Surah al-Ma’arij 70 ~ Tafsir asy-Syaukani (5/6)

Dari Buku:
TAFSIR FATHUL-QADIR
(Jilid 12, Juz ‘Amma)
Oleh: Imam asy-Syaukani

Penerjemah: Amir Hamzah, Besus Hidayat Amin
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Surah al-Ma'arij 70 ~ Tafsir asy-Syaukani

وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَ عَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُوْنَ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ. أُولئِكَ فِيْ جَنَّاتٍ مُّكْرَمُوْنَ. فَمَالِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا قِبَلَكَ مُهْطِعِيْنَ. عَنِ الْيَمِيْنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ عِزِيْنَ. أَيَطْمَعُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ أَنْ يُدْخَلَ جَنَّةَ نَعِيْمٍ. كَلَّا إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِّمَّا يَعْلَمُوْنَ.

70: 32. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
70: 33. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.
70: 34. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.
70: 35. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.
70: 36. Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu,
70: 37. Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok?
70: 38. Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam surga yang penuh kenikmatan?
70: 39. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani).
(QS. al-Ma‘ārij [70]: 32-39).

 

(وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَ عَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ.) “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” Yakni tidak menyalahi sama sekali amanat-amanat yang dibebankan kepadanya dan tidak melanggar janji yang telah dibuatnya. Jumhur ‘ulamā’ membaca (لِأَمَانَتِهِمْ) dengan bentuk jama‘, sedangkan Ibnu Katsīr dan Ibnu Muḥaisin membaca (لِأَمَانَاتِهِمْ) dengan bentuk mufrad, yang dimaksud adalah jenisnya.

 

(وَ الَّذِيْنَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُوْنَ.) “Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.” Yakni memberikan kesaksiannya pada kerabat maupun bukan kerabat, orang yang berkedudukan tinggi dan rendah, tidak menyembunyikan dan tidak mengubahnya. Pembahasan mengenai persaksian telah dijelaskan dalam surah al-Baqarah. Jumhur ‘ulamā’ membaca (بِشَهَادَتِهِمْ) dengan bentuk mufrad, sedangkan Ḥafsh dan Ya‘qūb, dan ini adalah salah satu riwayat dari Ibnu Katsīr, membacanya dengan bentuk jama‘.

Al-Wāḥidī berkomentar, dengan bentuk mufrad lebih tepat karena itu adalah bentuk mashdar, adapun orang yang membaca dengan jama‘ berpendapat adanya perbedaan antara berbagai macam persaksian. Al-Farrā’ berkata: “Yang menunjukkan cara baca dengan bentuk mufrad adalah firman Allah: (وَ أَقِيْمُوا الشَّهَادَةَ للهِ.) “Dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.” (Qs. ath-Thalāq [65]: 2).

 

(وَ الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ.) “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” Yakni menjaga bacaan-bacaannya, rukun-rukun, dan syarat-syaratnya, dan tidak menyalahi sama sekali dari semua itu. Qatādah berkata: “Memelihara wudhu’, ruku‘, dan sujudnya.” Ibnu Juraij berkata: “Yang dimaksud adalah memelihara shalat-shalat sunnah yang mengiringinya.” Pengulangan penyebutan shalat di sini berdasarkan perbedan orang-orang yang disifati dengannya pada golongan pertama dan golongan kedua. Makna “tetap melaksanakan shalat” di sini hendaknya tidak disibukkan oleh kesibukan apapun hingga meninggalkan shalat, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Makna “memelihara” adalah hendaknya memelihara perkara-perkara yang shalat tidak akan sempurna kecuali dengannya.

Suatu pendapat mengatakan yang dimaksud “memelihara shalat” adalah setelah melaksanakannya, yaitu hendaknya tidak melakukan hal-hal yang dapat menghilangkan pahalanya. Pengulangan isim maushūl pada setiap ayat menunjukkan keagungan setiap sifat itu yang masing-masing orang yang disifati dengannya pantas dipisahkan sebagai golongan tersendiri.

 

(أُولئِكَ فِيْ جَنَّاتٍ مُّكْرَمُوْنَ.) “Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.” Isyarat dengan lafazh (أُولئِكَ) ditujukan kepada orang-orang yang disifati dengan sifat-sifat tersebut (فِيْ جَنَّاتٍ مُّكْرَمُوْنَ.) “Di surga lagi dimuliakan” yakni menetap di sana dalam keadaan dimuliakan dengan berbagai kemuliaan. Khabar mubtada’ di sini adalah lafazh (فِيْ جَنَّاتٍ) dan lafazh (مُّكْرَمُوْنَ) adalah khabar kedua, atau boleh saja dikatakan bahwa khabar-nya adalah (مُّكْرَمُوْنَ) dan kalimat (فِيْ جَنَّاتٍ) terkait dengannya.

 

(فَمَالِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا قِبَلَكَ مُهْطِعِيْنَ.) “Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu.” Yakni apakah yang mereka miliki di sekitarmu sehingga mereka bergegas. Al-Akhfasy berkata: (مُهْطِعِيْنَ) artinya (مُسْرِعِيْنَ) “cepat-cepat”. Di antara contoh penggunaan kata ini adalah perkataan seorang penyair:

بِمَكَّةَ أَهْلُهَا وَ لَقَدْ أَرَاهَا إِلَيْهَا مُهْطِعِيْنَ إِلَى السِّمَاعِ

Keluarganya berada di Makkah, dan aku terkadang melihat mereka bergegas menyimak.”

Suatu pendapat menyatakan bahwa maknanya adalah: Mengapa mereka bersegera duduk di sampingmu dan tidak melaksanakan apa yang kau perintahkan kepada mereka. Pendapat lain menyatakan mengapa mereka bersegera mendustakan. Pendapat lain menyatakan mengapa orang-orang kafir bersegera mendengarkanmu kemudian mereka mendustakan dan mencemoohmu. Al-Kalbī berkata: “Makna (مُهْطِعِيْنَ) adalah (نَاظِرِيْنَ إِلَيْكَ) “memandangmu”. Qatādah berpendapat maknanya bersengaja, namun ada juga yang mengatakan yakni bersegera mendatangimu, menjulurkan leher mereka dan menatap tajam kepadamu.”

 

(عَنِ الْيَمِيْنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ عِزِيْنَ.) “dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok.” Yakni dari sebelah kanan Nabi s.a.w. dan dari sebelah kiri beliau secara berkelompok-kelompok dan terpisah-pisah. (عِزِيْنَ) yakni sekumpulan manusia. Di antara contoh penggunaan istilah ini adalah perkataan seorang penyair:

تَرَانَا عِنْدَهُ وَ اللَّيْلُ دَاجٍ عَلَى أَبْوَابِهِ حلقًا عِزِيْنَا

Kau lihat kami berada di tempatnya dan malam sangat gelap-gulita sementara banyak khalayak berkerumun di pintu-pintunya.”

Ada pendapat yang mengatakan bahwa (عِزِيْنَ) asalnya (عِزْوَة) dari asal kata (الْعَزو), seolah-olah masing-masing kelompok bergabung dengan kesatuan yang tidak didatangi kelompok lain. Di dalam ash-Shiḥāḥ dikatakan, “(الْعِزة) adalah sekelompok manusia, huruf hā’ yang ada sebagai ganti dari bā’, sedangkan bentuk jama‘nya adalah (عِزِي) dan (عِزون). Firman Allah: (عَنِ الْيَمِيْنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ) “dari kanan dan dari kiri,” terkait dengan (عِزِيْنَ) “dengan berkelompok-kelompok” atau (مُهْطِعِيْنَ) “bersegera”.

 

(أَيَطْمَعُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ أَنْ يُدْخَلَ جَنَّةَ نَعِيْمٍ.) “Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam surga yang penuh kenikmatan?” para mufassir berkata: “Semua orang musyrik berkata: jika orang-orang itu masuk surga, maka tentu kami masuk sebelum mereka,” maka turunlah ayat ini. Jumhur ‘ulamā’ membaca: (أَنْ يُدْخَلَ) dengan bentuk mabnī lil-maf‘ūl (kata kerja pasif), sementara al-Ḥasan, Zaid bin ‘Alī, Thalḥah bin Musharrif, al-A‘rāj, Yaḥyā bin Ya‘mar, Abū Rajā’, dan ‘Āshim dalam sebuah riwayat darinya dengan bentuk mabnī lil-fā‘il (kata kerja aktif),

Kemudian Allah s.w.t. membantah mereka dengan berfirman: (كَلَّا إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِّمَّا يَعْلَمُوْنَ.) “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani).” Yakni dari sesuatu yang kotor yang mereka kenal, maka hendaknya mereka tidak berlaku sombong. Suatu pendapat mengatakan maknanya: Sesungguhnya Kami menciptakan mereka untuk sesuatu yang mereka ketahui, yaitu mematuhi perintah dan larangan, dan mendapatkan pahala atau siksa, sebagaimana dalam firman Allah: (وَ مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ الْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ.) “Dan Aku tidak menciptakan jinn dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Qs. adz-Dzāriyāt [51]: 56) makna ini selaras dengan perkataan al-A‘syā:

أَأَزْمَعْتَ مِنْ آلِ لَيْلَى ابْتِكَارَا وَ شَطَّتْ عَلَى ذِيْ هَوًى أَنْ تُزَارَا.

Apakah kau hendak membuat sesuatu lantaran keluarga Lailā dan menutupi hawa-nafsu yang berlebihan.”

‘Abd bin Ḥumaid, Ibnu Jarīr, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abī Ḥātim dari ‘Ikrimah, berkata: “Ibnu ‘Abbās pernah ditanya tentang (الْهَلُوْعُ) “bersifat keluh-kesah dan kikir”, ia menjawab: “Itu seperti yang difirmankan Allah: (إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًا. وَ إِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًا.) “Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”. Ibnu Mundzir meriwayatkan darinya (Ibnu ‘Abbās) tentang firman Allah: (هَلُوْعًا) “bersifat keluh-kesah dan kikir”, ia menjawab: “Rakus”.

Ibnu Abī Syaibah dalam al-Mushannaf meriwayatkan dari Ibnu Mas‘ūd tentang (الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُوْنَ.) “yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,” ia menjawab: “Pada waktu-waktunya.” Ibnu Abī Syaibah dan Ibnu Mundzir dari ‘Imrān bin Ḥushain meriwayatkan tentang (الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُوْنَ.) “yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,” ia menjelaskan: “Yang tidak menoleh-noleh dalam shalatnya.”

‘Abd bin Ḥumaid, Ibnu Mundzir, Ibnu Abī Ḥātim, dan Ibnu Mardawaih dari ‘Uqbah bin ‘Āmir, meriwayatkan tentang firman Allah: (الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُوْنَ.) “yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,” ia menjelaskan: “Mereka adalah yang manakala tengah melaksanakan shalat tidak menoleh-noleh.” Dan Ibnu Mundzir meriwayatkan dari jalur yang lain riwayat yang serupa dengan di atas.

Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās tentang: (فَمَالِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا قِبَلَكَ مُهْطِعِيْنَ.) “Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu.” Ia menjelaskan: “menetap”, dan tentang: (عَنِ الْيَمِيْنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ عِزِيْنَ.) “dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok,” ia menjelaskan: “Sekelompok manusia dari sisi kanan dan kiri membantah dan mencemooh.” Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Jābir, ia berkata: “Rasūlullāh s.a.w. masuk kepada kami saat kami berada di masjid dan berkelompok-kelompok secara terpisah, maka beliau bersabda: (مَا لِيْ أَرَاكُمْ عِزِيْنَ) “Mengapa aku melihat kalian berkelompok-kelompok?” (1461).

Diriwayatkan oleh Aḥmad, Ibnu Mājah, Ibnu Sa‘d, Ibnu Abī ‘Āshim, al-Bawardī, Ibnu Qāni‘, al-Ḥākim, al-Baihaqī di dalam asy-Syu‘ab, dan adh-Dhiyā’ dari Bisyr bin Jihasy, ia berkata: Rasūlullāh s.a.w. membaca: فَمَالِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا قِبَلَكَ مُهْطِعِيْنَ.) “Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu,” hingga firman-Nya: (كَلَّا إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِّمَّا يَعْلَمُوْنَ.) “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani).” Kemudian Rasūlullāh s.a.w. meludah di telapak tangannya dan meletakkan jari-jarinya padanya dan bersabda: (يَقُوْلُ اللهُ ابْنَ آدَمَ أَنِّيْ تُعْجِزُنِيْ وَ قَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ مِثْلِ هذِهِ حَتَّى إِذَا سَوَّيْتُكَ وَ عَدَلْتُكَ مَشَيْتَ بَيْنَ بُرْدَيْنِ وَ لِلْأَرْضِ مِنْكَ وَئِيْدٌ فَجَمَعْتَ وَ مَنَعْتَ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيْ قُلْتَ أَتَصَدَّقُ وَ أَنَّى أَوَانُ الصَّدَقَةِ. ) “Allah berfirman: Wahai manusia, bagaimana kau dapat melemahkan-Ku dan Aku telah menciptakanmu dari sesuatu yang seperti ini (ludah), kemudian ketika Aku telah menciptakanmu dan menyempurnakanmu, engkau berjalan dengan 2 pakaian (pakaian lengkap), bumi kau jadikan pijakan, dan kau kumpulkan (harta) dan enggan memberi (sedekah), sehingga apabila nafas (seseorang telah (mendesak) sampai ke kerongkongan, engkau pun berkata: “Aku akan bersedekah”, dan masa bersedekah telah usai.” (1472).

Catatan:

  1. 146). Shaḥīḥ; Muslim (1/322) dari hadits Jābir.
  2. 147). Shaḥīḥ; Aḥmad (4/210), Ibnu Mājah (2707), al-Ḥākim (4/323), al-Baihaqī di dalam asy-Syu‘ab (3/257), dan dinilai shaḥīḥ oleh al-Albānī di dalam ash-Shaḥīḥah (1099).