Surah al-Lahab 111 ~ Tafsir asy-Syanqithi

Dari Buku:
Tafsir Adhwa’-ul-Bayan
(Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an
(Jilid 11, Juz ‘Amma)
Oleh: Syaikh asy-Syanqithi

Penerjemah: Ahmad Affandi, Zubaidah Abdurrauf, Kholid Hidayatulullah, Muhammad Yusuf.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

سُوْرَةُ اللَّهَبِ

AL-LAHAB (Gejolak Api)

Surah ke 111: 5 ayat.

 

Firman Allah s.w.t.:

تَبَّتْ يَدَا أَبِيْ لَهَبٍ وَ تَبَّ

Binasalah kedua tangan Abū Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” (Qs. al-Lahab [111]: 1).

Lafazh (التب) artinya (القطع) “terputus atau terpotong”.

Dari kata tersebut: (بت) dengan mendahulukan huruf bā’, berarti ia berputar pada makna (القطع), sebagaimana dijelaskan oleh fikih bahasa tentang perputaran kata tersebut pada satu makna.

Ia berkata: (التبيب، التباب، التبب، التب) dan (التتبيب), artinya (النقص و الخسار) “kurang dan rugi”, sampai perkataannya: (و تبت يداه) yang artinya (ضلتا و خسرتا) “sesat dan merugi”.

Al-Fakhr-ur-Rāzī berkata: Lafazh (التبات) artinya (الهلاك) “celaka atau binasa”, dan bandingannya adalah firman Allah: (وَ مَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلَّا فِيْ تَبَابٍ.) “Dan tipu daya Fir‘aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian.” (Qs. Ghāfir [40]: 37), yang artinya membawa kebinasaan.

Itu karena Abū Lahab mencelakakan dirinya dengan kerusakan i‘tiqadnya dan kejahatan perangainya, sebagaimana dalam hadits tentang orang Badui yang berkata: (هَلَكْتُ وَ أَهْلَكْتُ) “celakalah aku” Maksudnya, ia menggauli istrinya pada siang Ramadhān. Juga sebagaimana firman Allah: (فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِتُهُمُ الَّتِيْ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ مِنْ شَيْءٍ لَمَّا جَاءَ أَمْرُ رِبِّكَ وَ مَا زَادُوْهُمْ غَيْرَ تَتْبِيْبٍ.) “Karena itu tiadalah bermanfaat sedikit pun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah di waktu adzab Tuhanmu datang, dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka.” (Qs. Hūd [11]: 101).

Mereka berkata: “Maknanya (غَيْرَ خُسْرَانٍ) “kecuali kerugian”, dan kerugian membawa kebinasaan dan keterputusan.”

Sebagaimana datang yang semakna dengannya dalam kisah Nabi Shālih a.s.: (فَمَنْ يَنْصُرُنِيْ مِنَ اللهِ إِنْ عَصَيْتُهُ فَمَا تَزِيْدُوْنَنِيْ غَيْرَ تَخْسِيْرٍ.) “Maka siapakah yang akan menolong aku dari (adzab) Allah jika aku mendurhakai-Nya. Sebab itu kamu tidak menambah apa pun kepadaku selain daripada kerugian.” (Qs. Hūd [11]: 63).

Dari semua itu jelas bahwa makna (تَبَّتْ يَدَا أَبِيْ لَهَبٍ) “Binasalah kedua tangan Abū Lahab.” Berkisar antara makna (القطع) “terpotong”, (الهلاك) “celaka atau binasa”, dan (الخسران) “rugi”.

Adapun terpotong, tidak ditaqdirkan atasnya terpotong kedua tangannya sebelum kematiannya.

Adapun binasa, ia telah binasa karena tha‘un.

Adapun rugi, alangkah ruginya dia setelah turun vonis ini dari Allah atasnya.

Jika maknanya telah tertentu dengan nash al-Qur’ān pada kebinasaan dan kerugian, lalu apa makna penyandaran kata binasa kepada kedua tangan?

Jawabnya: Itu termasuk kategori penyebutan sebagian dengan maksud keseluruhan, sebagaimana firman Allah: (نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ) “(Yaitu), ubun-ubun orang yang mendustakan.” (Qs. al-‘Alaq [96]: 16), padahal yang berdusta adalah pelakunya (orangnya).

Di sana telah kami jelaskan bahwa gaya bahasa semacam ini mengandung penambahan kekhususan bagi bagian tubuh yang dituturkan pada makna yang dimaksud.

Manakala kedustaan dapat menghitamkan wajah dan merendahkan ubun-ubun, sedangkan kejujuran dapat memutihkan wajah dan memuliakan ubun-ubun, maka disandarkanlah kedustaan kepada ubun-ubun untuk lebih menambah kekhususan kedustaannya daripada tangan – misalnya .

Manakala kebinasaan dan kerugian biasanya disebabkan usaha anggota tubuh, dan tangan lebih khusus dalam hal tersebut, maka disandarkan kepadanya (tangan) kata kebinasaan.

Dalil yang menunjukkan bahwa maksudnya adalah si pemilik tangan, antara lain kalimat yang datang sesudahnya (وَ تَبَّ) “dan sesungguhnya dia akan binasa”, yang maksudnya Abū Lahab.

Firman Allah: (تَبَّتْ يَدَا أَبِيْ لَهَبٍ) “Binasalah kedua tangan Abū Lahab.”sebagai bentuk pemberitahuan atau pernyataan, maka ia tetap mengandung kemungkinan dari sisi lafazh. Akan tetapi, firman Allah sesudahnya: (وَ تَبَّ) “dan sesungguhnya dia akan binasa” merupakan pemberitahuan, maka yang pertama untuk pernyataan, sebagaimana firman Allah: (قُتِلَ الْإِنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ) “Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya.” (Qs. ‘Abasa [80]: 17). Kemudian datang yang kedua sebagai pembenaran baginya, dan dalam qira’at Ibnu Mas‘ūd: (وَ تَبَّ).

 

Firman Allah s.w.t.:

مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَ مَا كَسَبَ

Tidaklah berfaedah baginya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” (Qs. al-Lahab [111]: 2).

Mengenai firman Allah: (وَ مَا كَسَبَ) “dan apa yang ia usahakan” ada yang berpendapat: “Maksudnya harta yang akan dia wariskan, atau apa yang dia usahakan berupa perbuatan yang menggiringnya kepada kebinasaan ini, yaitu permusuhannya terhadap Rasūlullāh s.a.w.”

Bandingannya adalah ayat terdahulu: (وَ مَا يُغْنِيْ عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى) “Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.” (Qs. al-Lail [92]: 11).

Telah lewat pembicaraan tentangnya di sana.

Telah lewat penjelasan Syaikh r.h. tentang makna: (مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَ مَا كَسَبَ) “Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” pada pembahasan firman Allah: (مِنْ وَرَائِهِمْ جَهَنَّمَ وَ لَا يُغْنِيْ عَنْهُمْ مَا كَسَبُوْا شَيْئًا وَ لَا مَا اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللهِ أَوْلِيَاءَ وَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ.) “Di hadapan mereka Neraka Jahannam dan tidak akan berguna bagi mereka sedikit pun apa yang telah mereka kerjakan, dan tidak pula berguna apa yang mereka jadikan sebagai sembahan-sembahan (mereka) dari selain Allah, dan bagi mereka adzab yang besar.” (Qs. al-Jātsiyah [45]: 10).

Beliau juga membeberkan segenap nash terkait makna ini dengan lengkap.

Peringatan

Dalam ayat ini terdapat dua pertanyaan, yaitu:

Pertama, pada mulanya Rasūlullāh s.a.w. bersikap lemah lembut terhadap kaumnya di Makkah, lalu bagaimana bisa beliau datang kepada pamannya dengan membawa doa ini: (تَبَّتْ يَدَا أَبِيْ لَهَبٍ وَ تَبَّ) “Binasalah kedua tangan Abū Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa?”

Jawab: Beliau berlemah-lembut terhadap mereka selama beliau masih menaruh harapan pada keislaman mereka. Namun manakala beliau telah putus asa dari harapan tersebut, doa ini sudah pada tempatnya, sebagaimana terjadi pada Ibrāhīm a.s. yang semula bersikap lemah-lembut terhadap ayahnya: (يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدُ الشَّيْطَانَ) “Hai Bapakku, janganlah kamu menyembah syaithan.” (Qs. Maryam [19]: 44).

(يَا أَبَتِ إِنِّيْ قَدْ جَاءَنِيْ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِيْ أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا.) “Hai Bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu jalan yang lurus.” (Qs. Maryam [19]: 43).

Namun manakala beliau telah putus asa, beliau berlepas diri darinya: (فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ للهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ، إِنَّ إِبْرَاهِيْمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيْمٌ.) “Maka tatkala jelas bagi Ibrāhīm bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrāhīm berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrāhīm adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi Penyantun.” (Qs. at-Taubah [9]: 114).

Kedua, datangnya firman Allah (وَ تَبَّ) sesudah firman-Nya: (تَبَّتْ يَدَا أَبِيْ لَهَبٍ) “Binasalah kedua tangan Abū Lahab”, padahal kalimat ini sudah cukup, baik ia merupakan pernyataan untuk mendoakan kebinasaan atasnya, maupun pemberitahuan tentang terjadinya hal tersebut darinya.

Jawab: Kalimat yang pertama (تَبَّتْ يَدَا أَبِيْ لَهَبٍ) “Binasalah kedua tangan Abū Lahab” mengandung kemungkinan sebagai pemberitahuannya, sementara Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkannya. Atau sebagai pernyataan, sementara bisa jadi itu tidak terlaksana, seperti firman Allah: (قُتِلَ الْإِنَسَانُ مَا أَكْفَرَهُ.) “Binasalah manusia, alangkah amat sangat kekafirannya.” (Qs. ‘Abasa [80]: 17) atau hanya mengandung celaan dan cacian, maka datanglah kalimat (وَ تَبَّ) untuk menjelaskan bahwa itu pasti terjadi padanya, dan ia termasuk orang yang telah tetap atas mereka keputusan Tuhan karena Rasūlullāh s.a.w., dan kaum muslim telah putus asa dari keislamannya dan terputus kelemah-lembutan sikap terhadapnya.

Kemudian terjadilah apa yang Allah kabarkan itu, dan itu merupakan mu‘jizat al-Qur’ān: (وَ تَمَّتْ كَلِمَتُ رِبِّكَ صِدْقًا وَ عَدْلًا.) “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al-Qur’ān) sebagai kalimat yang benar dan adil.” (Qs. al-An‘ām [6]: 115).

(كَذلِكَ حَقَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ عَلَى الَّذِيْنَ فَسَقُوْا أَنَّهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ.) “Demikianlah telah tetap hukuman Tuhanmu terhadap orang-orang yang fasik, karena sesungguhnya mereka tidak beriman.” (Qs. Yūnus [10]: 33).

Unduh Rujukan:

  • [download id="19011"]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *