Surah al-Mursalat 77 ~ Tafsir ash-Shabuni (2/2)

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

Rangkaian Pos: Surah al-Mursalat 77 ~ Tafsir ash-Shabuni

Setelah mengukuhkan berita mengenai hari Kiamat, hari itu pasti terjadi, setelah memberikan perasaan takut terhadap orang-orang yang mendustakan hari Kiamat tersebut dan hysteria yang terjadi padanya, maka Allah kembali menggentarkan mereka akan siksa dan hukuman-Nya dengan metode lain. Allah berfirman: “Bukankah Kami telah membinasakan orang-orang yang dahulu?” (al-Mursalāt: 16); bukankah Kami telah menghancurkan orang-orang dahulu karena mereka mendustakan para rasul, misalnya kaum Nuh, ‘Ad dan Tsamud? “Lalu Kami iringkan (adzab Kami terhadap) mereka dengan (mengadzab) orang-orang yang datang kemudian.” (al-Mursalāt: 17); lalu Kami susul mereka dengan orang-orang kemudian yang sama dengan mereka, mendustakan dan durhaka, misalnya kaum Luth, Syu‘aib, Musa yaitu Fir‘aun dan pengikutnya serta umat yang semacam mereka. “Demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berdosa.” (al-Mursalāt: 18); sebagaimana pembinasaan yang mengerikan itulah Kami berbuat kepada orang-orang yang jahat itu, yaitu kafir Makkah karena mereka mendustakan junjugan para rasul, Muhammad s.a.w. “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan (kebenaran).” (al-Mursalāt: 19); kehancuran dan kebinasaan untuk setiap pendosa yang mendustakan tauhid, kenabian, ba‘ts (kebangkitan dari kubur) dan hari pembalasan.

Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina (mani)” (al-Mursalāt: 20); ini adalah peringatan bagi orang-orang yang mendustakan dan keheranan akan kelalaian mereka terhadap hal yang paling mudah dan terlihat. Sesuatu yang mengherankan sebab Allah yang menciptakan mereka dari sperma yang hina dan lemah, pasti mampu menciptakan mereka kembali untuk hidup dan bangkit dari kubur. Tidakkah Kami ciptakan kalian hai orang-orang kafir dari air lemah yang hina, yaitu sperma lelaki? Dalam Hadits Qudsi disebutkan: “Hai anak Adam, bagaimana kamu menganggap-Ku lemah, sedangkan Aku sungguh menciptakan dari benda seperti ini? (8851) “Kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kukuh (rahim).” (al-Mursalāt: 21); lalu Kami jadikan air hina itu di tempat yang kuat, yaitu rahim perempuan. “sampai waktu yang ditentukan” (al-Mursalāt: 22); sampai waktu terbatas yang diketahui oleh Allah, yaitu waktu kelahiran. “lalu Kami tentukan (bentuknya), maka (Kamilah) sebaik-baik yang menentukan.” (al-Mursalāt: 23); maka Kami kuasa untuk menciptakan dia dari sperma, maka sebaik-baik yang kuasa adalah Kami, di mana Kami menciptakannya dalam bentuk terbaik dan terelok. “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan (kebenaran).” (al-Mursalāt: 24); kenancuran dan kebinasaan adalah untuk orang-orang yang mendustakan kekuasaan Kami. Ash-Shawi berkata: “Ayat ini adalah peringatan dari Allah terhadap orang-orang kafir akan keagungan nikmat yang Dia berikan kepada mereka dan kekuasaan Allah untuk menciptakan mereka untuk pertama kalinya. Yang Kuasa untuk menciptakan pertama kali, adalah lebih Kuasa untuk menciptakan kembali. Maka ayat ini membantah orang-orang mengingkari ba‘ts (8862).

Kemudian Allah mengingatkan mereka terhadap nikmat yang diberikan kepada mereka, yaitu menciptakan mereka di atas tanah ketika hidup dan mengubur mereka di dalam tanah setelah mati. Allah berfirman: “Bukankah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul, Orang-orang hidup dan orang-orang mati?” (al-Mursalāt: 25-26); bukankah Kami menjadikan bumi di mana mereka hidup bagai ibu bagi kalian, mengumpulkan orang hidup di atasnya dan mengumpulkan orang mati di dalamnya? Ulama tafsir berkata: “Yakni bumi mengumpulkan seluruh umat manusia, sehingga bagai ibu bagi mereka. Yang hidup tinggal di atasnya di rumah-rumah, yang mati tinggal di dalam perutnya di dalam kubur. “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (Thāhā: 55). Asy-Sya‘bi berkata: “Perutnya untuk orang-orang mati kalian dan punggungnya untuk orang-orang hidup di antara kalian. (8873) “Dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi,…..” (al-Mursalāt: 27); Kami jadikan di bumi itu beberapa gunung tinggi menjulang agar bumi tidak menggoncang kalian. (8884) “…..dan Kami beri minum kamu dengan air tawar?” (al-Mursalāt: 27); dan Kami beri minum dengan air tawar yang enak. Kami menurunkannya untuk kalian dari mendung dan Kami mengeluarkannya untuk kalian dari mata air dan sungai agar kalian dan hewan kalian meminumnya. Sebagiannya lagi kalian gunakan untuk mengairi tanaman dan pohon kalian.

Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan (kebenaran). (Dikatakan kepada mereka pada hari Kiamat): “Pergilah kamu mendapatkan adzab yang dahulunya kamu mendustakannya.”” (al-Mursalāt: 28-29); berangkatlah kalian menuju siksa Jahannam yang kalian dustakan selama di dunia. Ucapan ini diucapkan oleh para penjaga neraka kepada mereka untuk mencela. Kemudian Allah merinci siksa tersebut dengan berfirman: “Pergilah kamu mendapatkan naungan (asap api neraka) yang mempunyai tiga cabang” (al-Mursalāt: 30); berangkatlah kalian untuk bernaung dengan asap yang tebal dari Jahannam yang mempunyai tiga cabang: “yang tidak melindungi dan tidak pula menolak nyala api neraka.” (al-Mursalāt: 31); naungan itu tidak menaungi orang yang ada di bawahnya dan tidak menjaganya dari panasnya matahari, sebagaimana sifat naungan di dunia. Tidak pula menolak jilatan api dari segala penjuru. Ath-Thabari berkata: “Naungan itu tidak menaungi mereka dari siksa neraka dan tidak menolak nyala api dari mereka. Hidupnya Jahannam menimbulkan asap. Jika asap itu naik, maka terpencar menjadi tiga cabang.” (8895) Ulama tafsir berkata: “Siksa disebut naungan untuk menertawakan dan menghina orang-orang yang disiksa. Orang-orang mu’min berada dalam naungan dan mata air, sedangkan orang-orang yang berdosa berada dalam air panas dan asap hitam pekat. Apa yang ada pada mereka tidak disebut naungan, kecuali karena menertawakan dan menghina.”

Kemudian Allah menambah penjelasan mengenai Jahannam dan malapetakanya dengan berfirman: “Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana” (al-Mursalāt: 32); Jahannam itu melontarkan bunga api yang besar, masing-masing bunga api bagaikan istana yang agung. Ibnu Katsir berkata: “Bunga api beterbangan dari nyala Jahannam bagaikan benteng. (8906) “Seolah-olah iringan unta yang kuning.” (al-Mursalāt: 33); bunga api Jahannam yang beterbangan itu bagaikan kawanan unta yang kuning warnanya dan cepat gerakannya. Ar-Razi berkata: “Allah menyerupakan bunga api itu dalam hal besarnya dengan istana dan dalam hal warna, banyak dan cepatnya gerakan diserupakan dengan kawanan unta kuning. (8917) Tasybih ini termasuk tasybih yang mengagumkan. Sebab jika bunga api bagaikan istana yang besar, maka bagaimana api yang menyala-nyala itu? Semoga Allah menyelamatkan kita dari api Jahannam dengan karunia dan rahmat-Nya. “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan (kebenaran).” (al-Mursalāt: 34); kebinasaan dan kehancuran adalah untuk orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah.

Ini adalah hari yang mereka tidak berbicara (pada hari itu)” (al-Mursalāt: 35); inilah hari menakutkan di mana orang-orang yang mendustakan itu tidak berbicara dan tidak mengucapkan ucapan yang berguna bagi mereka. Pada hari itu, mereka bisu dan tidak bicara. “dan tidak diizinkan kepada mereka minta uzur sehingga mereka (dapat) minta uzur.” (al-Mursalāt: 36); tidak diterima alasan dari mereka dan tidak ada hujah bagi mereka mengenai kejahatan yang mereka lakukan. Bahkan mereka tidak diperkenankan untuk mengemukakan alasan, sebab hujah dan alasan tidak diterima dan tidak didengar dari mereka. Ini senada dengan firman Allah: “(Yaitu) hari yang tiada berguna bagi orang-orang zhalim permintaan maafnya.” (al-Mu’min: 52) “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan (kebenaran). Ini adalah hari keputusan; (pada hari itu) Kami mengumpulkan kamu dan orang-orang yang terdahulu.” (al-Mursalāt: 37-38); dikatakan kepada mereka: inilah hari keputusan antara para makhluk, di mana Allah memutuskan dengan keputusan-Nya yang adil antara hamba yang beruntung dan hamba yang celaka. Pada hari ini Kami kumpulkan kalian bersama umat-umat yang mendahului kalian agar Kami putuskan antara kalian semuanya. “Jika kamu mempunyai tipu-daya, maka lakukanlah tipu-dayamu itu terhadap-Ku.” (al-Mursalāt: 39); apabila kalian mempunyai usaha untuk lepas dari siksa, maka lakukanlah usaha itu dan selamatkanlah diri kalian dari siksa dan hukuman Allah jika kalian mampu. Inti firman ini adalah mencela mereka dan menunjukkan ketidakmampuan mereka. “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan (kebenaran).” (al-Mursalāt: 40); kebinasaan pada hari itu untuk orang-orang yang mendustakan hari pembalasan.

Setelah menuturkan keadaan orang-orang pendosa, Allah meneruskannya dengan menuturkan keadaan orang-orang beruntung yang bertakwa. Allah berfirman: “Sesungguhnya, orang-orang yang bertakwa berada dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata-mata air” (al-Mursalāt: 41); orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka di dunia dan takut kepada siksa-Nya, dengan menunaikan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, maka pada hari Kiamat mereka berada dalam naungan pepohonan yang rindang dan mata air yang mengalir. Mereka hidup nikmat di negeri keabadian dan kemuliaan. Sebaliknya orang-orang yang jahat dan berdosa berada di naungan yahmum, yaitu asap hitam Jahannam yang tidak melindungi dari panas dan tidak menolak siksa. Orang yang bernaung dengannya hanya menjumpai bunga api neraka yang mengerikan, bukan sesuatu yang meringankan. “Dan (mendapat) buah-buahan dari (macam-macam) yang mereka ingini.” (al-Mursalāt: 42); dan buah-buahan yang banyak dan bermacam-macam yang mereka sukai dan inginkan. ““Makan dan minumlah kamu dengan enak karena apa yang telah kamu kerjakan.”” (al-Mursalāt: 43); dikatakan kepada untuk menenteramkan dan memuliakan: Makanlah kalian dengan lezat dan minumlah kalian dengan nikmat disebabkan amal saleh yang telah kalian lakukan di dunia. “Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (al-Mursalāt: 44); dengan balasan yang besar itulah, Kami membalas orang yang berbuat baik, mengikhlaskan niat dan bertakwa kepada Tuhannya.

Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan (kebenaran).” (al-Mursalāt: 45); kehancuran dan kebinasaan untuk orang-orang yang mendustakan hari pembalasan. ““Makanlah dan bersenang-senanglah kamu (di dunia dalam waktu) yang pendek, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa.”” (al-Mursalāt: 46); dikatakan kepada orang-orang kafir untuk mengancam dan memperingatkan: Makanlah kenikmatan duniawi dan nikmatilah kesenangannya yang fana’, sebagaimana sifat binatang yang keinginannya hanya memenuhi perut dan naluri seksnya, lampiaskan dalam waktu singkat sampai akhir ajal kalian, sebab kalian berdosa dan tidak berhak dimuliakan dan diberi nikmat. “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan (kebenaran).” (al-Mursalāt: 47); kehancuran dan kebinasaan di hari Kiamat untuk orang-orang yang mendustakan nikmat-nikmat Allah. “Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ruku‘lah,” mereka tidak mau ruku‘.”(al-Mursalāt: 48); jika dikatakan kepada orang-orang kafir itu: Shalatlah kalian karena Allah dan khusyu‘lah kalian dalam shalat kepada keagungan dan kebesaran Allah, maka mereka enggan khusyu‘ dan tidak shalat. Sebaliknya mereka terus-menerus takabur dan sombong. Muqatil berkata: “Ayat ini turun terhadap kabilah Tsaqif. Mereka menolak untuk shalat dan berkata kepada Nabi s.a.w.: Hapuslah kewajiban shalat dari kami, sebab kami tidak mau membungkuk. Membunkuk bagi kami ejekan bagi kami.” Namun beliau menolak dan bersabda: “Tidak ada kebaikan pada agama yang tidak ada shalatnya.” (8928).

Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan (kebenaran).” (al-Mursalāt: 49); kebinasaan dan kehancuran pada hari Kiamat untuk orang-orang yang mendustakan perintah dan larangan Allah. “Maka kepada perkataan apakah selain al-Qur’ān ini mereka akan beriman?” (al-Mursalāt: 50); kitab dan ucapan mana yang mereka benarkan jika mereka tidak beriman kepada al-Qur’an yang menjadi mu‘jizat ini? Jika mereka mendustakan al-Qur’an dan tidak beriman kepadanya, padahal al-Qur’an adalah mu‘jizat yang jelas hujahnya dan mengagumkan penjelasannya, maka apa yang mereka imani setelah itu? Al-Qurthubi berkata: “Allah menyebutkan dalam surat ini: “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan (kebenaran)” sepuluh kali untuk menimbulkan perasaan takut dan gentar dan mengancam.” Pendapat lain menegaskan, hal itu tidak mengulang-ulang, sebab yang dikehendaki Allah dengan satu ayat tidak sama dengan yang dikehendaki di ayat lain. Seakan-akan Allah menuturkan sesuatu, lalu berfirman: “Kecelakaan yang besarlah bagi orang yang mendustakan hal ini.” Lalu Allah menuturkan hal lain, lalu berfirman: “Kecelakaan yang besarlah bagi orang yang mendustakan hal ini.” Demikian seterusnya sampai akhir surat. (8939).

Aspek Balaghah:

Surat al-Mursalāt mengandung segi-segi bayān dan badī‘ sebagai berikut ini:

Pertama, taukīd (penegasan) dengan menyebutkan mashdar (asal suatu kata dalam bahasa ‘Arab) untuk menguatkan ayat dan menambah penjelasannya. (فَالْعَاصِفَاتِ عَصْفًا. وَ النَّاشِرَاتِ نَشْرًا. فَالْفَارِقَاتِ فَرْقًا).

Kedua, thibāq (menyebutkan kata yang memiliki redaksi, model, makna yang sama atau berlawanan. Yakni antara (عُذْرًا) dan (نُذْرًا), antara (أَحْيَاءً) dan (أَمْوَاتًا), antara (الْأَوَّلِيْنَ) dan (الْآخِرِيْنَ). Semuanya termasuk badī‘ yang indah.

Ketiga, meletakkan isim zhāhir (nama terang) pada tempat isim dhamīr (kata ganti) serta mendatangkan istifhām (pertanyaan):

لِأَيِّ يَوْمٍ أُجِّلَتْ. لِيَوْمِ الْفَصْلِ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الْفَصْلِ.

Ini untuk lebih membuat perasaan takut terhadap hari Kiamat.

Keempat; istifhām taqrīri (pertanyaan untuk meneguhkan).

أَلَمْ نُهْلِكِ الْأَوَّلِيْنَ. أَلَمْ نَخْلُقْكُّمْ مِّنْ مَّاءٍ مَّهِيْنٍ

Kelima; jinās (kata sejenis) tidak sempurna antara (مَّهِيْنٍ) dan (مَّكِيْنٍ).

Keenam; tasybīh mursal mujmal (penyerupaan sesuatu secara umum): (تَرْمِيْ بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ) dan mursal mufashshal (umum yang dirinci): (كَأَنَّهُ جِمَالَتٌ صُفْرٌ).

Ketujuh; muqābalah (perbandingan) antara nikmat hamba yang berbakti dan siksa bagi orang yang durhaka:

إِنَّ الْمُتَّقِيْنَ فِيْ ظِلَالٍ وَ عُيُوْنٍ. وَ فَوَاكِهَ مِمَّا يَشْتَهُوْنَ. كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا هَنِيْئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. كُلُوْا وَ تَمَتَّعُوْا قَلِيْلًا إِنَّكُمْ مُّجْرِمُوْنَ

Kedelapan; gaya bahasa menertawakan:

انطَلِقُوْا إِلَى ظِلٍّ ذِيْ ثَلَاثِ شُعَبٍ. لَا ظَلِيْلٍ

Siksaan disebutkan dalam ayat ini sebagai naungan dalam rangka menertawakan dan menghina mereka.

Kesembilan; majaz mursal (kiasan):

وَ إِذَا قِيْلَ لَهُمُ ارْكَعُوْا لَا يَرْكَعُوْنَ

Yang diucapkan ruku‘ dan yang dimaksudkan adalah shalat, termasuk mengucapkan sebagian dan menghendaki keseluruhan. Yakni jika dikatakan kepada mereka: “Shalatlah kalian, maka mereka tidak shalat.”

Kesepuluh; kesesuaian akhir-akhir ayat pada huruf akhir. Misalnya:

هذَا يَوْمُ لَا يَنْطِقُوْنَ. وَ لَا يُؤْذَنُ لَهُمْ فَيَعْتَذِرُوْنَ. إِنَّ الْمُتَّقِيْنَ فِيْ ظِلَالٍ وَ عُيُوْنٍ. وَ فَوَاكِهَ مِمَّا يَشْتَهُوْنَ

Ini disebut saja‘ murasha‘ dan termasuk badī‘ yang indah.

Catatan:

  1. 885). Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad dan Ibnu Majah dalam Sunannya. Riwayat selengkapnya, suatu hari Nabi s.a.w. meludah di telapak tangan beliau, lalu meletakkan jari beliau di telapak tangan itu. Kemudian beliau bersabda: Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Hai anak Adam, bagaimana kamu berusaha melemahkan Aku, padahal Aku sungguh sudah menciptakan kamu dari benda seperti ini? Sehingga ketika Aku sempurnakan kamu dan Aku lengkapi kamu, kamu berjalan di antara dua selimutmu dan bagi bumi darimu ada anak yang dikubur hidup-hidup, lalu kamu mengumpulkan dan tidak memberi. Sehingga ketika ruh sampai di tulang selangka, kamu berkata: “Kami bersedekah. Dari mana ada waktu sedekah?
  2. 886). Ḥāsyiyat-ush-Shāwī, 4/280.
  3. 887). Mukhtasharu Ibni Katsīr, 3/588.
  4. 888). Al-Qur’an menguak hikmah adanya gunung sebelum dikuak oleh sains modern. Gunung bagaikan tiang bagi bumi yang menegakkannya dan menjaganya dari goncang, sebagaimana tiang kemah menjaga kemah. Seandainya tidak ada gunung yang tinggi, maka bumi selalu bergoncang – karena berisi materi gas, materi berlapis-lapis dan materi yang panas – maka ia akan seperti bulu yang ditiup angin. Betapa Allah Maha Suci. Di samping itu, ada hikmah lain dari adanya gunung tinggi, yaitu timbulnya mendung di atas gunung dan gunung menjadi tempat turunnya hujan dan salju. Dari hujan dan salju, terjadilah sungai dan mata air, lalu banyaklah pohon dan tanaman. Gunung adalah gudang salju dan hujan serta tempat berdiamnya berkah-berkah langit. Betapa indah rahasia-rahasia al-Qur’an.
  5. 889). Tafsīr-uth-Thabarī, 29/146.
  6. 890). Mukhtasharu Ibni Katsīr, 3/588.
  7. 891). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 30/277.
  8. 892). Tafsir-ul-Baḥr-il-Muḥīth: 8/408.
  9. 893). Tafsīr-ul-Qurthubī: 19/167.