Surah al-Lail 92 ~ Tafsir al-Qur’an-ul-Majid an-Nur (1/2)

Judul Buku:
TAFSĪR AL-QUR’ĀNUL MAJĪD AN-NŪR

JILID 4

Penulis: Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Diterbitkan oleh: Cakrawala Publishing

Rangkaian Pos: Surah al-Lail 92 ~ Tafsir al-Qur'an-ul-Majid an-Nur

Surat Ke-92
AL-LAIL

Surat al-Lail bermakna malam. Diturunkan di Makkah sesudah surat al-A‘lā, terdiri dari 21 ayat.

A. KANDUNGAN ISI

Surat ini mengungkapkan tentang sumpah Allah bahwa manusia tidak sama dalam ber‘amal dan memperoleh pahala. Orang yang mengeluarkan harta dalam waktu lapang dan susah dengan tujuan mengharap keridhaan Allah, itulah orang yang bertaqwa. Sebaliknya, orang yang mendustakan hari pembalasan, menolak kebenaran, dan tidak mau mengeluarkan harta di jalan Allah, tergolong sebagai orang kafir. Tentu saja, masing-masing akan memperoleh pembalasan yang setimpal atas ‘amal perbuatannya dari Allah.

Surat ini diturunkan mengenai pribadi Abū Bakar ash-Shiddīq, namun kandungannya juga mencakup seluruh umat.

B. KAITAN DENGAN SURAT SEBELUMNYA

Persesuaian antara surat yang telah lalu (asy-Syams) dengan surat ini yaitu bahwa dalam surat yang telah lalu, Tuhan menjelaskan bahwa orang yang menyucikan jiwanya akan memperoleh kemenangan (kebahagiaan). Sebaliknya, orang yang mengotori jiwanya akan mendapatkan ‘adzab yang pedih. Dalam surat ini, Tuhan menjelaskan hal-hal yang mendatangkan kemenangan dan kerugian, sekaligus merupakan penjelasan bagi maksud surat yang telah lalu.

C. TAFSĪR SURAT AL-LAIL

  1. Perlainan antara Janin Jantan dan Janin Betina, Merupakan Dalil bahwa Tuhan Maha Tahu terhadap Apa yang Diperbuatnya. ‘Udzur Ditimpakan kepada Manusia.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Bismillāhirraḥmānirraḥīm
Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pemurah, yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya.

وَ اللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى.

Wal laili idzā yaghsyā.
“Demi malam ketika menutupi”. (11) (al-Lail [92]: 1).

Allah bersumpah dengan malam, apabila malam menutup siang dengan selimutnya. Tidak ada satu pun yang tidak terselimuti olehnya. Seluruh alam berada di bawah sayapnya, karena itu alam pun tenang dan manusianya dapat tidur dengan nyenyak.

وَ النَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى.

Wan nahāri idzā tajallā.
“Dan (demi) siang ketika terang-benderang.” (al-Lail [92]: 2).

Allah bersumpah dengan siang yang datang melenyapkan kegelapan malam. Manusia dan binatang pun bergerak bangkit untuk mencari penghidupan setelah semalam tidur nyenyak.

Pergantian malam dan siang membawa kemaslahatan yang besar. Seandainya masa ini seluruhnya malam, tentulah manusia sukar mencari penghidupan. Sebaliknya, jika seluruh waktu itu siang, tentu rusaklah kemaslahatan manusia.

وَ مَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَ الْأُنْثَى.

Wa mā khalaqadz dzakara wal untsā.
“Dan Yang Menciptakan laki-laki dan perempuan.” (al-Lail [92]: 3).

Allah bersumpah dengan penciptaan manusia, lelaki dan perempuan, dari air yang asalnya sama dan tempatnya sama. Allah menjadikan sebagiannya perempuan dan sebagiannya lelaki. Kemudian Allah mengawinkan (mempertemukan) lelaki dan perempuan. Dari pertemuan itu, sebagiannya mendapatkan keturunan dan sebagiannya tidak mendatangkan keturunan (mandul). Padahal, materi kejadian (maddah) mereka adalah sama.

إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى.

Inna sa‘yakum lasyattā.
“Sesungguhnya usahamu benar-benar terdiri atas berbagai macam.”. (al-Lail [92]: 4).

Amalan manusia sesungguhnya terdiri atas berbagai macam atau tidak sama. Ada yang sesat dan ada yang tidak sesat. Ada yang berhak memperoleh nikmat dan ada yang layak mendapatkan ‘adzab. Amalan manusia itu berbeda macamnya, berbeda jenisnya, dan berbeda pula tujuan akhirnya. (22).

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَ اتَّقَى.

Fa ammā man a‘thā wat taqā.
Adapun orang yang memberikan (sumbangan di jalan kebaikan) dan bertaqwā, (al-Lail [92]: 5).

Orang yang memberikan hartanya dan menafkahkannya di jalan-jalan kebajikan, baik yang wajib seperti zakat maupun yang sunnat seperti memerdekakan budak, serta menjauhkan diri dari semua perbuatan yang tidak layak dan semua perbuatan keji, baik yang lahir maupun yang bāthin, dan tidak mengganggu manusia.

وَ صَدَّقَ بِالْحُسْنَى.

Wa shaddaqa bil ḥusnā.
“Membenarkannya dengan mendapat keutamaan.” (al-Lail [92]: 6).

Membenarkan bahwa semua perbuatan baik yang menjadi sumber amalan yang shalih serta perbuatan bakti dan kebajikan yang diwujudkan dalam alam nyata dengan memberikan harta di jalan Allah dan memelihara diri dari semua amalan keji akan mendapat balasan.

فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى.

Fa sanuyassiruhū lil yusrā.
“Maka, Kami kelak memudahkan baginya menempuh jalan ke surga.” (al-Lail [92]: 7).

Orang yang ber‘amal baik akan Kami mudahkan dalam menempuh jalan untuk menyempurnakan diri hingga sampai pada maqām (posisi) memperoleh derajat kebahagiaan.

وَ أَمَّا مَنْ بَخِلَ وَ اسْتَغْنَى.

Wa ammā man bakhila wastaghnā.
“Adapun orang kikir dan merasa dirinya berkecukupan.” (al-Lail [92]: 8).

Orang yang menahan hartanya atau mengeluarkannya hanya untuk memenuhi hawa nafsu dan bukan di jalan yang diridhai oleh Allah, serta terpedaya oleh kekayaannya karena merasa tidak memerlukan bantuan orang lain.

وَ كَذَّبَ بِالْحُسْنَى.

Wa kadzdzaba bil ḥusnā.
“Dan mendustakan adanya pembalasan kebaikan.” (al-Lail [92]: 9).

Dan tidak mempercayai bahwa Allah akan mengganti apa yang telah dinafkahkan dengan penggantian yang banyak atau bersifat kikir, mengeluarkan hartanya hanya untuk kepentingan pribadi saja, serta tidak mempedulikan kepentingan bersama.

فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى.

Fa sanuyassiruhū lil usrā.
“Kami akan memudahkan baginya menempuh jalan ke neraka.” (al-Lail [92]: 10).

Terhadap orang kikir dan tidak percaya terhadap adanya hari pembalasan, Allah akan memudahkannya melalui jalan kesesatan. Itulah jalan yang merendahkan derajat dirinya dan menggiringnya kepada perbuatan dosa dan kesalahan.

Dalam ayat-ayat ini Allah bersumpah dengan malam, siang, dan dengan dzāt-Nya yang menjadikan lelaki dan perempuan, serta membedakan dua jenisnya itu walaupun maddahnya sama, serta amalan manusia terdiri atas berbagai macam. Di antara manusia ada yang memberikan hartanya di jalan Allah, bertaqwa, dan membenarkan perbuatan yang paling baik, yang karenanya mereka dimudahkan untuk melakukan kebaikan. Tetapi ada pula yang kikir, yang merasa cukup dengan hartanya, yang menolak keutamaan, sehingga karenanya dia dimudahkan untuk mengerjakan perbuatan yang buruk.

Catatan:

  1. 1). Kaitkan dengan QS. asy-Syams [91].
  2. 2). Baca QS. al-Ḥasyr [59]: 20, 39, QS. al-Anbiyā’ [21]: 18, 32, al-Jātsiyah [45]: 21, 45.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *