Hati Senang

Surah al-Mujadilah 58 ~ Tafsir ash-Shabuni (4/4)

Tafsir ash-Shabuni | Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman?”; ini perintah heran kepada Nabi s.a.w. terhadap sifat orang munāfiq yang menjadikan kaum Yahudi sebagai teman. Ma‘nanya, tidakkah kamu heran hai Muḥammad terhadap sikap munāfiq-munāfiq itu yang mengaku beriman, sedangkan mereka menjadikan kaum Yahudi yang dimurkai sebagai teman dan pembela? Orang-orang munāfiq membocorkan rahasia kaum Muslimīn kepada Yahudi. Imām ar-Rāzī berkata: “Orang-orang munāfiq mengasihi kaum Yahudi, padahal Yahudi adalah orang-orang yang dimurkai Allah sebagaimana firman-Nya: “Orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah.” (QS. al-Mā’idah: 60). Mereka membocorkan rahasia kaum Muslimīn kepada Yahudi.” (4411) “Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka”; orang-orang munāfiq itu tidak termasuk kaum Muslimīn dan tidak termasuk Yahudi, mereka bingung antara keduanya. Ini sema‘na dengan ayat: “Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir).” (an-Nisā’: 143). Ash-Shāwī berkata: “Ma‘nanya, mereka tidak termasuk Muslim sejati dan tidak termasuk orang kafir murni. Mereka tidak dinisbatkan kepada kelompok pertama maupun kelompok kedua.” (4422) “Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui”; mereka bersumpah demi Allah dengan dusta dan berkata: “Demi Allah, kami Muslim.” Padahal mereka tahu, bahwa mereka dusta dan durhaka. Abū Su‘ūd berkata: “Konteks ayat menunjukkan betapa parah perbuatan mereka, sebab sumpah atas sesuatu yang jelas dustanya adalah perbuatan sangat buruk.” (4433).

Allah telah menyediakan bagi mereka ‘adzāb yang sangat keras”; karena kemunāfiqan itu, Allah menyediakan untuk mereka siksa yang sangat pedih dan berat, yaitu tingkatan terbawah di Jahannam. “Sesungguhnya orang-orang munafiq itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (an-Nisā’: 145). “sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan”; perbuatan mereka itu seburuk-buruk perbuatan. “Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai”; mereka menjadikan sumpah palsu mereka sebagai perisai dari hukuman mati. Dalam at-Tashīl disebutkan, ma‘na asli perisai adalah sesuatu yang dijadikan melindungi diri, seperti perisai dalam pertempuran. Kemudian kata tersebut disebutkan dalam ayat ini dengan cara isti‘ārah (meminjam isitilah), sebab mereka menampakkan Islam agar darah dan harta mereka terlindungi.” (4444) “lalu mereka halangi (manusia) dari jalan Allah”; mereka melarang umat manusia untuk masuk Islam dengan menimbulkan keraguan pada hati orang-orang lemah dan membuat makar kepada Muslimīn. “karena itu mereka mendapat ‘adzāb yang menghinakan”; oleh sebab itu, bagi mereka siksa yang sangat berat dan menghinakan.

Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikit pun (untuk menolong) mereka dari ‘adzāb Allah”; harta benda dan anak mereka di akhirat tidak akan berguna apa-apa bagi mereka dan tidak akan mampu menolak sedikitpun dari siksa Allah. “Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”; mereka ahli neraka yang tidak akan keluar darinya untuk selamanya. “(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah”; Allah mengumpulkan mereka pada hari kiamat semuanya untuk dihisab (dihitung ‘amalnya) dan menerima balasan. “lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu”; lalu mereka bersumpah kepada Allah sebagaimana mereka hari ini bersumpah kepada kalian dengan sumpah palsu, bahwa mereka Muslim. Ibnu ‘Abbās berkata: “Yaitu ucapan mereka: “Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.” (4455) (al-An‘ām: 23) “dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfaat)”; mereka mengira bahwa sumpah mereka di akhirat akan berguna dan menyelamatkan mereka dari siksa, sebagaimana sumpah itu berguna bagi mereka di dunia, yaitu menggagalkan hukuman mati. Abū Ḥayyān berkata: “Yang aneh dari mereka, bagaimana mereka berkeyakinan bahwa kekafiran mereka samar bagi Allah dan mereka menganggap Allah sama dengan kaum Muslimīn dalam hal tidak melihat kemunāfiqan dan kekafiran mereka. Tujuan ayat ini ingin menegaskan bahwa kaum munāfiq membiasakan diri dusta. Sehingga, dusta itu melekat di lidah mereka di akhirat sebagaimana ketika di dunia.” (4466) “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta”; ingatla hai umat manusia, bahwa merekalah orang-orang yang paling pendusta, di mana mereka berani berdusta di hadapan Allah.

Syaithān telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah”; syaithan menguasai hati mereka dan mengalahkan mereka serta menguasai jiwa mereka, sehingga melalaikan mereka untuk ingat Tuhan mereka. “mereka itulah golongan syaithān”; mereka itulah pengikut syaithān dan penolongnya. “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaithān itulah golongan yang merugi”; pengikut syaithan dan bala tentaranya adalah orang-orang yang sempurna merugi dan sesat, sebab mereka melepaskan begitu saja keni‘matan kekal dan menggantinya dengan siksa yang abadi. “Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasūl-Nya”; orang-orang yang memusuhi Allah dan Nabi s.a.w. serta melanggar perintah Allah dan Nabi, “mereka termasuk orang-orang yang sangat hina”; mereka termasuk kelompok yang hina dan dijauhkan dari rahmat Allah.

Allah telah menetapkan: “Aku dan rasūl-rasūlKu pasti menang””; Allah memutuskan bahwa kemenangan adalah milik agama-Nya, rasūl-rasūlNya dan kaum Muslimīn. “Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”; Allah Maha Kuat untuk menolong para rasul dan wali-Nya, mengalahkan musuh-musuhNya, tidak terkalahkan dan tidak ditundukkan. Muqātil berkata: “Ketika kaum Muslimin menguasai Makkah. Thā’if dan Khaibar, mereka berkata: “Kami berharap Allah menjadikan kami mengalahkan Persia dan Romawi.” Mendengar hal itu, ‘Abdullāh bin Salūl (kepala kaum munāfiq) berkata: “Apakah kalian mengira, bahwa Persia dan Romawi seperti sebagian daerah yang kalian kalahkan? Demi Allah, mereka lebih banyak jumlahnya dan terlalu besar kekuatannya untuk kalian kalahkan.” Maka Allah menurunkan ayat: “Allah telah menetapkan: “Aku dan rasūl-rasūlKu pasti menang”. (4477).

Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasūl-Nya”; hai manusia, kamu (tidak akan) melihat kelompok yang beriman kepada Allah dan hari kiamat mengasihi orang yang memusuhi Allah dan Rasūl-Nya serta menentang perintah-Nya, sebab orang yang mencintai Allah, dia memusuhi musuh-musuhNya. Tidak mungkin dalam satu hati terkumpul cinta Allah dan cinta musuh-musuhNya, sebagaimana tidak mungkin terkumpulnya cahaya dan kegelapan. ‘Ulamā’ tafsir berkata: “Tujuan ayat ini; larangan untuk berteman dengan orang-orang kafir, hanya saja bentuknya bentuk pengkabaran agar lebih menunjukkan larangan dan peringatan.” Imām ar-Rāzī berkata: “Ya‘ni tidak akan berkumpul iman dengan cinta kepada musuh-musuh Allah, sebab barang siapa mencintai seseorang, maka dia tidak akan mencintai musuhnya, sebab keduanya tidak akan terkumpul dalam hati. Jika dalam hati ada cinta kepada musuh-musuh Allah, maka tidak mungkin ada iman di dalamnya.” (4488) “sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka”; meskipun yang memusuhi Allah dan Rasūl adalah orang yang paling dekat kepadanya, yaitu ayah, anak, saudara dan keluarga, sebab iman kepada Allah berarti memusuhi musuh-musuh Allah. Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth disebutkan: “Allah mengawali dengan ayah, sebab anak wajib taat kepada ayahnya. Kedua kalinya Allah menyebutkan anak, karena dia lebih lekat di dalam hati. Lalu Allah menyebutkan saudara, sebab sesama saudara itu saling tolong-menolong. Kemudian Allah menyebut keluarga, sebab keluarga itu membantu untuk berperang dan mengalahkan musuh.” (4499) Ibnu Katsīr berkata: “Sasaran turunnya ayat “sekalipun orang-orang itu bapak-bapak mereka”; adalah Abū ‘Ubaidah yang membunuh ayahnya al-Jarrāḥ pada perang Badar. Sasaran turunnya firman: “atau anak-anak mereka”; adalah Abū Bakar yang ingin membunuh anaknya ‘Abd-ur-Raḥmān. Sasaran turunnya ayat: “atau saudara-saudara mereka”; adalah Mush‘ab bin ‘Umair yang membunuh saudaranya ‘Ubaid bin ‘Umair. Sasaran turunnya ayat “atau pun keluarga mereka”; adalah Ḥamzah, ‘Alī dan ‘Ubaidah bin al-Ḥārits yang ketiganya membunuh ‘Utbah, Syaibah dan al-Walīd bin ‘Utbah pada perang Badar.” (45010). “Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka”; Allah menetapkan iman dan memantapkannya di hati mereka, sehingga hati mereka beriman, yakin dan ikhlas. “dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya”; dan Allah menguatkan mereka dengan pertolongan-Nya. Ibnu ‘Abbās berkata: “Ya‘ni Allah menolong mereka atas musuh mereka. Pertolongan itu diredaksikan dengan kata (رُوْحٍ), sebab pertolongan itu membuat hidup urusan mereka.” (45111). “Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”; Allah memasukkan mereka di akhirat ke beberapa taman yang luas dan sungai-sungai surga mengalir di bawah istana-istananya. “mereka kekal di dalamnya”; mereka tinggal di dalamnya selama-lamanya. “Allah ridhā terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya”; Allah menerima ‘amal perbuatan mereka lalu meridhā’i mereka dan mereka memperoleh pahala-Nya lalu mereka puas dengan apa yang Dia berikan kepada mereka. Allah menyebutkan ridhā-Nya terhadap mereka setelah mereka masuk surga, sebab ridhā itu adalah tingkatan tertinggi dan ni‘mat paling besar. Ibnu Katsīr berkata: “Ayat ini mengandung sebuah rahasia yang indah, yaitu ketika mereka membenci keluarga dan kerabat karena Allah, maka Dia mengganti mereka dengan ridhā-Nya terhadap mereka dan Dia memuaskan mereka dengan keni‘matan abadi serta keberuntungan besar yang Dia berikan.” (45212) “Mereka itulah golongan Allah”; mereka adalah kelompok Allah dan pilihan serta wali-Nya. “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung”; merekalah orang-orang yang memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Ini perbandingan firman sebelumnya: “mereka itulah golongan syaithān. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaithān itulah golongan yang merugi”.

Aspek Balāghah.

Dalam surat al-Mujādilah terdapat sejumlah keindahan bahasa sebagai berikut ini:

Pertama, shīghat mubālaghah:

إِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ، غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ، عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ.

Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat, Maha Pengampun dan Maha Penyayang, Maha Menyaksikan segala sesuatu.”

Kedua, ithnāb dengan mengulang kata ibu:

مَّا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ

Tidaklah mereka (istri itu) ibu mereka, tidaklah ibu mereka kecuali yang…..

Tujuannya, agar lebih jelas dan gamblang.

Ketiga, thibāq (kesesuaian rangkaian ma‘na kalimat dari dua lafazh):

وَ لَا أَدْنَى مِنْ ذلِكَ وَ لَا أَكْثَرَ

dan tidak lebih sedikit atau lebih banyak dari itu.”

Sebab kata (أَدْنَى) berarti lebih sedikit.

Keempat, ‘athaf yang khusus kepada yang umum untuk mengingatkan kelebihan yang khusus:

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Allah meninggikan beberapa orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang yang diberi ‘ilmu beberapa derajat.

Sebab orang-orang yang diberi ‘ilmu termasuk mu’minin,

Kelima, isti‘ārah (meminjam istilah).

فَقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَةً

Maka berikan sedekah sebelum berbisik.”

Kata (يَدَيْ) “dua tangan” dipinjam untuk menunjukkan ma‘na “qabla” (sebelum; sebelum berbisik).

Keenam, kata tanya dengan arti menyuruh kagum:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِيْنَ تَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللهُ عَلَيْهِمْ

Apakah yang kamu ketahui tentang orang yang membela kaum yang Allah murka kepada mereka.”

Ketujuh, jinas nāqish antara (يَعْلَمُوْنَ) dan (يَعْمَلُوْنَ) karena perbedaan bentuk.

Kedelapan, muqābalah antara:

أُوْلئِكَ حِزْبُ اللهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ.

Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung”.

أُوْلئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُوْنَ.

mereka itulah golongan syaithān. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaithān itulah golongan yang merugi”.

Kesembilan, satu kalimat dengan bermacam-macam kata taukīd (penguatan), seperti (هُمُ), (إِنَّ), (أَلَا) pada firman:

أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ.

Ingatlah sesungguhnya golongan Allah adalah yang menang”.

Kesepuluh, kesesuian akhir-akhir ayat pada huruf akhir, seperti: (يَعْلَمُوْنَ), (خَالِدُوْنَ), (الْكَاذِبُوْنَ), (الْخَاسِرُوْنَ).

Hikmah

Imām Aḥmad meriwayatkan dari Abū Thufail, bahwa Nāfi‘ bin ‘Abd-il-Ḥārits bertemu dengan ‘Umar bin Khaththāb di ‘Usfān. Saat itu ‘Umar menunjuk Nāfi‘ sebagai Amīr Makkah. ‘Umar bertanya: “Siapa yang kamu tunjuk sebagai wakilmu (pemimpin) pada orang-orang yang tinggal di daerah pedalaman?” Nāfi‘ menjawab: “Ibnu Abza.” ‘Umar bertanya: “Siapa dia?” Nāfi‘ menjawab: “Termasuk bekas budak kami” ‘Umar bertanya: “Kamu menunjuk bekas budak sebagai wakilmu?” Nāfi‘ menjawab: “Amīr-ul-Mu’minīn, dia pandai membaca al-Qur’ān, pandai ilmu farā’idh dan seorang ḥākim.” ‘Umar berkata: “Ingat, Nabi kalian bersabda: “Sesungguhnya Allah mengangkat dengan kitab ini beberapa kaum dan dengannya merendahkan kaum yang lain.”

Catatan:

  1. 441). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 29/273.
  2. 442). Ḥāsyiyat-ush-Shāwī, 4/184.
  3. 443). Tafsīru Abī Su‘ūd, 5/147.
  4. 444). At-Tashīl, 4/105.
  5. 445). Tafsīr-ul-Qurthubī, 17/305.
  6. 446). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/238.
  7. 447). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/238 dan Tafsīr-ul-Alūsī, 28/34.
  8. 448). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 29/276.
  9. 449). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/239.
  10. 450). Mukhtasharu Ibni Katsīr, 3/467.
  11. 451). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 29/277.
  12. 452). Mukhtasharu Ibni Katsīr, 3/468.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.