Surah al-Muddatstsir 74 – Tafsir Ayat (Bag 2) ~ Tafsir ash-Shabuni

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

Rangkaian Pos: Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir ash-Shabuni

Tafsīr Ayat (Bagian 2)

Kemudian Allah berfirman: “Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak”; Aku berikan kepadanya harta yang melimpah, berupa unta, kuda, kambing, dan kebun yang rindang. Al-Baidhawī berkata: “Maksudnya harta benda melimpah. Dia mempunyai unta, kuda, kambing, dan kebun-kebun.” (7951) Ibnu ‘Abbās berkata: “Dia mempunyai harta sepanjang Makkah dan Thā’if. Muqātil berkata: “Dia mempunyai kebun yang tidak terputus buahnya, baik di musim penghujan maupun di musim kemarau. (7962). “dan anak-anak yang selalu bersama dia”; dan anak-anak yang tinggal bersama al-Walīd di tempat tinggalnya. Mereka bersama ayah mereka menghadiri perayaan, pesta dan tempat berkumpul. Al-Walīd terhibur oleh mereka dan hidupnya sejahtera meski ketika berpisah dari mereka. Ulama tafsir berkata: “Al-Walīd mempunyai sepuluh orang anak lelaki yang tidak pernah berpisah darinya, baik ketika bepergian maupun tidak. Dia terhibur oleh mereka dan dia menjadi kuat karena mereka. Tiga orang dari anak al-Walīd masuk Islam yaitu: Khālid, Hisyām, dan al-Walīd.” (7973).

Setelah menyebutkan sebagian nikmat materi dan anak-anak, Allah menyebutkan kenikmatan duniawi secara umum yang diberikan kepada al-Walīd. “dan Ku-lapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya”; Kami bentangkan dunia dan di hadapannya. Kami mudahkan beban-beban hidup baginya. Kami jadikan dia orang berpangkat, orang besar dan pimpinan. Di antara kabilah Quraisy, dia orang besar yang kuat dan pemimpin yang ditaati. “kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya”; setelah anugrah yang besar ini, dia ingin agar Aku tambahkan harta dan anaknya, padahal dia kafir kepada-Ku. Imām ar-Rāzī berkata: “Kata “tsumma” di sini menunjukkan keingkaran dan keheranan kepada sikap mereka. Sebagaimana anda berkata kepada teman anda: “Kami tempatkan kamu di rumahku, kami beri makan kamu dan kami muliakan kamu. Namun kamu mencaci kami.” (7984) Maksudnya, meskipun diberi kenikmatan dan kemuliaan, al-Walīd tetap kafir dan menentang. Dia tidak mau mensyukuri nikmat itu yang seharusnya dia syukuri.

Sekali-kali jangan”; ini kata untuk mencegah dan melarang. Maksudnya, hendaknya pendurhaka yang berdosa ini menghentikan harapannya tindakannya yang salah. Kemudian Allah memberi alasan larangan itu dengan firman-Nya: “karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’ān)”; karena dia menentang kebenaran dan melawan ayat-ayat Allah serta mendustakan Rasūl-Nya. Lantas bagaimana dia ingin nikmatnya bertambah? “Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan”; Aku akan memaksanya menuju siksa yang berat dan sulit serta tidak terkira. Kekuatannya tidak mampu menghadapi siksa itu, sebagaimana seseorang tidak mampu mendaki gunung. Al-Qurthubī berkata: “Sha‘ud adalah batu besar licin. Dia dipaksa untuk menaikinya. Jika sampai di atasnya, dia terperosok ke neraka Jahannam. Lalu jatuh selama seribu tahun sebelum sampai ke dasarnya.” (7995) Dalam hadits disebutkan: “Sha‘ud adalah gunung dari api yang dinaiki orang kafir selama tujuh puluh tahun, lalu dia turun ke dalamnya seperti itu selama-lamanya.” (8006).

Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya)”; dia berpikir mengenai Nabi Muḥammad s.a.w. dan al-Qur’ān. Dia memutar otak dan hatinya yang cerdas. Lalu, dia mempersiapkan ucapan dalam hatinya, apa yang dia katakan mengenai al-Qur’ān? Apa kritikannya terhadap al-Qur’ān? Allah berfirman menentang dia: “maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan”; semoga Allah mengutuknya dan menghinakannya atas kalimat bodoh yang dia pikirkan di dalam hatinya. Dia mengatakan bahwa al-Qur’ān adalah sihir dan bahwa Muḥammad adalah penyihir. Ayat ini menertawakan al-Walīd karena menetapkan sesuatu yang tidak benar dan tidak mungkin diucapkan oleh orang yang berakal sehat. Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth disebutkan, ketika menganggap kesalahan besar dilakukan seseorang dan heran, bangsa ‘Arab berkata: “Semoga Allah mengutuknya.” Maksud mereka adalah hal itu sudah mencapai tingkatan di mana tidak seorang pun layak iri kepadanya dan bahkan pada pendenkinya berdoa buruk untuknya. Pertanyaan dalam kalimat “Bagaimanakah dia menetapkan.” artinya betapa aneh apa yang dia tetapkan. Ini sama dengan ucapan bangsa ‘Arab: “Lelaki apa ini?” Maksudnya, kok ada orang laki-laki sebesar ini. (8017).

Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan”; Allah mengulangi redaksi ini untuk menguatkan celaan kepada al-Walīd dan menjelekkan sifatnya serta untuk menertawakannya. Seolah Allah berfirman: “Semoga Allah mengutuknya.” Betapa aneh jalan pikirannya dan buah akalnya yang bijak, (8028) karena dia mengatakan: al-Qur’ān adalah sihir yang dipelajari. Ulama tafsir berkata: “Al-Walīd berpapasan dengan Nabi s.a.w. ketika beliau shalat dan membaca al-Qur’ān. Al-Walīd mendengarkan bacaan beliau dan terpengaruh olehnya. Dia segera berjalan menuju majlis kaumnya Bani Makhzūm. Lalu dia berkata: “Kami baru saja mendengar ucapan Muḥammad. Ucapan itu bukan ucapan manusia dan tidak termasuk ucapan jin. Demi Allah, ucapan itu begitu indah, menawan, bagian atasnya berbuah, bagian bawahnya (seakan ada air) yang deras. Ia tinggi dan tidak terkalahkan. Setelah berkata demikian, al-Walīd sudah pindah agama dan seluruh Quraisy akan pindah agama. Maka Abū Jahal berkata: “Kami akan membereskan dia.” Abū Jahal berangkat hingga duduk di samping al-Walīd dengan sedih. Lalu al-Walīd berkata: “Kenapa kamu bersedih, hai putra saudaraku?” Abū Jahal menjawab: “Bagaimana kami tidak sedih, sedangkan kabilah Quraisy mengumpulkan harta benda untuk membantumu dalam usia senjamu? Namun mereka mengatakan, kamu menghiasi ucapan Muḥammad dan kamu berpindah agama. Itu kamu lakukan untuk memperoleh sisa makanan Muḥammad dan sebagian hartanya! Maka al-Walīd marah dan berkata: “Tidakkah Quraisy tahu bahwa kami adalah yang paling banyak anak (pengikut) dan hartanya dari mereka? Apakah Muḥammad dan sahabatnya makan kenyang, sampai mereka mempunyai sisa makanan? Kemudian al-Walīd berdiri beserta Abū Jahal, hingga sampai di majlis kaumnya. Dia berkata kepada mereka: “Kalian mengatakan bahwa Muḥammad gila. Apakah kalian pernah melihat dia mencekik orang?” Mereka menjawab: “Tidak”. Al-Walīd berkata: “Kalian katakan Muḥammad dukun. Apakah kalian pernah melihat dia meramal?” Mereka menjawab: “Tidak”. Al-Walīd berkata: “Kalian mengatakan Muḥammad penyair. Apakah kalian pernah melihat dia mengucapkannya syair?” Mereka menjawab: “Tidak”. Al-Walīd berkata: “Kalian mengatakan Muḥammad pendusta. Apakah kalian pernah melihat atau mendengar dia berdusta?” Mareka menjawab: “Tidak”. Kaum Quraisy balik bertanya kepadanya: “Lalu apa Muḥammad itu?” Al-Walīd berpikir sejenak dan menjawab: “Dia hanyalah penyihir. Bukankah kalian pernah melihat dia memisahkan antara lelaki, keluarganya dan anaknya? Apa yang diucapkannya ini hanyalah sihir yang dipelajari.” Itulah tafsir firman Allah: “Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan….” (8039).

Kita tinggalkan al-Walīd berpikir dan menetapkan dan kini kita kembali kepadanya agar kita tahu apa yang dia lakukan kemudian. Allah berfirman: “Kemudian dia memikirkan”; dia memutar otaknya lagi memikirkan al-Qur’ān. “sesudah itu dia bermasam muka”; lalu ia mengerutkan wajahnya karena sempit oleh apa yang akan dia katakan. “dan merengut”; dia semakin jengkel, seperti orang yang memikirkan hal yang dia atur. Dalam at-Tasḥīl disebutkan: “Merengut lebih berat daripada masam muka.” (80410) “kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri”; lalu al-Walīd berpaling dari iman dan sombong untuk mengikuti kebenaran dan petunjuk. “lalu dia berkata: “(al-Qur’ān) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu)”; lalu dia berkata: “Apa yang diucapkan oleh Muhammad ini hanyalah sihir yang dia ceritakan dari para penyihir. “ini tidak lain hanyalah perkataan manusia”; ini bukan perkataan Allah. Ini hanyalah ucapan makhluk. Dengan al-Qur’ān ini Muḥammad menipu hati dan mempengaruhi hati, sebagaimana sihir mempengaruhi orang yang disihir. Al-Alūsī berkata: “Ini seperti taukid bagi kalimat pertama. Sebab maksud dari kedua jumlah adalah bahwa ucapan Muḥammad bukan al-Qur’ān atau ucapan Allah. Itulah sebabnya tidak di‘athaf-kan (digabungkan) dengan wāwu (dan). Jika kita mempelajari sejarah hidup al-Walīd, maka kita tahu bahwa dia mengatakan demikian karena menentang dan fanatisme Jahiliyyah. Ia melakukan itu bukan karena tidak tahu yang sebenarnya. (80511) Sebab kita tahu al-Walīd menyanjung al-Qur’ān dan membantah tudingan kaum kafir Quraisy kepada Nabi s.a.w. baik dituding gila, dukun dan penyair.

Catatan:


  1. 795). Tafsīr-ul-Baidhawī, 2/492. 
  2. 796). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 30/198. 
  3. 797). Sebagian ulama tafsir menyetujui pendapat az-Zamakhsyarī, bahwa yang masuk Islam adalah Khālid, ‘Imārah dan Hisyām. Namun yang benar adalah al-Walīd. Adapun ‘Imārah, dia mati kafir. Lihat Ḥāsyiyat-usy-Syihāb, 8/274. 
  4. 798). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 30/199. 
  5. 799). Tafsīr-ul-Qurthubī, 19/72. 
  6. 800). Diriwayatkan Tirmidzī dan Ḥākim dan dia men-shaḥīḥ-kannya. 
  7. 801). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/374. 
  8. 802). Ini sebagaimana dikatakan az-Zamakhsyarī: Ini adalah sanjungan kepada al-Walīd dengan cara menertawakan dengan arti bahwa apa yang dilakukannya sangat kacau dan salah. 
  9. 803). Lihat Tafsīr-ul-Qurthubī, 19/73, al-Khāzin, 4/176, At-Tafsīr-ul-Kabīr, 30/201, as-Sīrat-un-Nabawiyyah oleh Ibnu Hisyām. 
  10. 804). At-Tasḥīl, 4/161. 
  11. 805). Rūḥ-ul-Ma‘ānī, 29/124. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *