072
SŪRAT-UL-JINN
(Bagian 2 dari 3)
Tinjauan Bahasa
(الرُّشْدِ): kebenaran.
(جَدُّ): dari segi bahasa artinya keagungan dan kekuasaan. Ada makna lain; bagian dan kakek.
(حَرَسًا): berbentuk jama‘ atau isim jama‘; penjaga sesuatu yang bertugas mengawasinya.
(قِدَدًا): bercerai-berai. Seorang pujangga berkata:
إذا هم طرائق في أهوائهم قدد.
“Ketika mereka bercerai-berai kesenangannya.” (7951).
(غَدَقًا): banyak dan melimpah.
(الْقَاسِطُوْنَ): orang-orang yang melenceng dari jalan kebenaran.
(صَعَدًا): sulit, tidak bisa dicapai oleh seseorang.
(يَسْلُكْهُ): memasukkannya.
(لِبَدًا): bertumpuk-tumpuk, sebagian di atas yang lain.
(مُلْتَحَدًا): tempat mengungsi dan perlindungan.
Tafsīr Ayat
“Katakanlah (hai Muḥammad): Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jinn telah mendengarkan (al-Qur’ān)”; hai Muḥammad, katakanlah kepada kaummu: Tuhanku mewahyukan kepadaku, bahwa sekelompok jinn mendengarkan bacaanku terhadap al-Qur’ān, lalu mereka beriman kepadanya, membenarkannya dan masuk Islam. “lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’ān yang menakjubkan””; lalu mereka berkata kepada kaumnya ketika kembali: Kami mendengar sebuah kitab suci yang mengagumkan, susunannya menarik hati, sastranya sempurna dan mengandung banyak hikmah serta nasihat. Ulama tafsir berkata: “Mereka mendengarkan Nabi s.a.w. ketika beliau membaca al-Qur’ān dalam shalat Shubuḥ. Beliau tidak tahu ada jinn mendengarkan bacaan beliau. Nabi s.a.w. diberitahu hal itu hanya melalui wahyu (7962) dengan dasar firman: “Katakanlah (hai Muḥammad): Telah diwahyukan kepadaku”. Hal tersebut dikuatkan oleh apa yang dikisahkan Allah kepada Nabi dalam surat al-Aḥqāf mengenal jinn: “Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jinn kepadamu yang mendengarkan al-Qur’ān, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya). Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.” (al-Aḥqāf: 29). Tujuan dari ayat yang menegaskan bahwa jinn saja mendengarkan al-Qur’ān untuk mencela kafir Quraisy dan bangsa ‘Arab yang tidak mau beriman. Sebab jinn lebih baik dari mereka dan lebih cepat beriman. Ketika mendengar al-Qur’ān, mereka mengagungkannya dan beriman kepadanya serta memberikan peringatan kepada kaumnya ketika kembali. Lain halnya bangsa ‘Arab yang dengan bahasa mereka al-Qur’ān diturunkan, mereka justru mendustakan dan menertawakan. Padahal mereka tahu bahwa al-Qur’ān itu mengalahkan mereka dan bahwa Muḥammad ummi, tidak bisa baca tulis. Betapa jauh sikap jinn dan manusia.
“(yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya”; al-Qur’ān tersebut membimbing kepada kebenaran lalu kami meyakini kebenarannya. “Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Tuhan kami”; kami tidak akan kembali kepada kekafiran kami sebelumnya dan kami tidak akan menjadikan sekutu bagi Allah dari makhluk-Nya setelah hari ini. Al-Khāzin berkata: “Ayat ini menunjukkan, bahwa jinn itu sebelumnya kafir.” (7973) “dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami”; kebesaran Tuhan kami amatlah agung dan tinggi. “Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”; Allah tidak mempunyai istri maupun anak, sebab istri dinikahi karena membutuhkan dan anak ada karena menjadi hiburan. Padahal Allah bersih dari kekurangan itu (Allah tidak butuh dengan yang lain; ed.) “Dan bahwasanya orang yang kurang akal dari kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah”; dan bahwa jinn yang bodoh di antara kami menisbatkan kepada Allah sesuatu yang tidak layak bagi kebesaran dan kesucian-Nya. Jinn bodoh mengatakan ucapan yang jauh dari kebenaran dan keadilan. Mujāhid berkata: “Yang dimaksudkan kurang akal adalah Iblis, dia mengajak mereka untuk menyembah selain Allah.” (7984).
“dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jinn sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah”; kami pernah mengira bahwa tidak seorangpun berdusta kepada Allah. Baik itu dari bangsa jinn maupun manusia yang mengatakan Allah mempunyai istri dan anak. Namun ketika kami mendengar al-Qur’ān ini dan beriman kepada-Nya, kami tahu bahwa mereka berdusta kepada Allah dalam hal tersebut.” (7995). Ath-Thabarī berkata: “Mereka tidak percaya bahwa ada seseorang yang berani berdusta kepada Allah ketika mereka mendengar al-Qur’ān. Sebab, sebelum mendengar al-Qur’ān, mereka tidak tahu bahwa Allah menganggap dusta orang-orang yang menisbatkan anak dan istri kepada-Nya. Mereka mengira Iblis benar dalam mengatakan hal tersebut. Setelah mendengar al-Qur’ān, mereka yakin bahwa Iblis dusta. Karenanya, mereka menyebutnya kurang akal.” (8006).
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jinn”; banyak manusia yang meminta selamat kepada beberapa jinn. “maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan”; dengan meminta perlindungan kepada jinn, justru menambah jinn takabbur, dosa dan sesat. Abū Su‘ūd berkata: “Dahulu di zaman jahiliah, jika sore hari seseorang berada di sebuah lembah yang tandus dan mengkhawatirkan dirinya, dia berkata: Kami meminta perlindungan kepada tuannya lembah ini dari kaumnya yang usil. Maksudnya jinn dan pemimpinnya. Ketika mendengar ucapan tersebut, jinn-jinn dengan sombongnya berkata: Kita merajai jinn dan manusia. Maka manusia menambah jinn sombong dan durhaka. Itulah maksud ayat: “maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (8017).
“Dan sesungguhnya mereka (jinn) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Makkah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorangpun”; manusia yang kafir mengira sebagaimana kalian kira hai bangsa jinn. Mereka mengira, Allah tidak akan membangkitkan siapapun setelah mati. Mereka mengingkari hari kebangkitan sebagaimana kalian. (8028) “dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api”; jinn berkata: “Kami telah berusaha untuk mencapai langit agar mendengar pembicaraan penghuni langit. Namun ternyata langit penuh oleh malaikat yang menjaganya dan bintang menyala yang membakar yang dilemparkan kepada siapa yang mendekati langit “dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya)”; sebelum terutusnya Muhammad, kami mengatangi langit untuk mendengarkan berita-berita langit dan memberitahukannya kepada dukun-dukun. “Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya)”; barang siapa yang sekarang berusaha untuk mencuri dengar, maka dia menjumpai bintang menyala yang menantinya untuk menghancurkannya.
“Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi”; kami bangsa jinn tidak tahu apa yang akan diperbuat Allah kepada penghuni bumi. Kami tidak tahu, apakah langit yang dipenuhi penjaga dan bintang menyala itu karena Allah berkehendak menurunkan siksa kepada penghuni bumi? “ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka”; ataukah Allah menghendaki kebaikan untuk mereka dengan mengutus seorang rasul yang menunjukkan mereka kepada kebenaran? Ini termasuk etika bangsa jinn. Kebaikan mereka sandarkan kepada Allah, namun keburukan tidak mereka sandarkan kepada-Nya. Ibnu Katsīr berkata: “Sebelum itu, bintang-bintang menyala dilemparkan dan inilah yang mendorong mereka untuk mencari tahu apa sebabnya. Mereka berkeliling di belahan timur dan barat langit. Lalu, mereka melihat Nabi s.a.w. membaca al-Qur’ān bersama para sahabat dalam shalat. Maka mereka tahu, bahwa inilah yang menyebabkan langit dijaga. Mereka mendekat kepada Nabi s.a.w. karena sangat ingin mengengar al-Qur’ān, lalu mereka masuk Islam.” (8039).
“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya”; di antara kami ada kaum yang saleh dan berbakti. Mereka mengetahui apa yang diridhai Allah. Dan di antara kami ada kaum yang tidak saleh. Dalam at-Tashīl disebutkan, yang dimaksud mereka “tidak demikian halnya” adalah jinn yang salehnya tidak sempurna atau jinn yang tidak saleh.” (80410). “Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda”; kami menjadi beberapa kelompok yang berbeda dan madzhab yang berlainan. Di antara kami ada yang saleh dan ada yang fasik. Di antara kami ada yang taqwa dan ada yang celaka. “Dan sesungguhnya kami mengetahui, bahwa kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (dari)-Nya dengan lari”; kami tahu dan yakin, bahwa Allah Maha Kuasa atas kami dan kami berada dalam kekuasaan-Nya di manapun kami berada. Kami tidak akan melemahkan-Nya dengan melarikan diri dan kami tidak akan lepas dari siksa-Nya jika Dia berkehendak buruk kepada kami. Al-Qurthubī berkata: “Maknanya, melalui dalil dan perenungan ayat-ayat Allah, kami mengetahui bahwa kami berada dalam kekuasaan-Nya. Kami tidak akan lepas dari-Nya dengan melarikan diri maupun lainnya.” (80511).
Kemudian mereka kembali mensyukuri Allah atas nikmat keimanan dan hidayah karena mendengar al-Qur’ān. Mereka berkata: “Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (al-Qur’ān), kami beriman kepadanya”; ketika mendengar al-Qur’ān yang agung, kami beriman kepadanya, kepada Allah menurunkannya dan kepada risalah Muḥammad: “Barang siapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan”; barang siapa beriman kepada Allah, maka dia tidak khawatir kebaikannya dikurangi maupun dizhalimi dengan ditambahkan keburukannya. Ibnu ‘Abbās berkata: “Dia tidak takut kebaikannya dikurangi dan keburukannya ditambahi (balasannya).” (80612). “Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran”; dan setelah mendengar al-Qur’ān ini, di antara kami ada yang masuk Islam dan membenarkan risalah Muḥammad. Namun di antara kami juga ada yang menyimpang dari kebenaran dan kafir. “Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus”; barang siapa memeluk Islam mengikuti Rasūlullāh, maka merekalah yang memilih jalan lurus dan memperoleh petunjuk kepada kebahagiaan dan keselamatan: “Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api neraka Jahannam”; adapun jinn yang kafir dan menyimpang dari jalan kebenaran dan iman, kelak mereka menjadi bahan bakar bagi Jahannam. Mereka menjadi bahan bakar neraka sebagaimana orang kafir di kalangan bangsa manusia juga menjadi bahan bakar neraka. Sampai di sini ucapan bangsa jinn. (80713).
Catatan: