Surah al-Ma’arij 70 ~ Tafsir as-Sa’di (2/3)

TAFSĪR AL-QUR’ĀN
(Judul Asli: TAISĪR-UL-KARĪM-IR-RAḤMĀNI FĪ TAFSĪRI KALĀM-IL-MANNĀN)

Penyusun: Syaikh ‘Abd-ur-Raḥmān bin Nāshir as-Sa‘dī

(Jilid ke 7 dari Surah adz-Dzāriyāt s.d. an-Nās)

Penerjemah: Muhammad Iqbal, Lc.
Izzudin Karimi, Lc.
Muhammad Ashim, Lc.
Mustofa Aini, Lc.
Zuhdi Amin, Lc.

Penerbit: DARUL HAQ

Rangkaian Pos: Surah al-Ma'arij 70 ~ Tafsir as-Sa'di

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًا. إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًا. وَ إِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًا. إِلَّا الْمُصَلِّيْنَ. الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُوْنَ. وَ الَّذِيْنَ فِيْ أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُوْمٌ. لِّلسَّائِلِ وَ الْمَحْرُوْمِ. وَ الَّذِيْنَ يُصَدِّقُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ مِّنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُّشْفِقُوْنَ. إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُوْنٍ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذلِكَ فَأُوْلئِكَ هُمُ الْعَادُوْنَ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَ عَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُوْنَ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ. أُولئِكَ فِيْ جَنَّاتٍ مُّكْرَمُوْنَ.

70: 19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir.
70: 20. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh-kesah,
70: 21. dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir,
70: 22. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
70: 23. yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,
70: 24. dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
70: 25. bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
70: 26. dan orang-orang yang mempercayai Hari Pembalasan,
70: 27. dan orang-orang yang takut terhadap ‘adzab Rabbnya.
70: 28. Karena sesungguhnya ‘adzab Rabb mereka tidak dapat dirasa aman (dari kedatangannya).
70: 29. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
70: 30. kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
70: 31. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
70: 32. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
70: 33. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.
70: 34. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.
70: 35. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.
(al-Ma‘ārij [70] 19-35).

Tafsir Ayat:

(19-21). Ini adalah sifat manusia yang esensial. Allah s.w.t. menggambarkan karakter asli manusia dengan sifat berkeluh-kesah. Sifat keluh-kesah dijelaskan oleh Firman-Nya; (إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًا.) “Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh-kesah,” manusia berkeluh-kesah manakala ditimpa kemiskinan, penyakit, atau hilangnya benda-benda yang dicintai, seperti hilangnya harta, meninggalnya keluarga atau anak, tidak bersabar dan merelakan takdir Allah s.w.t. (وَ إِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًا.) “Dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir,” tidak menginfaqkan sebagian yang diberikan Allah s.w.t., tidak bersyukur kepada Allah s.w.t. atas ni‘mat dan kebaikan-Nya sehingga manusia bersikap keluh-kesah dalam kesusahan dan bersifat kikir ketika berbahagia.

 

(22-23). (إِلَّا الْمُصَلِّيْنَ.) “kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,” yakni mereka yang disifati dengan sifat-sifat tersebut, di mana bila mereka diberi kebaikan, mereka bersyukur kepada Allah s.w.t. dan menginfaqkan sebagian pemberian Allah s.w.t., (sebaliknya) bila mereka tertimpa kesusahan, mereka bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah s.w.t. Allah s.w.t. berfirman tentang sifat-sifat mereka: (الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُوْنَ.) “Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,” yaitu menjalankan secara kontinu pada waktunya dengan syarat-syarat serta (sunnah-sunnah) yang menyempurnakannya. Tidak seperti orang-orang yang tidak mengerjakannya atau hanya mengerjakan sebagian waktu saja maupun dilakukan secara tidak sempurna.

 

(24-25). (وَ الَّذِيْنَ فِيْ أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُوْمٌ.) “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,” berupa zakat sedekah, (لِّلسَّائِلِ) “bagi orang (miskin) yang meminta,” yaitu orang yang terdorong untuk meminta-minta, (وَ الْمَحْرُوْمِ.) “dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),” yakni orang miskin yang tidak meminta-minta pada orang dan tidak disadari oleh orang lain bahwa dia adalah orang miskin, hendaklah orang seperti ini diberi sedekah.

 

(26). (وَ الَّذِيْنَ يُصَدِّقُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ.) “dan orang-orang yang mempercayai Hari Pembalasan,” yakni, mereka beriman kepada Hari Pembalasan dan Hari Kebangkitan sebagaimana yang dikabarkan Allah s.w.t. dan para rasul. Mereka meyakini hal itu dan mempersiapkan diri menghadapi Hari Akhir serta berusaha untuknya. Membenarkan Hari Pembalasan mengharuskannya membenarkan para rasūl serta kitab-kitab yang mereka bawa.

 

(27-28). (وَ الَّذِيْنَ هُمْ مِّنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُّشْفِقُوْنَ.) “dan orang-orang yang takut terhadap ‘adzab Rabbnya,” yaitu takut sehingga mereka meninggalkan segala sesuatu yang mendekatkan mereka pada ‘adzab Allah s.w.t. (إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُوْنٍ.) “Karena sesungguhnya ‘adzab Rabb mereka tidak dapat dirasa aman (dari kedatangannya),” yakni ‘adzab yang sangat ditakuti dan diwaspadai.

 

(29-31). (وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ.) “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,” yakni tidak menggunakannya untuk melakukan persetubuhan haram seperti zina, homo, menggauli istri di dubur, menggauli istri ketika sedang haidh dan lainnya. Mereka juga menjaganya untuk tidak dilihat dan disentuh oleh orang yang tidak dibolehkan. Mereka juga meninggalkan perantara-perantara haram yang menyebabkan terjadinya tindakan kekejian: (إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ) “kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki,” yaitu sahaya-sahaya, (فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ.) “maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela,” dalam menggauli mereka pada tempatnya. (فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذلِكَ) “Barang siapa mencari yang di balik itu,” yaitu pada selain istri dan budak, (فَأُوْلئِكَ هُمُ الْعَادُوْنَ.) “maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas,” yakni orang-orang yang melampaui batas yang telah dihalalkan Allah s.w.t. hingga menerjang sesuatu yang diharamkan Allah s.w.t.

Ayat ini menunjukkan haramnya nikah mut‘ah, karena wanita yang dinikahi secara mut‘ah bukan dimaksudkan untuk menjadi istri dan bukan pula berstatus budak.

 

(32). (وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَ عَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ.) “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,” yakni, menjaga dan memeliharanya serta berusaha dengan sekuat tenaga untuk menunaikan dan memenuhinya. Ini mencakup seluruh amanat antara hamba dengan Rabbnya seperti tugas-tugas syariat rahasia yang hanya diketahui Allah s.w.t. semata. Serta amanat-amanat antara hamba dan makhluk lain dalam kaitannya dengan harta dan rahasia. Perjanjian yang dimaksudkan juga mencakup perjanjian yang dibuat oleh Allah dan perjanjian yang dibuat untuk makhluk atas Allah s.w.t., sebab manusia akan dimintai pertanggungan-jawab atas janjinya, apakah ia menunaikan dan memenuhinya ataukah sebaliknya dengan menolak dan mengkhianatinya serta tidak menunaikannya.

 

(33). (وَ الَّذِيْنَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُوْنَ.) “Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya,” yaitu mereka hanya bersaksi atas apa yang diketahui tanpa ditambahi, dikurangi dan disembunyikan. Tidak membela kerabat, teman atau lainnya. Dan maksud dari kesaksian yang diberikan adalah keridhaan Allah s.w.t. Allah s.w.t. berfirman:

وَ أَقِيْمُوا الشَّهَادَةَ للهِ.

Dan tegakkanlah persaksian karena Allah.” (ath-Thalāq: 2).

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ للهِ وَ لَوْ عَلى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَ الْأَقْرَبِيْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.” (an-Nisā’ [4]: 135).

 

(34). (وَ الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ.) “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya,” dengan kontinu mengerjakan shalat secara sempurna.

 

(35). (أُولئِكَ) “Mereka itu”, yang sifat-sifatnya telah disebut, (فِيْ جَنَّاتٍ مُّكْرَمُوْنَ.) “(kekal) di surga lagi dimuliakan,” yakni Allah s.w.t. memberikan kemuliaan dan ni‘mat abadi bagi mereka yang diinginkan oleh jiwa dan dipandang ni‘mat oleh mata. Mereka kekal di dalam surga.

Kesimpulannya, Allah s.w.t. menyebutkan sifat orang-orang yang berbahagia dan gemar berbuat baik dengan sifat-sifat sempurna dan akhlak terpuji dengan ibadah badan seperti shalat dan kontinu melakukannya serta amalan-amalan hati, seperti takut kepada Allah s.w.t. yang mendorong untuk berbuat baik, ibadah harta, keyakinan-keyakinan yang berguna, akhlak terpuji, berlaku baik kepada Allah s.w.t. dan makhluk-Nya dengan perlakuan yang baik seperti berbuat adil, menjaga hak-hak mereka, menjaga amanat mereka serta menjaga diri secara sempurna dengan menjaga kemaluan dari segala sesuatu yang dibenci Allah s.w.t.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *