إِنَّهُمْ يَرَوْنَهُ بَعِيْدًا. وَ نَرَاهُ قَرِيْبًا. يَوْمَ تَكُوْنُ السَّمَاءُ كَالْمُهْلِ. وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ. وَ لَا يَسْأَلُ حَمِيْمٌ حَمِيْمًا. يُبَصَّرُوْنَهُمْ
70: 6. Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil).
70: 7. Sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi).
70: 8. Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak.
70: 9. Dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang beterbangan),
70: 10. dan tidak ada seorang teman akrab pun menanyakan temannya,
70: 11. Sedang mereka saling melihat.
(Qs. al-Ma‘ārij [70]: 6-11)
Ta’wīl firman Allah: (إِنَّهُمْ يَرَوْنَهُ بَعِيْدًا. وَ نَرَاهُ قَرِيْبًا. يَوْمَ تَكُوْنُ السَّمَاءُ كَالْمُهْلِ. وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ. وَ لَا يَسْأَلُ حَمِيْمٌ حَمِيْمًا. يُبَصَّرُوْنَهُمْ) “Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil). Sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi). Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak. Dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang beterbangan), dan tidak ada seorang teman akrab pun menanyakan temannya, sedang mereka saling melihat.”
Maksudnya adalah, sesungguhnya orang-orang musyrik melihat ‘adzab yang mereka minta dan pasti akan terjadi pada mereka, jauh terjadinya (mustahil). Adapun Allah memberitahukan hal itu, bahwa mereka melihatnya jauh terjadinya , karena mereka tidak mempercayai ‘adzab itu dan mengingkari adanya kebangkitan setelah kematian, di samping tidak mempercayai adanya pahala serta hukuman. Allah lalu berfirman bahwa mereka melihatnya tidak terjadi, dan Kami melihatnya dekat (pasti terjadi), karena sudah ada, dan setiap yang akan datang dekat (pasti terjadi). (8671).
Firman-Nya: (يَوْمَ تَكُوْنُ السَّمَاءُ كَالْمُهْلِ.) “Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak,” maksudnya adalah pada hari langit menjadi seperti sesuatu yang cair.
Sebelumnya telah saya jelaskan makna al-muhlu, dengan dalil-dalil yang menguatkannya. Namun para ‘ulamā’ berbeda pendapat tentangnya. Kami juga telah menyebutkan pendapat ‘ulamā’ salaf dalam hal itu, maka tidak perlu diulang kembali. (8682).
Firman-Nya: (وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ.) “Dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang beterbangan),” maksudnya adalah, gunung-gunung menjadi seperti bulu-bulu (yang beterbangan).
Pakar ta’wīl berpendapat seperti yang kami katakan. Riwayat-riwayat yang menjelaskan demikian adalah:
Firman-Nya: (وَ لَا يَسْأَلُ حَمِيْمٌ حَمِيْمًا. يُبَصَّرُوْنَهُمْ) “Dan tidak ada seorang teman akrab pun menanyakan temannya, sedang mereka saling melihat,” maksudnya adalah, tidak ada seorang teman akrab pun menanyakan tentang temannya bagaimana keadaannya, lantaran sangat sibuk mengurus keadaan dirinya.
Pakar ta’wīl berpendapat seperti yang kami katakan. Riwayat yang menjelaskan demikian adalah:
Firman-Nya: (يُبَصَّرُوْنَهُمْ) “sedang mereka saling melihat.” Pakar ta’wīl berbeda pendapat tentang maksud huruf hā’ dan mim pada firman-Nya: (يُبَصَّرُوْنَهُمْ) “sedang mereka saling melihat.”
Sebagian berkata: “Maksudnya adalah para kerabat, mereka mengenal kerabatnya, dan setiap orang mengenal teman dekatnya. Itulah yang diperlihatkan Allah kepada mereka.” Riwayat-riwayat yang menjelaskan demikian adalah:
Pakar ta’wīl yang lain berkata: “Maksudnya adalah orang-orang kafir yang mengikuti orang kafir lainnya ketika di dunia, bahwa mereka mengenal pengikutnya di neraka.” Riwayat yang menjelaskan demikian adalah:
Pendapat yang lebih utama untuk dibenarkan menurut kami adalah pendapat yang mengatakan bahwa maknanya yaitu, tidak ada seorang teman dekat pun yang menanyakan urusan temannya, akan tetapi mereka saling melihat dan mengenal. Kemudian sebagian dari mereka lari dari sebagian lainnya, sebagaimana firman-Nya: (يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيْهِ. وَ أُمِّهِ وَ أَبِيْهِ. وَ صَاحِبَتِهِ وَ بَنِيْهِ. لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيْهِ.) “Pada hari ketika manusia lari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (Qs. ‘Abasa [80]: 34-37).
Menurut kami, pendapat itu lebih utama untuk dibenarkan, karena lebih menyerupai pernyataan yang ada di dalam al-Qur’ān, sebab firman-Nya: (يُبَصَّرُوْنَهُمْ) “Sedang mereka saling melihat,” setelah firman-Nya: (وَ لَا يَسْأَلُ حَمِيْمٌ حَمِيْمًا) “Dan tidak ada seorang teman akrab pun menanyakan temannya,” dan karena hā’ dan mīm dari penyebutan mereka lebih menyerupai daripada disebutkannya selain mereka.
Ada perbedaan bacaan dalam membaca firman-Nya: (وَ لَا يَسْأَلُ).
Penduduk semua negeri pada umumnya membaca seperti itu selain Abū Ja‘far al-Qārī dan Syaibah, atau mereka membacanya dengan fatḥah pada huruf yā’. Sedangkan Abū Ja‘far dan Syaibah membacanya wa lā yus’alu, dengan dhammah pada huruf yā’, yakni, tidak dikatakan kepada temannya: “Di mana temanmu?” Sebagian mereka juga tidak meminta kepada sebagian lainnya.” (87812).
Bacaan yang benar menurut kami adalah dengan fatḥah pada huruf yā’, yang artinya, manusia tidak saling menanyakan antara sebagian mereka dengan sebagian lain tentang urusannya. Juga karena benarnya makna itu, serta menyatunya argumentasi orang yang membacanya seperti itu.
***
يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِيْ مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيْهِ. وَ صَاحِبَتِهِ وَ أَخِيْهِ. وَ فَصِيْلَتِهِ الَّتِيْ تُؤْوِيْهِ. وَ مَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ يُنْجِيْهِ.
70: 11. ….. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari ‘adzab hari itu dengan anak-anaknya.
70: 12. Dan istrinya dan saudaranya,
70: 13. Dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia).
70: 14. Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya.
(Qs. al-Ma‘ārij [70]: 11-14)
Ta’wīl firman Allah: (يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِيْ مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيْهِ. وَ صَاحِبَتِهِ وَ أَخِيْهِ. وَ فَصِيْلَتِهِ الَّتِيْ تُؤْوِيْهِ. وَ مَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ يُنْجِيْهِ.) “Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari ‘adzab hari itu dengan anak-anaknya. Dan istrinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya.”
Maksudnya adalah, pada hari itu orang kafir ingin menebus dirinya dari ‘adzab Allah dengan anak-anaknya, istri-istrinya, saudaranya, dan familinya.
Lafazh (الَّتِيْ تُؤْوِيْهِ) “Yang melindunginya (di dunia)” maksudnya adalah orang yang melindunginya, termasuk istrinya karena kedekatannya antara dia dengan istrinya, dan menebusnya dengan semua makhluk secara keseluruhan, kemudian hal itu menyelamatkannya dari ‘adzab Allah kepadanya pada hari itu.
Allah s.w.t. dalam ayat ini memulai dengan menyebutkan anak-anak, kemudian pendamping (istri), kemudian saudara, sebagai pemberitahuan dari Allah kepada hamba-hambanya, bahwa orang kafir apabila ingin menebus dirinya dalam suatu bencana, maka dia mengorbankan mereka untuk dirinya, dan dengan tebusan orang yang dicintainya itu dia pasti mendapatkan jalan keluar. Namun itu di dunia, sebab mereka adalah orang-orang yang hubungan kekeluargaannya paling dekat.
Pakar ta’wīl berpendapat seperti yang kami katakan. Riwayat-riwayat yang menjelaskan demikian adalah:
Abū Ḥayawiyyh, Syaibah, Abū Ja‘far, dan al-Bazzā’ī membacanya berdasarkan maf‘ūl (subjek).