Surah ke 107; 7 ayat
Al-Mā‘ūn
(barang-barang yang berguna).
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Pembuka Surah al-Mā‘ūn.
Orang yang disingkapkan kepadanya rahasia-rahasia agama yang lurus, hikmah dari hukum-hukum yang terkandung dalam ajaran syari‘at yang benar, dan kemaslahatan taklīf yang berasal dari Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana; pasti mengetahui bahwa rahasia peribadatan, keberagamaan, dan ketundukan adalah berbudi pekerti kepada Allah s.w.t., dan menunaikan semua hak ke-rubūbiyah-an dan tuntutan ketuhanan-Nya dengan baik. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang melalaikan dan meremehkan penunaian hak ini, berarti ia telah menyimpang dari jalan peribadatan. Oleh karena itu ia berhak mendapat celaan dan kebinasaan dari Allah s.w.t., Dzat Yang Maha Menuntut Balas lagi Maha Cemburu, sebagaimana yang disebutkan-Nya dalam surah ini dengan nada pertanyaan yang mengindikasikan keheranan dan penyangkalan. Setelah memberikan keberkahan, Allah s.w.t. berfirman: (بِسْمِ اللهِ) [Dengan menyebut nama Allah] yang telah menempatkan agama ini di tengah-tengah manusia untuk memberi petunjuk kepada mereka menuju dār-us-salām, (الرَّحْمنِ) [Yang Maha Pemurah] kepada mereka dengan cara menurunkan berbagai macam taklif dan hukum, (الرَّحِيْمِ) [lagi Maha Penyayang] kepada mereka dengan cara mengantarkan mereka ke tempat tertinggi dan maqam termulia.
Ayat 1.
(أَرَأَيْتَ) [Tahukah kamu] maksudnya: adakah kamu tahu siapakah orang yang berlaku durhaka dan (الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ) [yang mendustakan agama]; yaitu hari pembalasan dan penghisaban yang telah dijanjikan, untuk memeriksa amal dan perbuatan yang dilakukan pada saat di dunia?
Ayat 2.
Yang dimaksud sebagai pendusta dan orang yang ingkar (فَذلِكَ) [itu] adalah (الَّذِيْ يَدُعُّ) [orang yang menghardik] dan menolak – dengan kekerasan yang berlebihan – , (الْيَتِيْمَ) [anak yatim] yang datang kepada si penghardik untuk memanfaatkan harta miliknya sendiri yang berada di tangan si penghardik, dikarenakan si penghardik ini berkedudukan sebagai penjaga dan wali bagi si yatim. Ada yang berpendapat kalau si penghardik ini adalah al-Walīd bin al-Mughīrah, dan ada pula yang berpendapat lain. Semua itu tidak lain karena kebakhilan dan kekejiannya yang begitu besar.
Ayat 3.
(وَ) [Dan] di antara kebakhilan, kekejian, dan kekikirannya yang berlebihan itu adalah ia (لَا يَحُضُّ) [tidak menganjurkan] maupun mendorong orang lain untuk (عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِ) [memberi makan orang miskin]. Maksudnya, ia tidak mau memberi makan anak yatim dan tidak pula ridha memberi makan orang lain karena ketamakan dan kekikirannya yang begitu besar. Ini merupakan tanda-tanda pendustaannya terhadap agama dan adanya hari pembalasan secara zhahir.
Ayat 4.
Sedangkan tanda-tanda secara bathin berupa (فَوَيْلٌ) [kecelakaan] yang besar dan siksaan yang menyakitkan (لِّلْمُصَلِّيْنَ) [bagi orang-orang yang shalat], namun mendustakan hari pembalasan dan mengingkari ajaran-ajaran agama yang sudah sangat jelas.
Ayat 5.
Mereka adalah (الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ) [orang-orang yang lalai dari shalatnya], tidak mengerjakan shalat tepat pada waktunya, dan tidak secara rutin mengerjakannya.
Ayat 6.
Bahkan sebaliknya, mereka menjadi (الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاؤُوْن) [orang-orang yang berbuat riyā’] dalam shalatnya dengan cara menunaikan shalat dengan penuh kekhusyu‘an saat berada di depan umum, namun meninggalkannya saat mereka sedang sendiri karena ketidaksiapan dan ketidakyakinan mereka terhadap perintah shalat dengan balasan yang dihasilkan darinya, serta karena peremehan dan kemalasan mereka untuk mengerjakan shalat yang merupakan tiang agama dan gambaran tauhid dan keyakinan yang tertinggi.
Ayat 7.
(وَ يَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ) [Dan enggan (menolong dengan) barang berguna], yakni enggan membayar zakat yang dapat membersihkan jiwa mereka dari ketamakan yang tercela dan kebakhilan yang buruk, serta tidak mau bersikap dermawan yang menghasilkan berbagai macam kebaikan yang dapat menghancurkan sifat pamer.
Penutup Surah al-Mā‘ūn.
Wahai orang yang mencari jalan kebenaran yang hakiki dengan melakukan ketaatan dan itba‘; kamu harus membersihkan zhahir dan bathinmu dari segala macam kotoran yang dapat menghilangkan keadilan Ilahi dan membebaskan sirr-mu dari keberpalingan kepada selain Allah s.w.t. supaya shalat yang kamu kerjakan benar-benar ditujukan kepada-Nya, dan menjadi tangga maknawi yang mengantarkanmu pada tindakan mengesakan-Nya.
Berhati-hatilah kamu dengan sifat pamer dan berdebat dengan sesamamu, berlaku sombong kepada mereka, menampakkan kekayaan dan kekuasaan di tengah-tengah mereka dengan harta dan pangkat yang kamu miliki. Sebab tindakan tersebut dapat mematikan hatimu, memperbesar hawa nafsumu, menjauhkanmu dari Rabbmu, dan membahayakanmu di kehidupan dunia dan akhiratmu.