SURAH AL-JINN
Surah ini meliputi dua puluh delapan ayat.
Surah ini makkiyyah (diturunkan di Makkah). Al-Qurthubī berkata: “Ini pendapat keseluruhan.”
Diriwayatkan oleh Ibn-udh-Dhurais, an-Naḥḥās, Ibnu Mardawaih, dan al-Baihaqī, dari Ibnu ‘Abbās, ia berkata: “Surah al-Jinn diturunkan di Makkah.” Dan diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari ‘Ā’isyah dan Ibnu Zubair, riwayat yang sama.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا. يَهْدِيْ إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَ لَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا. وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَدًا. وَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا عَلَى اللهِ شَطَطًا. وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ تَقُوْلَ الْإِنْسُ وَ الْجِنُّ عَلَى اللهِ كَذِبًا. وَ أَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا. وَ أَنَّهُمْ ظَنُّوْا كَمَا ظَنَنْتُمْ أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا. وَ أَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيْدًا وَ شُهُبًا. وَ أَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَّصَدًا. وَ أَنَّا لَا نَدْرِيْ أَشَرٌّ أُرِيْدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا. وَ أَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ وَ مِنَّا دُوْنَ ذلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا. وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ نُّعْجِزَ اللهَ فِي الْأَرْضِ وَ لَنْ نُّعْجِزَهُ هَرَبًا. وَ أَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَى آمَنَّا بِهِ فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَ لَا رَهَقًا.
072: 1. Katakanlah (hai Muḥammad): Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jinn (akan al-Qur’ān), lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’ān yang menakjubkan”.
072: 2. (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Tuhan kami.
072: 3. dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.
072: 4. Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah,
072: 5. dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jinn sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah.
072: 6. Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jinn, maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.
072: 7. Dan sesungguhnya mereka (jinn) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Makkah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (rasūl) pun.
072: 8. Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api.
072: 9. Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).
072: 10. Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.
072: 11. Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.
072: 12. Dan sesungguhnya kami mengetahui, bahwa kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (daripada)-Nya dengan lari.
072: 13. Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (al-Qur’ān), kami beriman kepadanya. Barang siapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.
(al-Jinn [72]: 1-13).
Firman Allah: (قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ) “Katakanlah (hai Muḥammad): Telah diwahyukan kepadaku” Jumhur ulama membaca (أُوْحِيَ) sebagai fi‘il rubā‘ī (terdiri dari empat huruf), sementara Ibnu Abī ‘Ablah, Abū Ayyās, dan al-‘Atkī dari Abū ‘Amr, membaca (وُحِيَ) sebagai fi‘il tsulātsī (terdiri dari tiga huruf). Ini adalah dua bahasa yang sama.
Ada perbedaan pendapat apakah Nabi s.a.w. melihat mereka (jinn-jinn itu) atau tidak? Secara zhahir al-Qur’ān beliau tidak melihat mereka, karena makna ayat ini adalah: Katakanlah, hai Muḥammad, kepada umatmu: “Telah diwahyukan kepadaku melalui lisan Jibrīl. (أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ) “bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jinn (akan al-Qur’ān)”. Hal yang sama adalah firman Allah: (وَ إِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْمَعُوْنَ الْقُرْآنَ.) “Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jinn kepadamu yang mengengarkan al-Qur’ān.” (Qs. al-Aḥqāf [46]: 29).
Hal ini diperkuat oleh riwayat yang terdapat di dalam kitab ash-Shaḥīḥ dari Ibnu ‘Abbās, ia berkata: “Rasūlullāh s.a.w. tidak membacakan (al-Qur’ān) kepada jinn dan beliau tidak melihat mereka.” (1491). ‘Ikrimah mengatakan: “Surah yang dibaca oleh Rasūlullāh s.a.w. adalah: (اِقْرَأْ بِاسْمِ ربِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ.) “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (Qs. al-‘Alaq [96]: 1) Pembahasan masalah ini telah dijelaskan dalam surah al-Aḥqāf, dan telah disebutkan pula di sana untuk menambah manfaat pembahasan, penafsiran firman Allah: (أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ) “bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jinn (akan al-Qur’ān)”. Inilah yang bertindak sebagai fā‘il (subyek). Oleh karena itu ayat ini dimulai dengan partikel (أَن) dan dhamīr di sini untuk kondisi (dhamīr sya’n). Menurut ulama Kūfah dan al-Akhfasy boleh saja yang bertindak sebagai fā‘il adalah jārr majrūr.
Para ulama berbeda pendapat tentang masuknya jinn yang beriman ke dalam surga, sebagaimana jinn-jinn yang durhaka masuk neraka. Berdasarkan firman Allah di dalam surah Tabārak (al-Mulk): (وَ جَعَلْنَا رُجُوْمًا لِلشَّيَاطِيْنِ وَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيْرِ؟) “Dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaithan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (Qs. al-Mulk [67]: 5) dan perkataan jinn sebagaimana yang akan dijelaskan dalam surah ini: (وَ أَمَّا الْقَاسِطُوْنَ فَكَانُوْا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا.) “Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api neraka Jahannam”. Dan ayat-ayat yang lainnya.
Al-Ḥasan mengatakan: “Mereka (jin mu’min) masuk surga.” Mujāhid mengatakan: “Tidak masuk surga, sekalipun dihindarkan dari api neraka.” Namun pendapat pertama (al-Ḥasan) lebih tepat berdasarkan firman Allah dalam surah ar-Raḥmān: (لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَ لَا جَانٌّ) “Tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jinn.” (Qs. ar-Raḥmān [55]: 56 dan 74). Selain ayat ini, di dalam surat ar-Raḥmān terdapat beberapa ayat yang menunjukkan demikian (masuknya jinn ke dalam surga), maka hendaklah anda melihat kembali.
Kami telah menjelaskan sebelumnya bahwa benar adanya bahwa Allah tidak mengutus kepada jinn utusan dari kalangan mereka sendiri, melainkan semua utusan berasal dari kalangan manusia, sekalipun seolah-olah firman Allah: (أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ) “Apakh belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri.” (Qs. al-An‘ām [6]: 130) bertentangan dengan pernyataan ini. Namun hal ini tertolak secara jelas dengan banyak ayat-ayat di dalam al-Qur’ān al-Karīm, yang menunjukkan bahwa Allah tidak mengutus para rasūl kecuali dari kalangan anak cucu Ādam (manusia). Pembahasan mengenai masalah ini sangat panjang, dan yang diinginkan di sini adalah penunjukkan secara ringkas.
(فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا.) “Lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’ān yang menakjubkan”.” Yakni mereka (para jinn) mengatakan itu ketika mereka kembali ke kaumnya, yakni kami mendengar perkataan yang dibaca sangat menakjubkan dari segi kefasihan dan penyampaiannya. Ada pendapat yang mengatakan menakjubkan dalam nasihat-nasihatnya, yang lain mengatakan menakjubkan dalam keberkahannya. Lafazh (عَجَبًا) adalah mashdar yang disifati dengannya untuk tujuan hiperbola (mubālaghah), atau berdasarkan penghilangan mudhāf, yakni (ذَا عَجَب) “memiliki ketakjuban), atau mashdar yang bermakna isim fā‘il, yakni (معجبًا) “membuat takjub”.
(يَهْدِيْ إِلَى الرُّشْدِ) “(yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar” yakni kepada perkara-perkara yang lurus, yaitu kebenaran. Ada yang mengatakan maksudnya kepada pengenalan kepada Allah (ma‘rifatullāh). Kalimat ini merupakan sifat yang lainnya untuk al-Qur’ān.
(فَآمَنَّا بِهِ) “Lalu kami beriman kepadanya” yakni kami membenarkan bahwa ia datang dari sisi Allah. (وَ لَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا.) “Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Tuhan kami.” Di antara ciptaan-Nya, dan kami tidak menyertakan tuhan lain dengan-Nya, karena Dia hanya sendiri dalam ketuhanan. Hal ini merupakan teguran dan celaan bagi yang kafir dari kalangan manusia, di mana jinn percaya/beriman dengan mendengarkan al-Qur’ān satu kali, dan dapat mengambil manfaat dari mendengar sedikit ayat-ayatnya, dan jinn-jinn itu dapat memahami dengan akal pikiran mereka bahwa itu adalah firman Allah dan mereka beriman kepada-Nya.
Sementara manusia-manusia yang kafir tidak dapat mengambil manfaat, terlebih para pembesar dan pemimpin mereka, dengan mendengarkannya berkali-kali dan dibacakan kepada mereka pada waktu-waktu yang berbeda. Padahal Rasūl berasal dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka dengan bahasa mereka sendiri, maka tidak mengejutkan jika Allah kelak menempatkannya di tempat terburuk, Allah mematikan mereka dengan sejelek-jeleknya kematian, dan siksa akhirat jauh lebih dahsyat kalau saja mereka mengetahui.
(وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا) “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami” Ḥamzah, al-Kisā’ī, Ibnu ‘Āmir, Ḥafsh, ‘Alqamah, Yaḥyā bin Wutsāb, Al-A‘masy, Khalaf, dan as-Sulamī membaca (وَ أَنَّهُ تَعَالَى) dengan fatḥah pada (أَن) dan demikian seterusnya mereka membacanya pada semua yang di-‘athaf-kan padanya, yaitu ada sebelas tempat hingga firman-Nya: (وَ أَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللهِ) “Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muḥammad ) berdiri”. (Qs.al-Jinn [72]: 19), sementara yang lainnya membacanya dengan kasrah pada semua tempat-tempat ini, kecuali pada firman-Nya: (وَ أَنَّ الْمَسَاجِدَ للهِ) “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah.” (Qs. al-Jin [72]: 18), maka mereka bersepakat mem-fatḥah-kannya.
Orang-orang yang membaca fatḥah pada tempat-tempat ini, maka berdasarkan ‘athaf pada posisi jārr majrūr pada (فَآمَنَّا بِهِ) “lalu kami beriman kepadanya” seakan-akan dikatakan “maka kami membenarkannya dan pembenaran kami adalah bahwa Maha Tinggi Kebesaran Tuhan kami…. dst.”
Adapun mereka yang membaca dengan kasrah pada tempat-tempat ini, maka berdasarkan ‘athaf kepada (إِنَّا سَمِعْنَا) “Sesungguhnya kami telah mendengarkan”. Kemudian mereka mengatakan: (إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا) “Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’ān…” dan mereka mengatakan: (وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا) “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami” dst.
Abū Ḥātim dan Abū ‘Ubaid memilih pendapat yang membaca dengan kasrah, karena semua itu dari perkataan jinn dan dikisahkan dari mereka melalui firman-Nya: (فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا.) “Lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan”.” Sementara Abū Ja‘far dan Syu‘bah membaca dengan fatḥah pada tiga tempat, yaitu firman Allah: (وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا) “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami” (Qs. al-Jin [72]: 3), (وَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا) “Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami selalu mengatakan” (Qs. al-Jin [72]: 4), dan (وَ أَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنْسِ) “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia” (Qs. al-Jin [72]: 6). Kedua mengatakan karena pada ketiga tempat ini dari wahyu, sementara pada tempat-tempat yang lainnya dengan kasrah karena merupakan perkataan jinn.
Jumhur ulama membaca (وَ أَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللهِ) “Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muḥammad ) berdiri”. (Qs.al-Jinn [72]: 19), dengan fatḥah karena di-‘athaf-kan kepada firman-Nya: (أَنَّهُ اسْتَمَعَ) “bahwasanya: telah mendengarkan”, sementara Nāfi‘, Ibnu ‘Āmir, Syaibah, Zur bin Ḥubaisy, Abū Bakar, dan al-Mufadhdhal dari ‘Āshim dengan kasrah pada tempat ini karena di-‘athaf-kan (mengacu) pada (فَآمَنَّا بِهِ) “lalu kami beriman kepadanya” dengan asumsi yang ssebelumnya. Kemudian mereka semua bersepakat dengan fatḥah pada (أَنَّهُ اسْتَمَعَ) “bahwasanya: telah mendengarkan” sebagaimana bersepakat pada (وَ أَنَّ الْمَسَاجِدَ) “Dan sesungguhnya masjid-masjid.” (Qs. al-Jin [72]: 18) dan (وَ أَنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا) “Dan bahwasnya: Jikalau mereka tetap berjalan lurus.” (Qs. al-Jinn [72]: 16) dan bersepakat dengan kasrah pada ayat-ayat berikut: (فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا.) “Lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan”.” (Qs. al-Jin [72]: 1), (قُلْ إِنَّمَا أَدْعُوْ رَبِّيْ) “Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku”, (Qs. al-Jinn [72]: 20), (قُلْ إِنْ أَدْرِيْ) “Katakanlah: “Aku tidak mengetahui”, (Qs. al-Jinn [72]: 25), dan (قُلْ إِنِّيْ لَا أَمْلِكُ) “Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa”. (Qs. al-Jinn [72]: 21).