘alaih, kami telah menjelaskan tiap-tiap sumpah dan sesuatu yang biasa dijadikan sumpah yang sesuai dan berkaitan secara global.

Allah ta‘ala bersumpah dengan sesuatu yang Dia kehendaki menurut kehendak-Nya, karena Allah bersumpah dengan sesuatu yang diambil dari makhluk-Nya, lalu memilih sesuatu yang disumpahkan terhadapnya di sini atau di sana. Biasanya sumpah itu diambil pada satu jenis yang berhubungan. Kendati kita di sini dapat memperhatikan, biar pun kita menemukan sesuatu yang disumpah adalah Hari Kiamat, dan mereka adalah orang-orang yang berdusta, lalu bersumpah dengan jenis mereka, berdasarkan kebenaran bukti yang dapat menunjukkan kekuasaan-Nya. Jadi, angin itu membawa kebaikan, ia datang dengan membawa awan, lalu awan bertebaran, kemudian datang hujan, kemudian Allah menghidupkan bumi setelah mematikannya.

Ini merupakan bukti dari tanda-tanda kekuasaan-Nya terhadap Hari Kebangkitan, dan angin badai yang sangat dahsyat, sehingga mencabut pohon-pohon dan memporak-porandakan rumah-rumah, sampai-sampai mereka tidak mampu menahan angin tersebut, dan tidak ada daya bagi mereka untuk bertahan dari terpaan badai. Apa yang ada di dalamnya merupakan bukti dari tanda-tanda kehancuran dan kerusakan.

Dengan demikian, tiap-tiap kehancuran dan kerusakan itu menjadi bukti atas kekuasaan dan Hari Kebangkitan.

Kemudian datang malaikat dengan membawa penjelasan, petunjuk, penolakan alasan, dan memberi peringatan: (إِنَّمَا تُوْعَدُوْنَ لَوَاقِعٌ) “Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu itu pasti terjadi.” (al-Mursalāt [77]: 7)

 

Firman Allah s.w.t.:

فَإِذَا النُّجُوْمُ طُمِسَتْ. وَ إِذَا السَّمَاءُ فُرِجَتْ. وَ إِذَا الْجِبَالُ نُسِفَتْ.

77:8. Maka apabila bintang-bintang telah dihapuskan,
77:9. dan apabila langit telah dibelah,
77:10. dan apabila gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu.
(al-Mursalāt [77]: 8-10)

 

Semua perubahan alam merupakan dampak dari hari yang telah dijanjikan. Sedangkan bintang-bintang yang telah dihapuskan, yaitu dihilangkan cahayanya, seperti dalam firman-firmanNya:

(وَ إِذَا النُّجُوْمُ انْكَدَرَتْ) “Dan apabila bintang-bintang berjatuhan.” (at-Takwīr [81]: 2).

(وَ إِذَا السَّمَاءُ فُرِجَتْ) “dan apabila langit telah dibelah” (al-Mursalāt [77]: 9)

(وَ إٍذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ) “Apabila langit terbelah” (al-Insyiqaq [84]: 1).

(إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ)“Apabila langit terbelah” (al-Infithār [82]: 1).

Tentang gunung-gunung yang dihancurkan menjadi debu, telah terdahulu pemaparannya di beberapa tempat, dan apa yang terjadi pada gunung-gunung yang dihancurkan itu terdiri dari berbagai ragam jenis lapisan dataran, hancur bertebaran dan berjalan seperti awan, kemudian seperti tetesan, sebagaimana dipaparkan dalam pembahasan firman Allah: (أَفَلَمْ يَنْظُرُوْا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ) “Maka tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas mereka.” (Qāf [50]: 6).

 

Firman Allah s.w.t.:

وَ إِذَا الرُّسُلُ أُقِّتَتْ

77:11. dan apabila rasul-rasul telah ditetapkan waktu (mereka).
(al-Mursalāt [77]: 11)

 

Syaikh raḥimahullāh telah memaparkan penjelasannya terdahulu dalam pembahasan firman Allah: (قُلْ إِنَّ الْأَوَّلِيْنَ وَ الْآخِرِيْنَ. لَمَجْمُوْعُوْنَ إِلَى مِيْقَاتِ يَوْمٍ مَّعْلُوْمٍ) “Katakanlah: “(Ya), sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian, pasti semua akan dikumpulkan pada waktu tertentu, pada hari yang sudah dimaklumi.” (al-Wāqi‘ah [56]: 49-50)

 

Firman Allah s.w.t.:

لِأَيِّ يَوْمٍ أُجِّلَتْ. لِيَوْمِ الْفَصْلِ.

77:12. (Niscaya dikatakan kepada mereka): “Sampai hari apakah ditangguhkan (mengadzab orang-orang kafir itu)?”
77:13. Sampai hari keputusan.
(al-Mursalāt [77]: 12-13)

 

Hari Keputusan itu adalah Hari Kiamat, yang pada hari itu hukum diputuskan di antara makhluk-Nya, baik yang zhalim maupun yang teraniaya, baik yang benar maupun yang salah, baik yang utang maupun yang piutang, sebagaimana Allah jelaskan dalam firman-firmanNya:

(هذَا يَوْمُ الْفَصْلِ جَمَعْنَاكُمْ وَ الْأَوَّلِيْنَ.) “Ini adalah hari keputusan; (pada hari itu) Kami mengumpulkan kamu dan orang-orang yang terdahulu.” (al-Mursalāt [77]: 38)

(ذلِكَ يَوْمٌ مَّجْمُوْعٌ لَّهُ النَّاسُ وَ ذلِكَ يَوْمٌ مَّشْهُوْدٌ) “Itulah hari ketika semua manusia dikumpulkan (untuk dihisab), dan itulah hari yang disaksikan (oleh semua makhluk).” (Hūd [11]: 103).

 

Firman Allah s.w.t.:

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.

77:15. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan (kebenaran).
(al-Mursalāt [77]: 15)

 

Allah memberikan ancaman keras kepada orang-orang yang berdusta.

Syaikh raḥimahullāh telah terdahulu memaparkan tentang makna dan maksud tersebut, yaitu pada pembahasan firman Allah: (فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ يَوْمِهِمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ) “Maka celakalah orang-orang yang kafir pada hari yang telah dijanjikan kepada mereka (Hari Kiamat).” (adz-Dzāriyāt [51]: 60).

 

Firman Allah s.w.t.:

أَلَمْ نَخْلُقْكُّمْ مِّنْ مَّاءٍ مَّهِيْنٍ. فَجَعَلْنَاهُ فِي قَرَارٍ مَّكِيْنٍ. إِلَى قَدَرٍ مَّعْلُوْمٍ

77:20. Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina (mani),
77:21. Kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kukuh (rahim),
77:22. sampai waktu yang ditentukan,
(al-Mursalāt [77]: 20-22)

 

Al-mā’-ul-mahīn adalah air mani lelaki yang bercampur dengan air mani wanita.

Al-qarār-ul-makīn adalah rahim. Allah telah menempatkannya dan menjaganya hingga menjadi manusia.

Beberapa ayat yang nampak dalam menjelaskan makna al-qarar ini melebihi yang telah diterangkan. Allah ta‘ala menerangkan tentang rahim melalui firman-Nya: (وَ نُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى) “Dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan.” (al-Hajj [22]: 5).

Kadar waktu yang telah ditentukan itu adalah masa kehamilan hingga batas melahirkan.

Syaikh raḥimahullāh telah terlebih dahulu memaparkan tentang hal tersebut pada permulaan surah al-Hajj, bahwa batas masa kehamilan memiliki waktu yang berbeda.

 

Firman Allah s.w.t.:

فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُوْنَ

77:23. lalu Kami tentukan (bentuknya), maka (Kamilah) sebaik-baik yang menentukan.
(al-Mursalāt [77]: 23)

 

Ayat tersebut mengandung pujian tentang kekuasaan tersebut, karena memang dia yang berhak dipuji, dan hanya Allah yang berkuasa atas yang demikian, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: (أَفَرَأَيْتُمْ مَّا تُمْنُوْنَ. أَأَنْتُمْ تَخْلُقُوْنَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُوْنَ) “Maka adakah kamu perhatikan, tentang (benih manusia) yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, ataukah Kami Penciptanya?” (al-Waqi‘ah [56]: 58-59).

Allah ta‘ala telah menerangkan hal tersebut pada permulaan surah al-Hajj: “Kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna..…”

Catatan:

  1. 281). H.R. Ibnu Jarir dalam Jāmi‘-ul-Bayān (29/140,141, 142).
  2. 282) H.R. Ibnu Jarir dalam Jāmi‘-ul-Bayān (29/140,141).
  3. 283). H.R. Hakim dalam al-Mustadrak, bab: Tafsir (2/115).
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.