Surah al-Ma’un 107 ~ Tafsir al-Qur’an-ul-Majid an-Nur

Judul Buku:
TAFSĪR AL-QUR’ĀNUL MAJĪD AN-NŪR

JILID 4

Penulis: Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Diterbitkan oleh: Cakrawala Publishing

Surat Ke-107

AL-MĀ‘ŪN

Surat al-Mā‘ūn bermakna barang-barang berguna. Diturunkan di Makkah sesudah surat at-Takātsur, terdiri dari 7 ayat.

 

A. KANDUNGAN ISI

Ada yang mengatakan surat ini termasuk surat Madaniyyah. Isi surat ini menjelaskan hal-hal yang ghaib dan hari pembalasan, yaitu: membentak anak yatim, tidak mau mendorong manusia untuk memberikan makanan kepada orang miskin, orang yang shalat dengan hati dan jiwa yang lalai, tidak merasakan kebesaran Allah, tidak menunaikan shalat dengan khusyū‘ dan memahami maksudnya, serta tentang orang yang tidak mau memberikan pertolongan kepada sesamanya.

 

B. KAITAN DENGAN SURAT SEBELUMNYA

Persesuaian antara surat yang telah lalu (al-Quraisy) dan surat ini adalah:

  1. Dalam surat yang telah lalu dijelaskan bahwa Tuhanlah yang memberikan makanan kepada orang Quraisy, sehingga mereka tidak lagi mengalami kelaparan. Adapun dalam surat ini, Allah mencela orang yang tidak mau mendorong orang lain untuk memberikan makanan kepada fakir miskin.
  2. Dalam surat yang telah lalu, Allah telah memerintahkan orang Quraisy supaya menyembah Allah yang memiliki Ka‘bah, sedangkan dalam surat ini, Allah mencela orang yang shalat dengan jiwa yang lalai.
  3. Dalam surat yang telah lalu, Allah menjelaskan hikmah-hikmah yang telah diberikan kepada orang-orang Quraisy, namun mereka tetap saja mengingkari hari bangkit. Dalam surah ini, Allah mengancam umat yang bersikap demikian.

 

C. TAFSIR SURAT AL-KAUTSAR

Macam-macam riyā’

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Bismillāhirraḥmānirraḥīm

Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pemurah, yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya.

 

أَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ.

A ra’aital ladzī yukadzdzibu bid dīn.

“Apakah kamu mengetahui tentang orang yang mendustakan agama?”

(al-Mā’ūn [107]: 1)

Apakah kamu mengetahui, siapakah orang yang mendustakan masalah ketuhanan dan masalah yang ghaib? Kamu dapat mengetahui orang itu, dengan memperhatikan tingkah laku mereka.

فَذلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَ.

Fā dzālikal ladzī yadu‘‘ul-yatīm.

“Itulah orang-orang yang menghardik anak yatim.”

(al-Mā’ūn [107]: 2)

Orang yang mendustakan negeri akhirat itu adalah mereka yang menghardik anak yatim, tidak mau memberikan haknya, baik yang merupakan harta mereka yang berada dalam kekuasaannya ataupun yang tidak suka bersedekah.

وَ لَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِ.

Wa lā yaḥudhdhu ‘alā tha‘āmil miskīn.

“Tidak menganjurkan untuk memberikan makanan kepada orang yang miskin.”

(al-Mā’ūn [107]: 3)

Dan orang yang tidak mau memberikan makanan kepada orang miskin, dan tidak mau menganjurkan orang lain untuk bersedekah kepada fakir-miskin. (11) Firman Allah ini memberikan pengertian bahwa apabila kita tidak mampu sendirian menolong orang miskin, maka wajiblah kita mencari pertolongan kepada orang lain yang mampu, dan menggerakkan masyarakat untuk mencari pertolongan, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga sosial yang menyantuni fakir miskin dan anak yatim.

Jelasnya, orang yang dipandang mendustakan agama mempunyai dua sifat, yaitu:

  1. Memandang rendah orang-orang yang lemah dan menyombongkan diri terhadap mereka.
  2. Tidak mau mengeluarkan harta untuk kepentingan orang-orang fakir dan orang-orang yang memerlukan, serta tidak mau berusaha untuk kepentingan mereka itu.

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَ. الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْنَ.

Fa wailul lil mushallīn. Alladzīna hum ‘an shalātihim sāhūn.

“Maka, kehinaan dan ‘adzab bagi orang-orang yang shalat. Yaitu orang yang lalai dari shalatnya.”

(al-Mā’ūn [107]: 4-5)

Allah menimpakan ‘adzab kepada orang yang shalat hanya gerakan tubuh dan lisannya, tetapi tidak tampak pengaruh shalat pada dirinya dan tidak menghasilkan buah yang diharap dari shalat itu. Dia shalat dengan hati yang lalai, tidak menghayati makna dari apa yang dibaca dan dilakukannya. Dia hanya melakukan beberapa gerakan yang telah dibiasakan dan membaca beberapa kalimat yang telah dihafalnya, sedangkan jiwanya tidak mengetahui makna gerakan-gerakan yang dilakukannya dan rahasia bacaan-bacaan yang diucapkannya.

 

الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاؤُوْنَ.

Alladzīna hum yurā’ūn.

“Yang mengerjakannya untuk dilihat orang.”

(al-Mā’ūn [107]: 6)

Mereka melakukan beberapa gerakan shalat hanya untuk bisa dilihat orang lain. Tetapi mereka tidak memahami hikmah-hikmah dan rahasia perbuatan itu. Tegasnya, dia beribadat hanya untuk memamerkannya kepada orang lain supaya mendapatkan pujian dan penghormatan dari orang yang melihatnya atau hanya karena ada tujuan politis di baliknya.

وَ يَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ

Wa yamna‘ūnal mā‘ūn.

“Dan enggan memberikan barang-barang yang sangat bermanfaat.” (22)

(al-Mā’ūn [107]: 7)

Di samping beribadat secara riyā’, mereka juga sangat kikir, tidak memberikan atau meminjamkan kepada orang lain sesuatu yang biasa dipinjamkan. Misalnya, periuk, belanga, kapak, palu, dan sebagainya.

Imām Muḥammad ‘Abduh mengatakan: “Orang-orang yang mengerjakan shalat hanya sekadar untuk dilihat orang, bersedekah hanya untuk mempertahankan kedudukannya, dan tidak bangkit berusaha dengan dorongan rahmat yang bergejolak di dalam dadanya untuk membantu memenuhi kebutuhan orang yang sangat memerlukan, orang-orang yang demikian itu tidak mengambil manfaat dari shalatnya. Mereka juga tidak berusaha membebaskan diri dari golongan yang mendustakan agama.”

Catatan:


  1. 1). Baca QS. al-Ma‘ārij [70]: 24-25, QS. an-Nisā’ [4]: 142. 
  2. 2). Kaitkan dengan QS. al-Baqarah [2]: 45, bagian awal QS. al-Mā’idah [5]. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *