Surah al-Mujadilah 58 ~ Tafsir ash-Shabuni (1/4)

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

Rangkaian Pos: Surah al-Mujadilah 58 ~ Tafsir ash-Shabuni

058

SŪRAT-UL-MUJĀDILAH

Pokok-pokok Kandungan Surat.

Surat al-Mujādilah termasuk surat Madaniyyah. Ia menjelaskan sejumlah hukum-hukum syarī‘at. Misalnya; hukum zhihār, kaffarat yang wajib bagi suami yang zhihār, hukum berbisik-bisik, etika majlis, bersedekah dahulu sebelum berbisik kepada Nabi s.a.w., tidak menyayangi musuh Allah dan hukum-hukum lainnya. Selain itu, surat ini membicarakan kaum munāfiq dan Yahudi.

Surat ini diawali dengan menjelaskan wanita yang mengadukan dirinya, yaitu Khaulah binti Tsa‘labah yang dizhihār oleh suaminya. Dalam adat kebiasaan masa Jāhiliyyah, zhihār adalah seseorang mengharamkan istrinya sendiri (untuk dirinya sendiri) dengan cara zhihār (menyamakan punggung istrinya dengan punggung ibunya). Khaulah menghadap Nabi s.a.w. mengadukan kezhāliman suaminya terhadap dirinya dan berkata: “Dia memakan hartaku, menghabiskan masa mudaku, perutku aku bentangkan untuknya. Namun ketika usiaku sudah tua dan anak terputus dariku, maka dia menzhihār aku. Nabi s.a.w. bersabda kepadanya: “Aku tidak melihat kamu, kecuali kamu haram baginya. Maka Khaulah menggugat Nabi dan berkata: “Ya Nabi, ia tidak menceraikan aku dan dia hanya menzhihār saya. Beliau mengulangi jawaban tersebut kepadanya. Kemudian Khaulah berkata: “Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu, lalu Allah mengabulkannya dan menghilangkan dukanya.” “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah”.

Kemudian surat ini menjelaskan hukum kifarat zhihār. “Orang-orang yang menzhihār istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

Surat al-Mujādilah kemudian berbicara mengenai hukum berbisik-bisik, yaitu perkataan yang pelan antara dua orang atau lebih banyak. Berbisik-bisik adalah kebiasaan kaum Yahudi dan orang-orang munāfiq untuk menyakiti kaum Muslimīn. Surat ini menjelaskan hukumnya dan memperingatkan orang-orang mu’min akan akibatnya. “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya.

Surat ini juga berbicara mengenai kaum Yahudi yang menghadiri majlis Nabi s.a.w., lalu mereka menghormati beliau dengan penghormatan penuh tandatanya. Lahirnya salam dan penghormatan, namun bāthinnya caci-maki dan ucapan kotor. Misalnya ucapan mereka: As-Sāmu ‘alaika yā Muḥammad. Sām artinya kematian. “Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salām kepadamu dengan memberi salām yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu”.

Di samping hal di atas, surat ini juga membicarakan orang-orang munāfiq dengan sedikit singkat. Mereka menjadikan kaum Yahudi sebagai teman akrab yang mereka cintai dan mereka kasihi dan mereka beri rahasia orang-orang mu’min. Maka kehormatan mereka sirna dan mereka dipermalukan. “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman

Surat ini ditutup dengan menjelaskan hakikat cinta dan benci karena Allah yang merupakan dasar iman dan ikatan agama paling kuat. Kesempurnaan keimanan harus disertai dengan memusuhi musuh-musuh Allah. “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasūl-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka.

 

TAFSIR SURAT AL-MUJĀDILAH

Sūrat-ul-Mujādilah, Ayat: 1-10

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

قَدْ سَمِعَ اللهُ قَوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا وَ تَشْتَكِيْ إِلَى اللهِ وَ اللهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ. الَّذِيْنَ يُظَاهِرُوْنَ مِنْكُمْ مِّنْ نِّسَائِهِمْ مَّا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِيْ وَلَدْنَهُمْ وَ إِنَّهُمْ لَيَقُوْلُوْنَ مُنْكَرًا مِّنَ الْقَوْلِ وَ زُوْرًا وَ إِنَّ اللهَ لَعَفُوٌّ غَفُوْرٌ. وَ الَّذِيْنَ يُظَاهِرُوْنَ مِنْ نِّسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مِّنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذلِكُمْ تُوْعَظُوْنَ بِهِ وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ. فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا ذلِكَ لِتُؤْمِنُوْا بِاللهِ وَ رَسُوْلِهِ وَ تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ وَ لِلْكَافِرِيْنَ عَذَابٌ أَلِيْمٌ. إِنَّ الَّذِيْنَ يُحَادُّوْنَ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ كُبِتُوْا كَمَا كُبِتَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ قَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَ لِلْكَافِرِيْنَ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ. يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللهُ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوْا أَحْصَاهُ اللهُ وَ نَسُوْهُ وَ اللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ. أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَ مَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُوْنُ مِنْ نَّجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَ لَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَ لَا أَدْنَى مِنْ ذلِكَ وَ لَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوْا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوْا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ. أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِيْنَ نُهُوْا عَنِ النَّجْوَى ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا نُهُوْا عَنْهُ وَ يَتَنَاجَوْنَ بِالْإِثْمِ وَ الْعُدْوَانِ وَ مَعْصِيَتِ الرَّسُوْلِ وَ إِذَا جَاؤُوْكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللهُ وَ يَقُوْلُوْنَ فِيْ أَنْفُسِهِمْ لَوْ لَا يُعَذِّبُنَا اللهُ بِمَا نَقُوْلُ حَسْبُهُمْ جَهَنَّمُ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمَصِيْرُ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا تَنَاجَيْتُمْ فَلَا تَتَنَاجَوْا بِالْإِثْمِ وَ الْعُدْوَانِ وَ مَعْصِيَتِ الرَّسُوْلِ وَ تَنَاجَوْا بِالْبِرِّ وَ التَّقْوَى وَ اتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ إِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ. إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ لَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلَّا بِإِذْنِ اللهِ وَ عَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ.

58: 1. Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal-jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
58: 2. Orang-orang yang menzhihār istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
58: 3. Orang-orang yang menzhihār istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami-istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
58: 4. Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasūl-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.
58: 5. Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasūl-Nya pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti yang nyata. Dan bagi orang-orang kafir ada siksa yang menghinakan.
58: 6. Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) ‘amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.
58: 7. Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
58: 8. Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasūl. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salām kepadamu dengan memberi salām yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka neraka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.
58: 9. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasūl. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan taqwā. Dan bertaqwālah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.
58: 10. Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari syaithān, supaya orang-orang yang beriman itu berduka-cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudarat sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan idzin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.

Tinjauan Bahasa

(تَحَاوُرَكُمَا): diskusi kalian dan tanya-jawab kalian.

(يُظَاهِرُوْنَ): mengharamkan istri atas dirinya sendiri dengan ucapan: “Kamu bagiku seperti punggung ibuku.”

(مُنْكَرًا): segala sesuatu yang dianggap buruk oleh Islam dan diharamkannya, kebalikan ma‘rūf.

(يُحَادُّوْنَ): memusuhi dan menentang dalam hukuman dan hukum. Az-Zajjāj berkata: “Ma‘na aslinya adalah saling tidak mau.”

(كُبِتُوْا): dihinakan dan dikalahkan.

(النَّجْوَى): pembicaraan antara dua orang atau lebih dengan pelan dan bisik-bisik.

(حَسْبُهُمْ): mencukupi mereka.

Sabab-un-Nuzūl.

  1. Diriwayatkan bahwa suatu hari Aus bin ash-Shāmit ingin bersenggama dengan istrinya, Khaulah binti Tsa‘labah. Namun sang istri menolaknya. Aus marah dan menzhihār Khaulah. Khaulah lalu menghadap Nabi s.a.w. dan berkata: “Ya Rasūlullāh, Aus menzhihār saya setelah usiaku tua dan tulangku tipis. Saya mempunyai banyak anak kecil darinya. Jika saya serahkan kepadanya mereka disia-siakan. Jika mereka diserahkan kepadaku mereka lapar. Apa pendapatmu? Nabi s.a.w. bersabda kepadanya: “Aku tidak melihatmu, kecuali haram baginya.” Khaulah berkata: “Ya Rasūlullāh, demi Allah, dia tidak menyebutkan talak, dia bapak dari anak-anakku dan orang yang paling aku cintai.” Nabi s.a.w. segera mengulangi sabda tersebut dan Khaulah mengulangi perkataannya. Khaulah terus-menerus membantah Nabi dan Nabi membantah Khaulah. Sampai kemudian turun ayat: “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah.
  2. Bukhārī meriwayatkan bahwa ‘Ā’isyah r.a. berkata: “Maha Berkah Allah yang pendengaran-Nya meliput segala suara. Wanita penggugat itu (yaitu Khaulah binti Tsa‘labah) datang dan berbicara dengan Nabi s.a.w., sementara aku di sisi kamar. Aku mendengar pembicaraan mereka namun sebagiannya samar-samar. Khaulah mengadukan suaminya dan berkata: “Ya Rasūlullāh, dia menghabiskan masa mudaku dan perutku aku bentangkan untuknya. Namun ketika usiaku tua dan tidak bisa beranak lagi, dia menzhihār aku. Ya Allah, sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu.” Khaulah tidak pergi, sampai Jibrīl turun dengan ayat-ayat ini.” (4101).

Tafsir Ayat.

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya”; sungguh Allah mendengar ucapan wanita yang menggugatmu dan berbicara denganmu mengenai perkara suaminya. Az-Zamakhsyarī berkata: “Ma‘nanya, Allah mendengar ucapan Khaulah dan mengabulkan doanya. Bukan sekadar Allah tahu hal itu. Ini sama dengan doa dan pujian orang shalat saat bangkit dari rukū‘: “Allah mendengar orang yang memuji-Nya”. (4112) “dan mengadukan (halnya) kepada Allah”; dia merendahkan diri kepada Allah agar kesedihannya sirna. “Dan Allah mendengar soal-jawab antara kamu berdua”; Allah mendengar pembicaraan kalian berdua dan bantah-membantah kalian, apa yang dia ucapkan kepadamu dan apa jawabanmu kepadanya. “Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”; Allah mendengar orang yang munajat kepada-Nya dan merendahkan diri kepada-Nya serta melihat ‘amal perbuatan para hamba. Ayat ini seperti menjadi alasan bagi hal sebelumnya dan kedua lafazh ini adalah shīghat mubalāghah (pola kalimat dengan ma‘na lebih). Ya‘ni, Allah sangat tahu hal-hal yang didengar dan yang dilihat.” (4123).

Kemudian Allah mencela zhihār dan menjelaskan hukumnya serta balasan pelakunya. “. Orang-orang yang menzhihār istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka”; orang-orang yang berkata kepada istri mereka: “Kalian bagaikan punggung ibu kami, dengan tujuan mengharamkan istri mereka sebagaimana haramnya ibu mereka. Pada hakekatnya istri mereka bukan ibu mereka, wanita-wanita itu adalah istri mereka. Imām ar-Rāzī berkata: “Zhihār adalah ucapan lelaki kepada istrinya: “Kamu bagiku seperti punggung ibuku”, dengan maksud aku haram atasmu sebagaimana aku haram atas ibuku. Jika bermaksud mentalak, bangsa ‘Arab berkata: “Aku turun dari istriku, maksudnya aku mencerainya”. Dengan demikian, tujuan ucapan zhihār adalah mengharamkan hubungan dengan istri dengan menyerupakannya dengan ibu. Kata “di antara kamu” adalah celaan terhadap bangsa ‘Arab dan membuat jijik adat istiadat Jahiliyyah dalam hal zhihār, sebab zhihār termasuk sumpah masa Jāhiliyyah saja dan tidak pada umat yang lain.” (4134). “Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka”; ibu mereka yang sejati hanyalah wanita-wanita yang melahirkan mereka dari perutnya. Ayat ini penegasan taukīd ayat: “tiadalah istri mereka itu ibu mereka”; untuk lebih menjelaskan. “Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta”; orang-orang yang menzhihār itu mencucapkan ucapan yang mungkar, diingkari oleh realitas dan syarī‘at, di samping dusta dan kebohongan. “Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”; Allah sangat pemaaf dan pengampun kepada orang yang bertaubat dan kembali. Dalam at-Tashīl disebutkan, Allah menjelaskan bahwa zhihār adalah mungkar dan dusta. Mungkar adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan realitas dan hakikat. Dusta adalah kebohongan. Allah menganggap zhihār sebagai kebohongan, sebab penzhihār menganggap istrinya seperti ibunya, padahal istrinya tidak akan demikian untuk selamanya. Zhihār hukumnya haram dengan empat hal. Pertama, ayat “tiadalah istri mereka itu ibu mereka”. Sebab ayat ini mendustakan (mengingkari) suami yang menzhihār. Kedua, Allah menyebut zhihār sebagai kemungkaran. Ketiga, Allah menyebutnya sebagai dusta. Keempat, dalam ayat “Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”; Sebab pemaafan dan ampunan hanya untuk dosa. Suami yang menzhihār dianggap berdosa, sampai dia membayar kaffarat.” (4145).

Catatan:

  1. 410). Diriwayatkan Bukhārī, Ibnu Mājah dan al-Baihaqī.
  2. 411). Tafsīr-ul-Kasysyāf, 4/150.
  3. 412). Tafsīru Abī Su‘ūd, 5/243.
  4. 413). At-Tafsīr-ul-Kabīr, dengan sedikit singkat 29/251.
  5. 414). At-Tashīl, 4/102.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *