Surah al-Ma’arij 70 ~ Tafsir al-Mishbah (4/4)

Tafsir al-Mishbāḥ
(Jilid ke-15, Juz ‘Amma)
Oleh: M. Quraish Shihab

Penerbit: Penerbit Lentera Hati

Rangkaian Pos: Surah al-Ma'arij 70 ~ Tafsir al-Mishbah

KELOMPOK 3

AYAT 36-44.

فَمَالِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا قِبَلَكَ مُهْطِعِيْنَ. عَنِ الْيَمِيْنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ عِزِيْنَ. أَيَطْمَعُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ أَنْ يُدْخَلَ جَنَّةَ نَعِيْمٍ. كَلَّا إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِّمَّا يَعْلَمُوْنَ. فَلَا أُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَ الْمَغَارِبِ إِنَّا لَقَادِرُوْنَ. عَلَى أَنْ نُّبَدِّلَ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَ مَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَ. فَذَرْهُمْ يَخُوْضُوْا وَ يَلْعَبُوْا حَتَّى يُلَاقُوْا يَوْمَهُمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ. يَوْمَ يَخْرُجُوْنَ مِنَ الْأَجْدَاثِ سِرَاعًا كَأَنَّهُمْ إِلَى نُصُبٍ يُوْفِضُوْنَ. خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ذلِكَ الْيَوْمُ الَّذِيْ كَانُوْا يُوْعَدُوْنَ.

AYAT 36-39

70: 36. Mengapakah orang-orang kafir itu, – ke arahmu bersegera datang?,
70: 37. Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok?
70: 38. Adakah setiap orang dari mereka itu tamak untuk dimasukkan ke dalam surga kenikmatan?,
70: 39. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui.

Orang-orang kafir yang dibicarakan oleh kelompok pertama ayat surah ini, sungguh mengherankan keadaan mereka. Sudah sekian banyak peringatan dan nasihat yang disampaikan kepada mereka al-Qur’ān pun mereka dapat dengar tuntunannya, bahkan sebagian mereka datang kepada Nabi s.a.w. untuk mendengarnya, dan mereka ketika itu secara naluriah mengetahui kehebatannya dan merasakan keindahannya yang tidak mungkin disusun oleh manusia. Karena itu, ayat-ayat di atas mengecam mereka sambil menggambarkan keheranan atas sikap mereka dengan menyatakan: Mengapakah orang-orang kafir itu, – ke arahmu wahai Nabi Muḥammad, secara khusus bersegera datang? Mereka datang sambil terus-menerus memandangmu dari arah kanan dan dari kiri-mu dengan berpisah-pisah dan berkelompok-kelompok? Adakah setiap orang dari mereka itu tamak untuk dimasukkan ke dalam surga yang penuh kenikmatan? Karena mestinya yang datang kepadamu dengan sikap demikian tentulah ingin mendengar dan mengikuti tuntunanmu. Sekali-kali tidak! Mereka tidak akan masuk ke surga karena mereka datang dengan sikap lahiriah yang demikian, namun bathin mereka tidak percaya dan itu mereka lakukan untuk tujuan mengejek. Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui, yakni sesuatu yang sangat remeh, memalukan bila disebut di depan umum, jijik bila dilihat, beraroma tidak sedap. Mereka tercipta dari setetes mani, yang keluar dari saluran seni, bertemu dengan ovum yang tanpa pertemuannya menjadi haidh. Karena itu, jika hanya mengandalkannya ia masih belum wajar ditempatkan di surga yang penuh kesucian. Mereka harus menyucikan diri dengan iman kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, sedang orang-orang kafir tidak melakukannya.

Kata (مُهْطِعِيْنَ) muhthi‘īn terambil dari kata (هطع) hatha‘a yang berarti datang dengan segera disertai rasa takut atau berarti memandang terus-menerus ke satu arah, tidak menoleh ke selainnya.

Kata (عِزِيْنَ) ‘izīn adalah bentuk jama‘ dari (عِزَّة) ‘izzah yang asal katanya (عَزْوَة) ‘azwah, yakni berarti kelompok.

Penggunaan kata (يَطْمَعُ) yathma‘/tamak dan rakus merupakan ejekan sekaligus sangat tepat karena mereka menginginkan sesuatu yang demikian tinggi nilainya tanpa melakukan sesuatu untuk meraihnya bahkan mustahil untuk dapat mereka raih jika diukur dengan kekufuran mereka.

Firman-Nya: (كُلُّ امْرِئٍ) kullu imri’in/setiap orang bukan mereka karena keni‘matan surgawi bersifat individual. Keshalihan harus bersifat individual. Seseorang tidak dapat mengandalkan keshalihan orang lain – betapapun banyaknya orang itu – guna meraih surga. Memang, di hari Kemudian setiap orang datang menghadap Allah sendiri-sendiri.

Firman-Nya: (يُدْخَلَ جَنَّةَ) yudkhala jannah/dimasukkan ke dalam surga mengisyaratkan bahwa seseorang dari diri dan amalnya tidaklah dapat masuk ke surga. Penghuni surga adalah orang-orang yang “dimasukkan” yakni oleh Allah berkat rahmat dan anugerah-Nya semata-mata.

 

AYAT 40-42.

 

70: 40. Maka Aku tidak bersumpah dengan Tuhan tempat-tempat terbit dan terbenam. Sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa,
70: 41. untuk mengganti dengan yang lebih baik dari mereka, dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan.
70: 42. Maka, biarkanlah mereka tenggelam dan bermain-main sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka.

Dengan ayat-ayat di atas, Allah menguatkan penegasan-Nya pada ayat yang lalu dengan bersumpah menunjuk langsung diri-Nya sendiri bahwa, jika demikian itu halnya, Maka Aku tidak bersumpah, setelah pada ayat yang lalu melibatkan pihak lain dengan kata: “Kami” bahwa Allah tidak bersumpah atau justru bersumpah, dengan Tuhan, Pemelihara dan Pengatur dengan amat teliti, tepat, dan harmonis tempat-tempat terbit dan terbenam-nya matahari, bulan dan bintang; sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa. Untuk mengganti mereka yang kafir dan munafiq dengan orang-orang yang lebih baik dari mereka atau mengganti kepribadian mereka yang kafir itu dengan menjadikan mereka orang-orang taat, dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan oleh siapa pun. Maka, wahai Muḥammad, biarkanlah mereka tenggelam dalam kebathilan dan bermain-main, yakni menghabiskan waktu dengan aktivitas yang tak bermanfaat sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka.

Rujuklah ke ayat 38 surah al-Ḥāqqah untuk memahami perbedaan pendapat ‘ulamā’ tentang Lā Uqsimu. (351).

Dalam Tafsīr-ul-Muntakhab yang disusun oleh satu tim dari pakar-pakar Mesir, kata al-masyāriq dan al-maghārib dikomentari antara lain bahwa kata-kata tersebut di sini dapat dimaksudkan sebagai tempat-tempat kerajaan Allah dengan luasnya yang tak terhingga, seperti diisyaratkan pada ayat 137 surah al-A‘rāf, untuk menunjukkan belahan-belahan bumi yang disebutkan pada ayat itu. Al-masyāriq dan al-maghārib dapat pula diartikan sebagai tempat terbit dan terbenamnya matahari, bulan, seluruh bintang dan planet, di samping juga untuk menunjukkan semua kerajaan Allah. Gejala terbit dan terbenamnya benda-benda langit disebabkan oleh perputaran bumi pada porosnya dari barat ke timur. Oleh karena itu, benda-benda langit tersebut tampak bergerak di kubah langit berlawanan dengan perputaran tadi, yaitu terbit di ufuk timur dan terbenam di ufuk barat. Atau paling sedikit berputar dari timur ke barat di sekitar bintang kutub utara – di belahan bola bumi bagian utara, misalnya. Apabila jarak kutub bintang itu lebih kecil dari lebarnya tempat peneropong, bintang tersebut tidak terbit dan tidak terbenam, tetapi membentuk putaran kecil di sekitar kutub utara. Oleh sebab itu, ayat ini juga mengisyaratkan saat-saat di malam hari (lihat ayat 16 surah an-Naḥl). Jadi, fenomena terbit dan terbenam menunjukkan adanya perputaran bola bumi. Dan itu adalah ni‘mat terbesar yang diberikan oleh Allah kepada semua makhluk hidup di planet ini. Kalau bumi tidak berputar pada porosnya, setengah bagiannya akan terkena sinar matahari selama setengah tahun dan setengah bagian lainnya tidak terkena sinar matahari sama sekali. Dengan demikian, tidak akan ada kehidupan seperti sekarang ini.

Selanjutnya, tulis al-Muntakhab: “Kalau kita coba membatasi fenomena terbit dan terbenam hanya pada matahari saja, tanpa bintang dan planet lainnya, ini menunjukkan banyaknya tempat terbit dan terbenam di bumi yang tidak ada habisnya dari hari ke hari pada setiap tempat di muka bumi ini. Bahkan, pada setiap saat yang berlalu di bola bumi ini. Pada setiap saat matahari terbenam pada suatu titik dan terbit pada titik lain yang berlawanan. Ini semua berkat ketelitian aturan Allah dan mu‘jizat kekuasaan-Nya.” Demikian lebih kurang al-Muntakhab.

Lihatlah ayat 44 surah al-Qalam untuk memahami makna kata (فَذَرْهُمْ) dzarhum.

Kata (يَخُوْضُوْا) yakhūdhū pada mulanya digunakan melukiskan keadaan seorang yang ingin berjalan di laut/sungai tetapi kakinya tidak mencapai dasar laut. Ini berarti ia tidak memiliki pijakan sehingga akhirnya ia jatuh tenggelam.

Kata (يُلَاقُوْا) yulāqū terambil dari kata (لَقي) laqiya yang berarti bertemu. Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna mufā‘alah, yakni terjadinya makna kata yang ditunjuk melalui dua pihak/saling. Ini, menurut al-Biqā’ī, mengisyaratkan bahwa ancaman ayat ini pasti terjadi karena yang diancam berusaha sekuat tenaganya mengarah ke hari terjadinya ancaman itu dan hari itu pula melakukan perjalanan untuk menemui yang diancam ini.

 

AYAT 43-44.

70: 43. Hari mereka – keluar dari kubur-kubur dengan cepat seakan-akan mereka ke berhala-berhala; mereka bergegas.
70: 44. Khusyu‘ pandangan-pandangan mereka; mereka diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulu diancamkan kepada mereka.

Ayat yang lalu diakhiri dengan ancaman tentang kehadiran hari yang sangat mencekam, ayat di atas menjelaskan hari tersebut atau salah satu saatnya, yaitu hari mereka – yakni orang-orang kafir yang meminta disegerakannya siksa dan bertanya memperolok-olokkannya – keluar dari kubur-kubur menyambut panggilan malaikat yang ditugaskan Allah dengan cepat seakan-akan mereka menuju ke berhala-berhala yang mereka sembah ketika mereka hidup di dunia; mereka bergegas bagaikan menuju ke satu tempat yang menyenangkan. Ketika itu khusyu‘, yakni dalam keadaan tertunduk pandangan-pandangan mereka masing-masing tanpa mampu mengangkatnya; mereka diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulu-nya selalu diancamkan kepada mereka dengan tujuan kiranya mereka mau percaya, tetapi mereka tetap saja mengingkari bahkan meminta untuk disegerakan datangnya.

Kata (نُصُبٍ) nushub dapat berarti tiang/bendera yang dijadikan tanda bagi sesuatu. Dapat juga berarti berhala yang bentuk jama‘nya adalah anshāb.

Berhala-berhala itu biasanya terbuat dari batu, diletakan di sekeliling Ka‘bah. Di sana, kaum musyrikin menyembahnya dan di sana pula mereka menyembelih binatang. Ada juga yang memahami kata nushub dalam arti jala yang digunakan nelayan. Biasanya, sang nelayan bersegera mengeluarkan ikannya saat ia merasa jalanya telah dipenuhi ikan, khawatir ada yang lepas.

Kata (يُوْفِضُوْنَ) yūfidhūn terambil dari kata (وفض) wafadha yang berarti berlari atau bercepat-cepat.

Awal surah ini berbicara tentang orang-orang yang memperolok-olokkan keniscayaan Kiamat serta meminta untuk disegerakan. Akhir surah secara tegas mengancam mereka. Demikian bertemu uraian awal surah dan akhirnya. Maha Besar Allah dan Maha Serasi firman-firmanNya. Wallāhu A‘lam.

Catatan:

  1. 35). Baca kembali halaman 298.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *