Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Wasith (3/3)

Dari Buku:

Tafsīr al-Wasīth
(Jilid 3, al-Qashash – an-Nās)
Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Penerjemah: muhtadi, dkk.
Penerbit: GEMA INSANI

Rangkaian Pos: Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Wasith

BAGIAN KETIGA, KEEMPAT, DAN KELIMA DARI BERITA JINN.

Di dalam surah al-Jinn ini Allah s.w.t. memberitahukan bagian ketiga, keempat dan kelima dari berita-berita tentang jinn yang diwahyukan kepada Rasul. Berita-berita tersebut mengandung pemberitahuan tentang urgensi masjid bagi pelaksanaan shalat, bahwa dakwa Nabi s.a.w. adalah dakwah murni kepada Allah s.w.t. dan meninggalkan kesyirikan terhadap-Nya, bahwa beliau tidak memiliki hak untuk menimpakan bahaya atau memberi hak untuk menimpakan bahaya atau memberi manfaat kepada seorangpun, bahwa tidak ada tempat berlindung dari Allah kecuali kepada-Nya, bahwa fungsi beliau terbatas pada menyampaikan wahyu yang diturunkan kepadanya, bahwa beliau tidak mengetahui waktu diadzabnya kaum musyrikin. Pengetahuan mengenai hal tersebut menjadi kekhususan Allah s.w.t., itu adalah perkara ghaib, sedangkan Allah s.w.t. adalah Yang mengetahui perkara ghaib, di mana Dia tidak memperlihatkan perkara ghaib itu kecuali kepada rasul yang diridhainya. Bahwasanya jinn yang mengaku mengetahui perkara ghaib, dukun dan orang-orang sejenis adalah pendusta, mereka tidak mengetahui hakikat diri sendiri. Yang demikian itu terlihat jelas pada beberapa ayat berikut:

وَ أَنَّ الْمَسَاجِدَ للهِ فَلَا تَدْعُوْا مَعَ اللهِ أَحَدًا. وَ أَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللهِ يَدْعُوْهُ كَادُوْا يَكُوْنُوْنَ عَلَيْهِ لِبَدًا. قُلْ إِنَّمَا أَدْعُوْ رَبِّيْ وَ لَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا. قُلْ إِنِّيْ لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَ لَا رَشَدًا. قُلْ إِنِّيْ لَنْ يُجِيْرَنِيْ مِنَ اللهِ أَحَدٌ وَ لَنْ أَجِدَ مِنْ دُوْنِهِ مُلْتَحَدًا. إِلَّا بَلَاغًا مِّنَ اللهِ وَ رِسَالَاتِهِ وَ مَنْ يَعْصِ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا. حَتَّى إِذَا رَأَوْا مَا يُوْعَدُوْنَ فَسَيَعْلَمُوْنَ مَنْ أَضْعَفُ نَاصِرًا وَ أَقَلُّ عَدَدًا. قُلْ إِنْ أَدْرِيْ أَقَرِيْبٌ مَّا تُوْعَدُوْنَ أَمْ يَجْعَلُ لَهُ رَبِّيْ أَمَدًا. عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا. إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَّسُوْلٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَ مِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا. لِيَعْلَمَ أَنْ قَدْ أَبْلَغُوْا رِسَالَاتِ رَبِّهِمْ وَ أَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَ أَحْصَى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا.

072: 18. Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah apa pun di dalamnya selain Allah.
072: 19. Dan sesungguhnya ketika hamba Allah (Muḥammad) berdiri menyembah-Nya (melaksanakan shalat), mereka (jinn-jinn) itu berdesakan mengerumuninya.
072: 20. Katakanlah (Muḥammad): “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.”
072: 21. Katakanlah (Muḥammad): “Aku tidak kuasa menolak mudarat maupun mendatangkan kebaikan kepadamu.”
072: 22. Katakanlah (Muḥammad): “Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang dapat melindungiku dari (adzab) Allah dan aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya.”
072: 23. (Aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasūl-Nya maka sesungguhnya dia akan mendapat (adzab) neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
072: 24. Sehingga apabila mereka melihat (adzab) yang diancamkan kepadanya, maka mereka akan mengetahui yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit jumlahnya.
072: 25. Katakanlah (Muḥammad): “Aku tidak mengetahui, apakah adzab yang diancamkan kepadamu itu sudah dekat ataukah Tuhanku mentapkan waktunya masih lama.”
072: 26. Dia Mengetahui yang ghaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang ghaib itu.
072: 27. Kecuali kepada rasūl yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya.
072: 28. Agar Dia mengetahui, bahwa rasūl-rasūl itu sungguh, telah menyampaikan risalah Tuhannya, sedang (ilmu-Nya) meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.
(al-Jinn [72]: 18-28).

Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, ia berkata: “Sekelompok jinn berkata: “Wahai Rasūlullāh, idzinkanlah kami untuk menyaksikan shalat bersamamu di masjidmu.” Lalu Allah menurunkan ayat: “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah apa pun di dalamnya selain Allah.” Firman Allah: “Dan sesungguhnya masjid-masjid”, kalimat ini disambungkan kepada firman Allah: “Katakanlah (hai Muḥammad): Telah diwahyukan kepadaku bahwa…” Ini adalah bagian ketiga dari wahyu yang diberikan kepada beliau. Dengan pengertian: bahwasanya ibadah kalian diterima wahai bangsa jinn di manapun kalian melakukannya.

Makna: Telah diwahyukan bahwa masjid-masjid itu khusus untuk Allah, maka janganlah kalian menyembah siapapun selain Allah di dalamnya, jangan pula menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun di dalamnya. Masjid, sebagaimana yang dikatakan oleh Ḥasan al-Bashrī, maksudnya ialah: “Setiap tempat yang bisa dipakai untuk sujud, baik dikhususkan untuk sujud tersebut ataukah tidak, sebab bumi ini seluruhnya adalah masjid bagi umat ini.” Nabi s.a.w.bersabda seperti yang diriwayatkan oleh Bukhārī, Muslim dan Nasā’ī dari Jābir: “Dijadikan bumi itu sebagai masjid dan suci untukku.” Seakan-akan Allah s.w.t. berfirman: “Bumi seluruhnya adalah makhluk milik Allah s.w.t., maka janganlah kalian bersujud di atas bumi itu selain kepada Penciptanya.”

Bagian keempat dari berita yang diwahyukan: Bahwasanya tatkala hamba Allah, Nabi s.a.w., berarti seraya berdoa dan beribadah kepada Allah, bangsa jinn turut serta bersamanya dalam beberapa kelompok yang saling berdesakan karena begitu ramainya, untuk mendengarkan bacaan al-Qur’ān dari beliau dan merasa takjub terhadap tata cara ibadahnya yang mereka lihat, sebab mereka melihat sesuatu yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Katakanlah wahai Nabi kepada orang-orang yang ada di sekelilingmu untuk membatalkan agamamu: “Sesungguhnya aku hanya berdoa kepada Tuhanku, aku hanya beribadah kepada-Nya semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, aku memohon perlindungan kepada-Nya, aku bertawakkal kepada-Nya, dan aku tidak menyekutukan peribadahan kepada-Nya dengan siapapun.”

Sebab turunnya ayat ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syaukānī: “Bahwasanya kaum kafir Quraisy berkata kepada Nabi s.a.w.: “Sungguh kamu datang dengan membawa perkara besar, kamu telah memusuhi umat manusia seluruhnya. Maka kembalilah dari semua ini, tentu kami akan melindungimu.”

Katakan juga kepada kaum itu wahai Nabi: “Tidak ada seorangpun yang bisa membelaku dari adzab Allah jika Allah telah menurunkannya kepadaku. Tidak ada siapapun yang menjadi penolong dan tempat berlindung bagiku selain daripada Allah. Tidak ada yang melindungiku dari (adzab) Allah dan menyelamatkanku kecuali tindakanku menyampaikan risalah yang telah Dia wajibkan penyampaiannya kepadaku. Maka, aku menyampaikan dari Allah, aku beramal berdasarkan risalah-Nya, baik berupa perintah maupun larangan. Jika aku mengerjakan yang demikian niscaya aku selamat, jika tidak maka aku binasa.”

Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Ḥadhramī, ia menyebabkan bahwa salah satu jinn yang termasuk pembesar bangsa jinn dan mempunyai pengikut berkata: “Yang diinginkan Muḥammad adalah agar Allah melindunginya, dan aku bisa melindunginya.” Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Katakanlah (Muḥammad): “Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang dapat melindungiku dari (adzab) Allah.

Firman Allah: “(Aku hanya) menyampaikan (peringatan).…” Ḥasan al-Bashrī berkata yang maknanya: Ini adalah pengecualian yang terputus. Maknanya: Tidak ada sesuatupun yang dapat melindungiku dari (adzab) Allah kecuali menyampaikan (peringatan), jika aku menyampaikan (peringatan) maka Allah mengasihiku karenanya. Perlindungan oleh tindakan menyampaikan merupakan bentuk metafora, sebab tindakan menyampaikan itu adalah penyebab perlindungan dan rahmat Allah s.w.t. Sebagian ahli nahwu berkata: “Dengan pengertian ini maka yang terdapat para ayat tersebut adalah pengecualian tersambung, maknanya: aku tidak mendapatkan tempat berlindung kecuali aku menyampaikan (peringatan). Tempat berlindung: yakni sesuatu yang kepadanya aku cenderung dan perpegang teguh. Tempat itu tidak tersedia bagiku kecuali aku menyampaikan (peringatan) dan aku taat sehingga Allah melindungiku.” Penjabarannya, sebagaimana yang dikatakan Qatādah: “Aku tidak memiliki hak kecuali menyampaikan, adapun keimanan dan kekafiran aku tidak memiliki hak atas keduanya.”

Balasan bagi orang-orang durhaka yang tidak menunaikan esensi penyampaian peringatan dari Allah s.w.t. Sesungguhnya aku hanya menyampaikan risalah Allah kepada kalian. Barang siapa yang durhaka setelah itu maka ia mendapatkan balasan yang sangat membahayakan, yaitu neraka Jahannam, mereka tinggal di dalamnya kekal selama-lamanya, tidak ada tempat menghindar bagi mereka darinya, juga tidak ada kesempatan untuk keluar darinya. Firman Allah: “selama-lamanya,” menjadi dalil bahwa yang dimaksud dengan kedurhakaan di sini adalah kesyirikan.

Kemudian Allah menyampaikan ancaman berupa kekalahan dan kehinaan kepada kaum musyrikin yang mana mereka lebih pendek pandangannya daripada jinn tentang tidak adanya keimanan. Bahwasanya apabila mereka tetap berada di dalam kekafiran dan menyaksikan apa yang diancamkan kepada mereka pada hari kiamat, maka ketika itu mereka mengetahui siapa yang lebil lemah penolongnya. Yakni bala tentara yang menolongnya, dan siapa yang lebih sedikit jumlahnya, apakah mereka ataukah kaum mu’minin yang mengesakan Allah s.w.t.? Yakni, bahkan kaum musyrikin tidak mempunyai penolong sama sekali, mereka lebih sedikit jumlahnya daripada bala tentara Allah s.w.t. Kemudian Allah menyebutkan bagian kelima dari berita tentang jin yang diwahyukan, yakni pengetahuan akan perkara ghaib untuk membatalkan pengakuan bangsa jinn dan manusia bahwa mereka mengetahui perkara ghaib tersebut. Makna: Katakanlah wahai Nabi: “Aku tidak mengetahui apakah sudah dekat adzab yang dijanjikan Allah kepada kalian. Aku tidak mengetahui apakah sudah dekat adzab yang dijanjikan Allah kepada kalian. Aku tidak mengetahui apakah waktu adzab itu sudah dekat ataukah masih jauh. Kemudian apakah Allah menetapkan batas akhir dan jangka waktu bagi adzab tersebut? Tidak ada yang mengetahui waktu terjadinya hari kiamat kecuali Allah s.w.t. semata.”

Muqatil berkata: “Ketika kaum musyrikin mendengar firman Allah s.w.t.: “Sehingga apabila mereka melihat (adzab) yang diancamkan kepadanya, maka mereka akan mengetahui yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit jumlahnya.” Nadhr bin Ḥārits berkata: “Kapankah datangnya hari yang dia janjikan kepada kami ini? Maka Allah menurunkan ayat: “Katakanlah (Muḥammad): “Aku tidak mengetahui, apakah adzab yang diancamkan kepadamu itu sudah dekat” Hingga akhir ayat.”

Allah semata yang mengetahui perkara ghaib. Dan Dia tidak memberitahukan apa yang tersamar dari manusia kepada seorangpun kecuali rasūl-rasūl yang Dia ridhai. Bahwasanya Allah memberitahukan sebagian perkara ghaib kepada mereka, agar menjadi mu‘jizat bagi mereka dan bukti kebenaran kenabian mereka. Maka rasūl yang Dia ridhai, Dia memberitahukan perkara ghaib-Nya kepadanya melalui jalan wahyu, kemudian Allah menempatkan di hadapan dan di belakang rasūl itu penjaga-penjaga dari kalangan malaikat. Artinya, Allah menyebarkan penjaga-penjaga di sekeliling malaikat utusan tersebut, sebagai perlindungan dari Iblīs berikut bala tentaranya dari kalangan jinn dan manusia. Rasūl: yaitu malaikat atau pemilik syariat samawi, artinya mencakup rasūl dari kalangan malaikat maupun rasūl dari kalangan manusia. Ar-rashad: para penjaga yang menjaga setiap rasūl dari gangguan jinn dan syaithan.

Yang demikian itu agar Allah mengetahui, pengetahuan dalam arti penampakan dan penyingkapan realitas, bahwa rasūl-rasūl tersebut telah menyampaikan risalah-risalah Ilahi sebagaimana adanya. Tanpa menambah-nambah atau mengurangi. Sedangkan pengetahuan Allah s.w.t. meliputi apa yang ada pada para penjaga dari kalangan malaikat tersebut, atau apa yang ada pada rasūl-rasūl yang menyampaikan risalah-Nya. Allah s.w.t. Maha Mengetahui segala sesuatu, yang telah terjadi maupun yang akan terjadi, Dia mengetahui segenap hukum dan syariat, Dia menetapkan segala sesuatu dengan bilangan dan batasan yang pasti, tanpa campur-tangan siapapun dari para malaikat yang menjadi perantara ilmu.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *