Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Wasith (2/3)

Dari Buku:

Tafsīr al-Wasīth
(Jilid 3, al-Qashash – an-Nās)
Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Penerjemah: muhtadi, dkk.
Penerbit: GEMA INSANI

Rangkaian Pos: Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Wasith

BAGIAN KEDUA: DARI BERITA-BERITA JINN

Ini adalah bagian kedua dari berita-berita tentang jinn. Ada tujuh berita yang disebutkan oleh al-Qur’ān-ul-Karīm, mengisahkan kondisi-kondisi jinn dalam upaya mereka untuk mencuri pendengaran tentang berita langit, sebelum pengangkatan kenabian. Kemudian mereka terhalang melakukannya setelah masa kenabian, tanpa mengetahui faktor penyebab terhalangnya mereka dan diberlakukannya penjagaan di langit. Di antara berita mereka: Bahwa bangsa jinn terdiri dari dua golongan sama seperti bangsa manusia; di antara mereka ada yang beriman dan saleh, ada pula yang kafir dan fasik. Bahwasanya mereka mengetahui adanya kekuasaan Allah yang berlaku pada diri mereka, tanpa ada kemampuan untuk menghindar dari kekuasaan tersebut. Mereka juga mengetahui keagungan al-Qur’ān dan hidayah yang dibawanya, maka mereka beriman kepadanya. Semua itu menunjukkan bahwa tabiat jinn sama seperti tabiat manusia, bahwa mereka juga menjadi obyek dakwah kebenaran dan dakwah Nabi. Sebagaimana terlihat jelas pada beberapa ayat berikut:

وَ أَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيْدًا وَ شُهُبًا. وَ أَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَّصَدًا. وَ أَنَّا لَا نَدْرِيْ أَشَرٌّ أُرِيْدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا. وَ أَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ وَ مِنَّا دُوْنَ ذلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا. وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ نُّعْجِزَ اللهَ فِي الْأَرْضِ وَ لَنْ نُّعْجِزَهُ هَرَبًا. وَ أَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَى آمَنَّا بِهِ فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَ لَا رَهَقًا. وَ أَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَ مِنَّا الْقَاسِطُوْنَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُوْلئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا. وَ أَمَّا الْقَاسِطُوْنَ فَكَانُوْا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا. وَ أَنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَّاءً غَدَقًا. لِنَفْتِنَهُمْ فِيْهِ وَ مَنْ يُعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا.

072: 8. Dan sesungguhnya kami (jinn) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api,
072: 9. dan sesungguhnya kami (jinn) dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mencuri dengar (berita-beritanya). Tetapi sekarang siapa (mencoba) mencuri dengar (seperti itu) pasti akan menjumpai panah-panah api yang mengintai (untuk membakarnya).
072: 10. Dan sesungguhnya kami (jinn) tidak mengetahui (adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan baginya.
072: 11. Dan sesungguhnya di antara kami (jinn) ada yang saleh dan ada (pula) kebalikannya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.
072: 12. Dan sesungguhnya kami (jinn) telah menduga, bahwa kami tidak akan mampu melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di bumi dan tidak (pula) dapat lari melepaskan diri (dari)-Nya.
072: 13. Dan sesungguhnya ketika kami (jinn) mendengar petunjuk (al-Qur’ān), kami beriman kepadanya. Maka barang siapa beriman kepada Tuhan, maka tidak perlu ia takut rugi atau berdosa.
072: 14. Dan di antara kami ada yang Islam dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Siapa yang Islam, maka mereka itu telah memilih jalan yang lurus.
072: 15. Dan adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi bahan bakar bagi neraka Jahannam.
072: 16. Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup.
072: 17. Dengan (cara) itu Kami hendak menguji mereka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam adzab yang sangat berat.
(al-Jinn [72]: 8-17)

Ini adalah berita-berita tentang jinn yang pasti berdasarkan penyampaian al-Qur’ān-ul-Karīm, ada tujuh berita, yaitu sebagai berikut:

Pertama: Ketika Nabi s.a.w. diutus dan diturunkan al-Qur’ān kepada beliau, kami mencari berita langit sebagaimana kebiasaan kami sebelumnya, lalu kami mendapati langit penuh dengan penjaga-penjaga kuat dari kalangan malaikat, mereka menjaganya dari pencurian dengar. Kami juga mendapati api penyergap yang berasal dari bintang-bintang, yang membakar dan menghalangi siapa saja yang hendak mencuri dengar, seperti yang biasa kami lakukan dahulu.

Kedua: Sesungguhnya dulu kami menempati beberapa tempat di langit untuk mencuri pendengaran, juga untuk mendengarkan berita-berita langit dari para malaikat untuk disampaikan kepada para dukun (orang yang mengaku mengetahui yang ghaib dan rahasia-rahasia di masa mendatang). Kemudian Allah s.w.t. mengharamkan tindakan tersebut setelah diangkatnya Rasūlullāh s.a.w. dengan menyiapkan panah-panah api yang membakar, maka barang siapa berusaha mendengarkan berita-berita langit atau mencuri pendengaran sekarang kami mendapati ada panah api yang mengintainya, yang akan membakar dan membinasakannya.

Ketiga: Kami tidak mengetahui faktor penyebab adanya penjagaan langit tersebut, apakah keburukan atau adzab yang hendak ditimpakan Allah kepada penduduk bumi, atau Tuhan mereka menghendaki kebaikan dan kemaslahatan bagi mereka, dengan diutusnya seorang nabi pembawa misi perbaikan.

Keempat: Allah s.w.t. mengabarkan apa yang dikatakan oleh jinn tentang diri mereka sendiri, tatkala mereka menyeru sahabat-sahabat mereka menuju keimanan kepada risalah Nabi s.a.w.: “Dulu sebelum mendengarkan al-Qur’ān, di antara kami ada kaum mu’minin pelaku kebajikan yang saleh dan ada kebalikannya.” Yakni, orang-orang yang tidak saleh atau orang-orang kafir. “Kami terdiri dari kelompok-kelompok yang berbeda, memiliki jalan kehidupan dan aliran yang bermacam-macam.” Yakni, mereka terdiri dari banyak bagian, ada mu’min, fasik dan kafir, sama persis dengan kondisi bangsa manusia. Ath-Tharā’iq: jalan kehidupan yang berbeda-beda. Al-Qidad: begitu juga segala sesuatu yang berbeda-beda, seakan-akan sebagian mereka telah dipotong dan dipisahkan dari sebagian yang lain. Ibnu ‘Abbās, ‘Ikrimah, dan Qatādah berkata: “Firman Allah: “tharā’iqa qidada,” yakni hawa nafsu yang berbeda-beda.”

Kelima: Sungguh kami mengetahui bahwa kekuasaan Allah melingkupi kami, bahwa kita tidak akan mampu menghindar dari kekuasaan Allah dan tidak bisa mengabaikannya apabila Dia menuntut kami atau menghendaki suatu perkara atau diri kami, baik kami berada di bumi maupun melarikan diri dari-Nya ke langit. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atau diri kami, tidak ada seseorangpun di antara kami yang bisa melemahkan-Nya. Dugaan pada ayat tersebut bermakna pengetahuan (yang yakin).”

Keenam: Sungguh ketika kami mendengarkan petunjuk, yaitu al-Qur’ān, kami membenarkan bahwa berasal dari sisi Allah, dan kami tidak mendustakannya sebagaimana kaum kafir dari kalanan manusia mendustakannya. Maka barang siapa membenarkan Rabbnya dan apa yang Dia turunkan kepada rasūl-rasūlNya, ia tidak merasa takut akan berkurangnya amal kebaikannya, juga tidak takut terhadap permusuhan, kezhaliman dan kesombongan dengan ditambahkannya perbuatan buruknya. Al-Bakhsu: kekurangan pada amal kebaikan. Ar-rahaq: penambahan pada perbuatan buruk.

Ketujuh: Sungguh, sebagian dari kami adalah kaum mu’minin yang taat kepada Rabb mereka dan mengerjakan amal saleh, sedangkan sebagian yang lain adalah para pendosa yang berbuat zhalim dan menyimpang dari jalan kebenaran, kebaikan dan manhaj iman yang wajib. Maka barang siapa beriman kepada Allah dan menyerahkan dirinya kepada Allah dengan menaati syariat-Nya, mereka itulah orang-orang yang dengan sungguh-sungguh mencari jalan petunjuk dan kebahagiaan, merekalah yang mengupayakan keselamatan diri mereka dari adzab, itulah menjadi pahala bagi kaum mu’minin. Adapun para pendosa yang menyimpang dari manhaj Islam, mereka menjadi bahan bakar api neraka, dengan mereka neraka dibakar atau dinyalakan, sebagaimana ia dibakar dengan kaum kafir bangsa manusia. Terlihat ada perbedaan antara dua kata ini: al-qāsith: orang yang menyimpang dari kebenaran dan zhalim, sedangkan al-muqsith: orang yang menegakkan keadilan, berasal dari kata aqsatha, yakni berbuat adil.

Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi-Nya bahwa sekiranya manusia dan jinn bersikap istiqāmah di atas jalan Islam, niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang melimpah, Kami akan memberi mereka kebaikan yang banyak dan luas, agar kami memperlakukan mereka layaknya perlakuan penguji, agar Kami mengetahui bagaimana sikap syukur mereka atas nikmat-nikmat tersebut. Seandainya mereka taat kepada Rabb mereka niscaya Kami akan memberi mereka pahala, namun jika mereka durhaka tentu akan Kami hukum mereka di akhirat dan Kami cabut kenikmatan dari mereka. Berjalan lurus di atas jalan: maksudnya adalah jalan Islam dan kebenaran. Firman Allah: “linaftinahum”, yakni Kami hendak menguji mereka.

Barang siapa berpaling dari al-Qur’ān dan dari nasihat yang baik, sehingga ia tidak menunaikan perintah dan tidak menjauhi larangan, maka Tuhannya akan memasukkannya ke dalam adzab yang berat, sulit, tidak ada kenyamanan di dalamnya.

Kata “‘adzāban sha‘adā,” yakni adzab yang sangat berat. Anda katakan: “Fulān fī sha‘adi amrihi.” Yakni, si fulan sedang menghadapi perkara berat. Demikianlah kondisi jinn terhadap risalah Nabi s.a.w., mencakup keterangan status mereka yang terbagi dalam golongan-golongan yang berbeda-beda dan kelompok-kelompok yang saling bertentangan, sama seperti kondisi bangsa manusia.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *