Surah al-Lail 92 ~ Tafsir al-Qur’an-ul-Majid an-Nur (2/2)

Judul Buku:
TAFSĪR AL-QUR’ĀNUL MAJĪD AN-NŪR

JILID 4

Penulis: Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Diterbitkan oleh: Cakrawala Publishing

Rangkaian Pos: Surah al-Lail 92 ~ Tafsir al-Qur'an-ul-Majid an-Nur

2. Kekayaan Tidak Berguna ketika Telah Mati. Hanya Allah yang Memberikan Petunjuk. Yang Terhindar dari Api Neraka adalah Mereka yang Bertaqwā dan yang Memberikan Harta untuk Membersihkan Diri.

وَ مَا يُغْنِيْ عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى.

Wa mā yughnī ‘anhu māluhu idzā taraddā.
“Kekayaannya tidak berguna ketika dia telah binasa (meninggal).”. (al-Lail [92]: 11).

Apabila dia dimasukkan ke dalam kuburnya, maka hartanya tidak lagi memberi manfaat dan faedah kepadanya. Hartanya tidak dibawa bersama ke negeri akhirat.

إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَى.

Inna ‘alainā lal hudā.
“ Sesungguhnya memberinya petunjuk merupakan kewajiban Kami.” (al-Lail [92]: 12).

Kami (Allah) telah menjadikan manusia, yang Kami ilhami dengan kemampuan membedakan antara yang hak (benar) dan yang batal, serta antara kejahatan dan kebaikan. Kami juga mengutus nabi-nabi, mensyariatkan berbagai macam hukum, dan menerangkan ‘aqīdah-‘aqīdah yang harus mereka percayai. Sesudah itu, mereka boleh memilih jalan mana yang akan ditempuh jalan kebajikan dan kemenangan atau jalan yang menggiring mereka ke dalam neraka.

وَ إِنَّ لَنَا لَلْآخِرَةَ وَ الْأُولَى.

Wa inna lanā lal ākhirata wal ūlā.
“Sesungguhnya kesudahan dan permulaan itu benar-benar hak Kami.” (al-Lail [92]: 13).

Kami yang memiliki semua isi dunia dan isi akhirat. Kami memberikan apa saja yang Kami kehendaki kepada siapa saja yang Kami kehendaki. Oleh karena Allah pemilik akhirat dan dunia, maka petunjuk-Nyalah yang wajib kita akui, baik di dunia ataupun di akhirat.

فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى. لَا يَصْلَاهَا إِلَّا الْأَشْقَى. الَّذِيْ كَذَّبَ وَ تَوَلَّى.

Fa andzartukum nāran talazhzā. Lā yashlāhā illal asyqā. Alladzī kadzdzaba wa tawallā.
“Karena itu, Aku memperingatkan kamu dengan api neraka yang bernyala. (31) Tidak menderita panasnya api, melainkan orang yang amat celaka. Yang mendustakan dan membelakangi.” (al-Lail [92]: 14-16).

Oleh karena Kami sangat merahmati kamu dan mengetahui segala kemaslahatan untukmu dengan sangat baik, maka Kami pun memberi petunjuk dan memperingatkan kamu tentang api neraka, yang disiapkan untuk menyiksa orang-orang yang mendustakan Rasūl dan yang tidak mau mengikuti syarī‘atnya, serta berpaling dari tujuan yang benar.

وَ سَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى.

Wa sayujannabuhal atqā.
“Kelak orang yang bertaqwā akan dihindarkan (dari neraka).” (al-Lail [92]: 17).

Orang-orang yang benar-benar memelihara dirinya dari kekafiran dan kemaksiatan serta jiwanya penuh dengan sikap taqwā kepada Allah akan dijauhkan dari siksa neraka.

الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهُ يَتَزَكَّى.

Alladzī yu’tī mālahū yatazakkā.
“Yaitu (orang yang) memberikan hartanya; dia mencari kebersihan diri.” (al-Lail [92]: 18).

Orang yang paling bertaqwā adalah orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah untuk memperoleh kesucian jiwa dan dekat kepada-Nya, bukan karena riyā’ dan pula karena sum‘ah serta bukan untuk mencari pujian manusia.

وَ مَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِّعْمَةٍ تُجْزَى.

Wa mā li’aḥadin ‘indahū min ni‘matin tujzā.
“Tidak ada seorang pun di sisi-Nya yang diberi nikmat harus membalasnya.” (al-Lail [92]: 19).

Dia membelanjakan hartanya juga bukan untuk membalas nikmat yang pernah diterimanya dari Tuhan, dan bukan pula sebagai pembalasan atas kebajikan yang diberikan oleh seseorang kepadanya.

إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى.

Illabtighā’a wajhi rabbihil a‘lā.
“Melainkan untuk mencari keridhaan Tuhan Yang Maha Tinggi.” (al-Lail [92]: 20).

Dia mengeluarkan hartanya semata-mata untuk mencari keridhaan Allah dan pahala-Nya. Bukan karena mengharapkan sesuatu pembalasan, dan bukan pula sebagai pembalasan atas suatu pemberian.

وَ لَسَوْفَ يَرْضَى

Wa lasaufa yardhā.
“Dan demi Allah, kelak dia akan merasa tenang.” (al-Lail [92]: 21).

Di akhirat nanti, Allah akan menggembirakan hati mereka yang bertaqwa dengan memberikan pahala dan pembalasan yang besar.

Manusia dapat kita bagi dalam beberapa golongan, yaitu:

  1. Golongan yang mempergunakan akal, menjauhkan diri dari semua kekejian, baik lahir maupun bathin.
  2. Golongan yang dapat dipengaruhi oleh hawa nafsu, mengerjakan perbuatan berdosa, tetapi kemudian sadar dan bertobat dengan menyesali dirinya. Kedua golongan itu masuk ke dalam golongan orang yang menjauhkan diri dari kekafiran dan kemaksiatan.
  3. Orang yang mencampuradukkan kebajikan dan kejahatan. Mengaku keesaan Allah, tetapi mengerjakan kejahatan (kemaksiatan) dan tidak mau bertobat. Orang ini tidak takut kepada ancaman yang ditujukan kepadanya.
  4. Orang kafir yang terang-terangan menyangkal kebenaran. Tidak mau beriman kepada Allah dan Rasūl-Nya, serta kepada kitab yang diturunkan kepada Rasul. Kedua golongan yang terakhir ini dicakup dalam perkataan “orang yang paling celaka” dan untuk mereka disediakan neraka. Walaupun orang yang fasik tidak kekal di dalam neraka.

Sebab Turun Ayat

Ada yang meriwayatkan bahwa ayat-ayat ini diturunkan mengenai Abū Bakar. Pada suatu hari, Bilāl ibn Rabāḥ yang kebetulan menjadi budak ‘Abdullāh ibn Jud‘ān, pergi ke rumah berhala dan merusak berhala-berhala yang ada di dalamnya. Orang-orang kafir Makkah mengadukan hal itu kepada ‘Abdullāh, maka ‘Abdullāh pun menyerahkan Bilāl kepada mereka beserta seratus ekor unta. Mereka kemudian menyiksa Bilāl dengan ditelentangkan di atas pasir yang panas. Ketika melewati tempat Bilāl disiksa, Rasūl berkata: “Kamu akan dilepaskan oleh Allah Yang Maha Esa.”

Nabi selanjutnya memberitahukan peristiwa yang menimpa Bilāl itu kepada Abū Bakar, yang kemudian Abū Bakar menyerahkan suatu ritl emas untuk membeli Bilāl dari orang-orang musyrik yang menguasainya. Setelah Bilāl dalam kekuasaan Abū Bakar, maka dia dimerdekakan. Berkenaan dengan kejadian itu turunlah ayat 17 surat ini.

D. KESIMPULAN SURAT.

Dalam ayat-ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia telah mengemukakan penjelasan kepada para hamba-Nya, amalan mana yang baik dan amalan mana yang buruk. Mereka boleh menjalani salah satunya. Jika ingin berbahagia, maka hendaklah memilih jalan kebajikan. Jika menginginkan bernasib celaka, maka jalanilah jalan kesesatan.

Catatan:

  1. 3). Kaitkan dengan QS. al-Insān [76], QS. al-Baqarah [2].

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *