بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ. وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ. وَ لَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْ. وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَ لِيَ دِيْنِ
109:1. Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir.
109:2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
109:3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
109:4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
109:5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
109:6. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
(Sūrat-ul-Kāfirūn [109]: 1-6)
Ketika orang-orang musyrik menawarkan kepada beliau agar mereka menyembah Allah selama setahun, dan beliau harus menyembah tuhan-tuhan mereka selama setahun juga, Allah menurunkan ayat kepada beliau guna memberitahukan jawaban untuk mereka mengenai hal ini: (قُلْ) “Katakanlah,” hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik itu, yang memintamu untuk menyembah tuhan-tuhan mereka selama setahun sebagai ganti mereka menyembah Tuhanmu selama setahun: (يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ) “Hai orang-orang yang kafir,” terhadap Allah, (لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ.) “Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,” yang berupa tuhan-tuhan dan berhala-berhala sekarang, (وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ.) “Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah,” sekarang (وَ لَا أَنَا عَابِدٌ) “Dan aku tidak pernah menjadi penyembah,” nantinya (مَّا عَبَدْتُّمْ.) “apa yang kamu sembah,” dahulu. (وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ) “Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah,” nantinya. (مَا أَعْبُدُ) “Tuhan yang aku sembah,” sekarang dan seterusnya.
Dikatakannya hal ini karena khithāb ini dari Allah kepada Rasulullah s.a.w. mengenai sejumlah orang musyrik, sebab telah diketahui bahwa mereka tidak akan pernah beriman, dan itu sudah diketahui di dalam ilmu-Nya, maka Allah memerintahkan Nabi-Nya s.a.w. agar membuat mereka putus asa atas keinginan mereka, dan menceritakan perihal mereka, bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi dari beliau, dan tidak pula dari mereka, kapan pun. Allah juga telah memutuskan harapan Nabi s.a.w. akan keimanan mereka dan keberuntungan mereka selamanya, sehingga mereka tidak akan pernah beruntung dan berhasil, hingga sebagian mereka tewas dengan senjata dalam Perang Badar, dan sebagian lain mati sebelum itu dalam keadaan kafir.
Pendapat kami dalam hal ini dinyatakan pula oleh para ahli tafsir. Mereka yang berpendapat demikian menyebutkan riwayat-riwayat berikut ini:
مَا هِيَ؟
“Apa itu?”
Mereka berkata: “Engkau menyembah tuhan-tuhan kami selama setahun, yaitu Lata dan ‘Uzza, dan kami menyembah Tuhanmu selama setahun.” Beliau lalu berkata:
حَتَّى أَنْظُرَ مَا يَأْتِيْ مِنْ عِنْدِ رَبِّيْ.
“(Tunggu), sampai aku melihat apa yang datang dari sisi Tuhanku.”
Lalu datanglah wahyu dari Lauḥ-ul-Maḥfūzh: (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ.) “Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir.” (Sūrat-ul-Kāfirūn). Allah juga menurunkan ayat: (قُلْ أَفَغَيْرَ اللهِ تَأْمُرُونِّيْ أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُوْنَ.) “Katakanlah: “Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?” Hingga firman-Nya: (وَ كُنْ مِنَ الشَّاكِرِيْنَ) “Dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (az-Zumar [39]: 64-66).
Firman-Nya: (لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَ لِيَ دِيْنِ) “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku,” maksudnya adalah, untukmulah agamamu, sehingga kamu tidak akan pernah meninggalkannya, karena itu telah dicapkan kepadamu dan telah ditetapkan bahwa kamu tidak akan melepaskan diri darinya. Kamu juga akan mati dalam keadaan memeluknya. Bagiku adalah agama yang kini aku peluk, dan aku tidak akan pernah meninggalkannya, karena telah ditetapkan di dalam ilmu Allah terdahulu, bahwa aku tidak akan berpindah darinya kepada selainnya.
Lebih jauh ia berkata: “Orang-orang Yahudi hanya menyembah Allah dan tidak musyrik (tidak mempersekutukan), hanya saja mereka mengingkari sebagian nabi dan apa-apa yang mereka bawa dari sisi Allah, mengingkari Rasulullah dan apa-apa yang beliau bawa dari sisi Allah, serta membunuh sejumlah nabi secara zhalim dan melampaui batas. Kecuali segolongan yang tersisa, hingga munculnya Bukhtanashar, mereka berkata: ‘Uzair putra Allah, penyeru Allah.” Namun mereka tidak sampai menyembahnya dan tidak melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh kaum Nasrani, yaitu berkata: “Al-Masīḥ adalah putra Allah”, dan mereka menyembahnya.” (24102).
Sebagian ahli bahasa ‘Arab mengatakan bahwa pengulangan redaksi (لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ.) “Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,” dan yang setelahnya merupakan bentuk penegasan, sebagaimana firman-Nya: (فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا، إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا.) “Karena sesungguhnya sesudah (ma‘a = bersamaan dengan) kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah (ma‘a = bersamaan dengan) kesulitan itu ada kemudahan.” (al-Insyiraḥ [94]: 5-6) dan firman-Nya: (لَتَرَوُنَّ الْجَحِيْمَ، ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِيْنِ.) “Niscaya kamu benar-benar akan melihat Neraka Jahannam, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ain-ul-yaqīn.” (at-Takātsur [102]: 6-7).
*Missing (24083)