Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir asy-Syaukani (7/7)

Dari Buku:
TAFSIR FATHUL-QADIR
(Jilid 12, Juz ‘Amma)
Oleh: Imam asy-Syaukani

Penerjemah: Amir Hamzah, Besus Hidayat Amin
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir al-Munir – asy-Syaukani

Kemudian Allah menyerupakan pengingkaran mereka terhadap al-Qur’ān dengan keledai. Allah berfirman: (كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُّسْتَنْفِرَةٌ.) “Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut,” kalimat ini sebagai ḥāl dan dhamīr yang ada di dalam (مُعْرِضِيْنَ) sebagai tadakhul (tumpang-tindih). Maka (مُّسْتَنْفِرَةٌ) adalah (نافرة) “orang yang lari”. Boleh disebut (نفر) dan (استنفر), seperti (عجب) dan (استعجب), dan yang dimaksud keledai di sini adalah yang liar.

Jumhur ulama membaca (مُّسْتَنْفِرَةٌ) dengan harakat kasrah pada fā’, yakni (نافِرة) “yang lari”, sementara Nāfi‘ dan Ibnu ‘Āmir membaca dengan fatḥah, yakni: yang tercengang dan lari. Cara baca yang kedua ini dipilih oleh Abū Ḥātim, dan Abū ‘Ubaid berkata di dalam al-Kasysyāf: “(المستنفرة) adalah yang berlari kencang seolah-olah keinginan berlari itu timbul dari diri mereka sendiri.

(فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ) “Lari daripada singa.” Yakni, dari para pemanah yang memanahnya. (القسورة) berarti (الرامي) “pelempar” dan bentuk jama‘-nya adalah (قسورة), ini dinyatakan oleh Sa‘īd bin Jubair, ‘Ikrimah, Mujāhid, dan Qatādah, dan Ibnu Kaisān.

Suatu pendapat mengatakan: “Itu adalah singa.” Ini dinyatakan oleh ‘Athā’ dan al-Kalbī. Ibnu ‘Arafah menjelaskan: “Itu berasal dari (القسر) “memaksa” yang berarti (القهر) “menindas/penekanan”, karena hewan liar tertindas. Pendapat lain mengatakan: (القسورة) adalah suara-suara manusia. Yang lain mengatakan bahwa (القسورة) dengan bahasa ‘Arab berarti singa, dan dengan bahasa Habasyah (Abyssinia) berarti para pemanah. Ibn-ul-A‘rabi berkata: “(القسورة) adalah permulaan malam, yakni: lari dari kegelapan malam, ini dinyatakan oleh ‘Ikrimah. Pendapat pertama lebih tepat.

Semua yang keras dalam pengertian orang ‘Arab bisa disebut (قسورة). Di antara contoh penggunaan kata ini adalah ucapan seorang penyair:

يَا بَنْتِ كُوْنِيْ خَيْرة لِخَيْرِهِ أَخْوَالُهَا الْحَي وَ أَهْل الْقَسْوَرَة.

Wahai putriku balaslah kebaikannya dengan kebaikan

paman-pamannya penguasa dan pemilik kekuatan.”

Dan ucapan Labaid:

إِذَا مَا هَتَفْنَا هَتْفَةً فِيْ نَدْيِنَا أَتَانَا الرِّجَالُ الصَّائِدُوْنُ الْقَسَاوَر

Apabila kami berteriak sekali teriakan
maka datang para lelaki perkasa yang memburu.”

Di antara contoh pemutlakkannya kepada singa adalah perkataan seorang penyair:

مُضْمَر تُحَذرُه الْأَبْطَالُ كَأَنَّهُ الْقَسْوَر الرِّجَال.

Sesuatu yang tersembunyi….
Dihindari oleh para juara seakan-akan itu adalah para lelaki yang perkasa.”

(بَلْ يُرِيْدُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ أَنْ يُؤْتَى صُحُفًا مُّنَشَّرَةً.) “Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka.” Ini di-athaf-kan (dirangkaikan) kepada sesuatu yang diasumsikan yang diperlukan oleh keberadaan di sini, seakan-akan dikatakan: Mereka tidak hanya cukup menolak peringatan itu, melainkan menginginkan sesuatu. Para ahli tafsir berkata: Orang-orang kafir Quraisy berkata kepada Muḥammad s.a.w.: “Hendaknya di kepala masing-masing orang dari kami ditampilkan kitab yang terbuka dari Allah yang menyatakan bahwa engkau adalah utusan Allah.”

(الصحف) adalah (الكتب) “kitab-kitab”, kata tunggalnya adalah (صحيفة). (المنشرة) adalah (المنشورة المفتوحة) “Yang ditampilkan dan terbuka”. Ayat lain yang sama dengan ayat ini adalah firman-Nya: (حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ) “….Hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca.” (al-Isrā’ [17]: 93). Jumhur ulama membaca (مُّنَشَّرَةً) dengan tasydīd, sementara Sa‘īd bin Jubair membaca tanpa tasydīd. Jumhur ulama juga membaca dengan harakat dhammah pada huruf ḥā’ yang ada dalam kata (صحف), sementara Sa‘īd bin Jubair dengan sukūn.

Kemudian Allah membantah mereka atas perkataan mereka dan mengecam mereka. Dia berfirman: (كَلَّا بَلْ لَا يَخَافُوْنَ الْآخِرَةَ.) “Sekali-kali tidak. Sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat.” Yakni: adzab akhirat, karena jika mereka takut terhadap neraka, tentu mereka tidak akan mengomentari ayat-ayat al-Qur’ān ini. Ada yang mengatakan (كَلَّا) bermakna (حَقًّا) “benar-benar”.

Kemudian Allah mengulangi bantahan dan kecaman kepada mereka. Dia berfirman: (كَلَّا إِنَّهُ تَذْكِرَةٌ.) “Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya al-Qur’ān itu adalah peringatan.” Yakni, al-Qur’ān, atau, benar-benar itu adalah peringatan, dan maknanya: bahwa ia akan mengingat dengan peringatan itu dan menjalankan nasihat-nasihat al-Qur’ān.

(فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ.) “Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (al-Qur’ān).” Yakni, barang siapa menghendaki, tentu dia akan memberikan perhatian dengannya dan menjalankannya.

Kemudian Allah mengembalikan kehendak itu kepada Diri-Nya, dan berfirman: (وَ مَا يَذْكُرُوْنَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللهُ) “Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya kecuali (jika) Allah menghendakinya.” Jumhur ulama membaca (يَذْكُرُوْنَ) dengan huruf yā’, dan Nāfi‘ serta Ya‘qūb membaca dengan tā’, semuanya sepakat dengan takhfīf (tanpa tasydīd). Dan firman-Nya: (إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللهُ) “kecuali (jika) Allah menghendakinya.” Sebagai pengecualian yang memfakumkan dari kondisi-kondisi yang lebih umum.

Muqātil berkata: Kecuali jika Allah menghendaki memberi petunjuk kepada mereka. (هُوَ أَهْلُ التَّقْوى) “Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertaqwa kepada-Nya,” yakni: Dialah yang sejatinya untuk bertaqwa kepada-Nya orang-orang yang bertaqwa dengan tidak melakukan kemaksiatan-kemaksiatan terhadap-Nya dan melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada-Nya.

(وَ أَهْلُ الْمَغْفِرَةِ) “Dan berhak memberi ampun.” Yakni: Dialah sejatinya yang berhak mengampuni orang-orang yang beriman dari dosa-dosa yang terlanjur mereka lakukan, dan Dialah sejatinya yang berhak menerima pertobatan orang-orang yang bertaubat kepada-Nya dari kalangan orang-orang yang berbuat dan mengampuni dosa-dosa mereka.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr dari Ibnu ‘Abbās, tentang firman Allah: (كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ.) “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya,” ia berkomentar: “Dimintai pertanggungjawaban atas ‘amal perbuatannya.” Dan Ibnu Mundzir meriwayatkan darinya tentang firman-Nya: (إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِيْنِ.) “kecuali golongan kanan,” ia berkata: “Mereka adalah kaum muslimin.” Diriwayatkan oleh ‘Abd-ur-Razzāq, al-Firyābī, Sa‘īd bin Manshūr, Ibnu Syaibah, ‘Abd bin Ḥumaid, Ibnu Jarīr, Ibnu Mundzir, Ibnu Abī Ḥātim, dan al-Ḥākim dan ia menilainya shaḥīḥ, dari ‘Alī bin Abī Thālib, mengenai: (إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِيْنِ.) “kecuali golongan kanan,” ia berkomentar: “Mereka adalah anak-anak kaum muslimin.”

Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās tentang: (حَتَّى أَتَانَا الْيَقِيْنُ.) “Hingga datang kepada kami kematian”, ia berkomentar: “Kematian.” Diriwayatkan oleh Sa‘īd bin Manshūr, ‘Abd bin Ḥumaid, Ibnu Mundzir, Ibnu Abī Ḥātim, dan al-Ḥākim dan ia menilainya shaḥīḥ dari Abū Mūsā al-Asy‘arī tentang firman-Nya: (فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ) “Lari daripada singa”, ia menjelaskan: “Mereka adalah pemanah.”

‘Abd bin Ḥumaid, dan Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, ia berkata: “Para pemanah dan pemburu.” Dan diriwayatkan oleh Sa‘īd bin Manshūr, ‘Abd bin Ḥumaid, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abī Ḥātim dari Abū Jamrah, ia berkata: Aku mengatakan kepada Ibnu ‘Abbās bahwa qaswarah itu adalah singa, maka ia berkata: “Aku tidak mengetahui dari bahasa salah satu suku ‘Arab bahwa ia adalah singa, melainkan adalah sekumpulan orang-orang yang kuat.

Diriwayatkan oleh Sufyān bin ‘Uyainah, ‘Abd-ur-Razzāq, dan Ibnu Mundzir dari Ibnu ‘Abbās tentang: (مِنْ قَسْوَرَةٍ) “daripada singa”, ia berkata: “Yakni, suara-suara mereka. Diriwayatkan oleh Aḥmad, ad-Dārimī, at-Tirmidzī dan ia menilainya ḥasan, an-Nasā’ī, Ibnu Mājah, al-Bazzār, Abū Ya‘lā, Ibnu Jarīr, Ibnu Mundzir, Ibnu Abī Ḥātim, Ibnu ‘Adī dan ia menilainya shaḥīḥ, dan Ibnu Mardawaih, dari Anas r.a., bahwa Rasūlullāh s.a.w. membaca ayat ini: (هُوَ أَهْلُ التَّقْوى وَ أَهْلُ الْمَغْفِرَةِ) “Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertaqwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun.” Kemudian beliau bersabda:

قَالَ رَبُّكُمْ أَنَا أَهْلٌ أَنْ أُتَّقَى فَلَا يُجْعَلْ مَعِيْ إِلهٌ فَمَنِ اتَّقَانِيْ فَلَمْ يَجْعَلْ مَعِيْ إِلهًا فَأَنَا أَهْلٌ أَنْ أَغْفِرَ لَهُ.

Tuhan kalian berfirman: “Aku-lah yang berhak untuk kalian bertaqwa (kepada-Ku), maka janganlah dijadikan bersama-Ku tuhan yang lain. Barang siapa bertaqwa kepada-Ku dan tidak menjadikan tuhan lain bersama-Ku, maka Aku berhak mengampuninya.” (1691).

Dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abū Hurairah, Ibnu ‘Umar, dan Ibnu ‘Abbās riwayat yang serupa secara marfū‘.

Catatan:

  1. 169). Dha‘īf Jiddan; Aḥmad (3/142 dan 243), at-Tirmidzī (3328) dan ia berkata: “Hadits gharīb, Suhail bukanlah seorang yang kuat dalam periwayatkan hadits”, Ibnu Mājah (4299) dan dinilai dha‘īf oleh al-Albānī. Hadits ini di dalam sanad-nya terdapat Suhail bin ‘Abdullāh, al-Ḥāfizh berkomentar tentangnya: “Seorang yang dha‘īf”.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *