الْكَافِرُوْنَ
AL-KĀFIRŪN
Surah Ke-109; 5 Ayat.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ.
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ.
وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ.
وَ لَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْ.
وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ.
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَ لِيَ دِيْنِ.
109:1. Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir.
109:2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
109:3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
109:4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
109:5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
109:6. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
Qul yā ayyuh-al-kāfirūn (Katakanlah: “Hai orang-orang kafir!” – ayat 1), yang menutupi cahaya kesiapan-ruhani mereka – yang suci – dengan kegelapan sifat-sifat jiwa dan efek-efek tabiat rendah; sehingga mereka terhijab dari al-Ḥaqq oleh selain-Nya.
Lā a‘budu mā ta‘budūn (Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah – ayat 2). Maksudnya, aku tidak akan pernah menyembah apa yang kau sembah selamanya, sementara aku menyaksikan al-Ḥaqq dengan penyaksian dzati. Aku tak akan pernah menyembah apa yang kamu sembah berupa tuhan-tuhan yang diciptakan oleh hawa nafsumu, yang direka oleh khayalanmu dan dibentuk oleh akal-akal rendahmu karena keterhijabanmu.
Wa lā antum ‘ābiduna mā a‘bud (Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah – ayat 3) selamanya. Kamu tetaplah kamu, kamu tetaplah berada dalam keterhijabanmu. Karena orang-orang yang dikunci hatinya dengan karatan selalu enggan untuk mengetahui al-Ḥaqq.
Wa lā anā ‘ābidun mā ‘abadtum (Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah – ayat 4). Sejak dulu, pada masa-masa aku belum mencapai kesempurnaan, aku tak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, karena sejak dulu aku dibimbing dengan kesiapan awal fitrahku, yakni kesiapan diri yang masih suci semata. Ini semua lantaran sempurnanya kesiapanku sejak azali dan orientasi kesiapan fitrah itu kepada al-Ḥaqq dan kurangnya kesiapanmu sejak azali .
Wa lā antum ‘ābidūna mā a‘bud (Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah – ayat 5). Sesuai dengan kesiapan yang kurang sempurna itu, kamu tak pernah menjadi penyembah yang aku sembah. Jadi, kamu tak mungkin menyembah Tuhan yang aku sembah sesuai dengan fitrah, karena kekurangan fitrahmu secara esensial.
Kesimpulan, kompromi yang kamu inginkan, yakni Tuhanku menjadi tuhanmu dan tuhanmu menjadi tuhanku, padahal aku telah mencapai kesempurnaanku (kesiapan ruhani tingkat lanjut), dan kamu terhijab, maka kompromi itu mustahil baik sekarang maupun yang akan datang. Bahkan kompromi ini sudah mustahil bahkan sejak aku masih dalam kesiapan awal, karena hukum-hukum itu sendiri sejak azali tidak akan pernah berubah. Ini, sekali lagi, karena sempurnanya kesiapan awalku dan kurangnya kesiapanmu. Makna ini semua adalah untuk menutup kemungkinan adanya kompromi itu, baik di waktu yang akan datang maupun sejak azali, entah dalam hal sifat atau pun dzat (Tuhan). Sebab sudah sejak azali kalau kompromi seperti itu mustahil.
Lakum dīnukum (Bagimu agamamu – ayat-6) berupa penyembahan terhadap tuhan-tuhanmu. Wa liya dīn (Dan bagiku agamaku – ayat-6) berupa penyembahan terhadap Tuhanku. Tegasnya, karena kompromi di antara kita mustahil, maka aku biarkan kamu menganut agamamu. Karena itu, biarkanlah aku memeluk agamaku.