Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir asy-Syaukani (6/7)

Dari Buku:
TAFSIR FATHUL-QADIR
(Jilid 12, Juz ‘Amma)
Oleh: Imam asy-Syaukani

Penerjemah: Amir Hamzah, Besus Hidayat Amin
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir al-Munir – asy-Syaukani

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ. إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِيْنِ. فِيْ جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُوْنَ. عَنِ الْمُجْرِمِيْنَ. مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ. قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَ. وَ لَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِيْنَ. وَ كُنَّا نَخُوْضُ مَعَ الْخَائِضِيْنَ. وَ كُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّيْنِ. حَتَّى أَتَانَا الْيَقِيْنُ. فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِيْنَ. فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِيْنَ. كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُّسْتَنْفِرَةٌ. فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ. بَلْ يُرِيْدُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ أَنْ يُؤْتَى صُحُفًا مُّنَشَّرَةً. كَلَّا بَلْ لَا يَخَافُوْنَ الْآخِرَةَ. كَلَّا إِنَّهُ تَذْكِرَةٌ. فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ. وَ مَا يَذْكُرُوْنَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللهُ، هُوَ أَهْلُ التَّقْوى وَ أَهْلُ الْمَغْفِرَةِ

74: 38. Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya,
74: 39. kecuali golongan kanan.
74: 40. Berada di dalam surga, mereka tanya-menanya,
74: 41. tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa,
74: 42. “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”
74: 43. Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
74: 44. dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin,
74: 45. dan adalah kami membicarakan yang bāthil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya,
74: 46. dan adalah kami mendustakan Hari Pembalasan,
74: 47. hingga datang kepada kami kematian.”
74: 48. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa‘at dari orang-orang yang memberikan syafa‘at.
74: 49. Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?”
74: 50. Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut,
74: 51. lari daripada singa.
74: 52. Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka.
74: 53. Sekali-kali tidak. Sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat.
74: 54. Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya al-Qur’ān itu adalah peringatan.
74: 55. Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (al-Qur’ān).
74: 56. Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertaqwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun.
(al-Muddatstsir [74]: 38-56).

 

(كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ.) “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya,” yakni: dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya dan tersandera dengannya, entah akan melepaskannya atau membinasakannya.

(الرهينة) adalah isim (kata benda) yang bermakna (الرهن) “gadai/sandera”, seperti (الشيمة) yang bermakna (الشيم) “kebiasaan”, dan bukan sifat, karena jika ia sifat maka akan dikatakan (رهين), karena kata yang ber-wazan (فعيل) berlaku untuk mudzakkar dan mu’annats. Maknanya: setiap diri tersandera dengan ‘amal perbuatannya, tidak dilepaskan begitu saja.

(إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِيْنِ.) “kecuali golongan kanan,” karena mereka tidak tersandera dengan dosa-dosa mereka, melainkan mereka dibebaskan karena telah berlaku ‘amal kebaikan. Di sini ada perbedaan pendapat mengenai penunjukkan siapa mereka; ada yang mengatakan mereka adalah para malaikat, ada yang mengatakan orang-orang yang beriman, dan ada yang mengatakan anak-anak kaum muslimin. Ada pula yang mengatakan mereka adalah yang berada di sisi kanan Ādam a.s., ada yang mengatakan mereka yang mendapat karunia Allah tanpa ‘amal, dan ada yang mengatakan mereka orang-orang yang dipilih Allah untuk menjadi pembantu-pembantuNya.

(فِيْ جَنَّاتٍ) “Berada di dalam surga” berada pada posisi rafa‘, sebagai khabar untuk mubtada’ yang dihilangkan. Kalimat ini sebagai permulaan untuk pertanyaan yang ada sebelumnya. Boleh juga (فِيْ جَنَّاتٍ) “Berada di dalam surga” ini menjadi ḥāl (keterangan kondisi) untuk (أَصْحَابَ الْيَمِيْنِ.) “golongan kanan,” atau menjadi ḥāl dari subyek (يَتَسَاءَلُوْنَ) “mereka tanya-menanya”, dan boleh juga menjadi zharaf untuk (يَتَسَاءَلُوْنَ) “mereka tanya-menanya”.

Dan firman-Nya: (يَتَسَاءَلُوْنَ) “mereka tanya-menanya” boleh saja menjadi pembahasannya tersendiri. Yakni: Sebagian dari mereka saling bertanya kepada sebagian yang lain. Dan, boleh juga bermakna (يَسْأَلُوْنَ) “bertanya”, yakni: menanyakan langsung kepada yang lain mengenai kondisinya. Berdasarkan pendapat ayang pertama, maka (عَنِ الْمُجْرِمِيْنَ) “tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa,” terkait dengan (يَتَسَاءَلُوْنَ) “mereka tanya-menanya”, yakni: sebagian mereka saling bertanya kepada sebagian yang lain mengenai keadaan orang-orang yang berdosa. Dan berdasarkan pendapat yang kedua, maka (عَنِ) di sini sebagai tambahan, yakni: menanyakan orang-orang yang berdosa.

Firman Allah: (مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ) ““Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”” ini berdasarkan estimasi adanya perkataan yang lain, yakni: mereka saling menanyakan tentang orang-orang yang berdosa, mereka menanyakan kepada mereka: “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar?” atau menanyakan langsung kepada mereka dengan pertanyaan: “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar?” Kalimat ini berdasarkan dua estimasi di atas berkedudukan nashab sebagai ḥāl, dan maknanya: “Apa yang membuat kalian masuk ke dalam Saqar?” engkau biasa mengatakan: (سلكت الخيط في كذا) “aku memasukkan jahitan ke dalam anu” apabila engkau memasukkannya ke dalamnya.

Al-Kalbī berkata: Seseorang dari penghuni surga bertanya kepada seseorang dari penghuni neraka dengan namanya, dan mengatakan kepadanya: “Wahai fulan, apa yang membuatmu masuk neraka? Ada yang berpendapat, bahwa para malaikat bertanya kepada para malaikat yang lain tentang kerabat mereka, maka beberapa malaikat bertanya kepada orang-orang musyrik dan mengatakan: “Apa yang memasukkan kalian ke neraka.” Al-Farrā’ berkata: “Dari ayat ini diperkuat bahwa golongan kanan adalah para anak-anak, karena mereka tidak mengenal dosa.”

(قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَ.) “Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” Yakni: Tidak termasuk orang-orang yang beriman yang mengerjakan shalat karena Allah semasa di dunia.

(وَ لَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِيْنَ.) “dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin.” Yakni: tidak bersedekah kepada fakir miskin. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud kedua hal ini adalah shalat wajib dan zakat wajib, karena tidak ada penyiksaan untuk sesuatu yang tidak wajib. Dari sini juga diambil dalil bahwa orang-orang kafir termasuk yang dibebani dengan beban syariat (mukhāthab bi syar‘iyyat).

(وَ كُنَّا نَخُوْضُ مَعَ الْخَائِضِيْنَ.) “dan adalah kami membicarakan yang bāthil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya.” Yakni: mempergauli orang-orang yang bathil dan ikut serta dalam kebathilan mereka. Qatādah berkata: “Setiap ada yang jatuh, maka kami ikut jatuh bersamanya.” As-Suddī berkata: “Kami berdusta bersama orang-orang yang berdusta.” Ibnu Zaid berkata: “Kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya tentang perihal Muḥammad s.a.w., yaitu perkataan mereka (tentang Nabi s.a.w.): “Seorang pendusta, orang gila, penyihir, penyair, dst.”

(وَ كُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّيْنِ.) “dan adalah kami mendustakan Hari Pembalasan.” Yaitu, Hari Perhitungan dan Pembalasan.

(حَتَّى أَتَانَا الْيَقِيْنُ.) “hingga datang kepada kami kematian.” Yaitu: kematian, sebagaiman firman-Nya: (وَ اعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ.) “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (al-Ḥijr [15]: 99).

(فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِيْنَ.) “Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa‘at dari orang-orang yang memberikan syafa‘at” Yakni: syafa‘atnya para malaikat dan para nabi sebagaimana itu berguna bagi orang-orang yang shaleh.

(فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِيْنَ.) “Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?”” (التَّذْكِرَةِ) berarti mengingatkan dengan nasihat-nasihat al-Qur’ān. Huruf fā’ di sini untuk ketertiban susunan pengingkaran berpalingnya mereka dari peringatan dengan yang sebelumnya mengenai keharusan-keharusan menerima peringatan tersebut. Manshūb-nya (مُعْرِضِيْنَ) karena sebagai ḥāl dari dhamīr yang terkait jarr dan majrūr. Yakni, Apakah yang terjadi kepada mereka ketika mereka berpaling dari al-Qur’ān yang berisikan peringatan yang besar dan nasihat yang agung.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *