Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir adz-Dzikra

ADZ-DZIKRĀ
Terjemah & tafsir
AL-QUR’AN
dalam
huruf ‘Arab & Latin
Juz 26-30

Disusun oleh: Bachtiar Surin.
 
Penerbit: ANGKASA BANDUNG

AL JINN (JINN)

Surat ke-72
Banyak ayatnya 28
Semuanya turun di Makkah (Makkiyyah)

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Bismillāhir raḥmānir raḥīm(i)
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, dan Maha Penyayang.

 

قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا.

Qul ūhiya ilayya annah-us-tama‘a nafarum min-al-jinni faqālū innā sami‘nā qur’ānan ‘ajabā(n).

  1. Katakanlah (Muḥammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekelompok jinn telah mendengarkan (bacaan al-Qur’ān), lalu mereka berkata: “Kami telah mendengar (pembacaan) al-Qur’ān yang menakjubkan,

يَهْدِيْ إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَ لَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا.

Yahdī ilar-rusydi fa āmannā bihi wa lan nusyrika bi rabbinā aḥadā(n).

  1. yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorang pun dengan Tuhan kami. (11)

وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَدًا.

Wa annahū ta‘ālā jaddu rabbinā mattakhdza shāḥibataw wa lā waladā.

  1. Bahwasanya, Maha Tinggi Kekuasaan Tuhan kita, Dia tidak beristri dan tidak pula beranak. (12)

وَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا عَلَى اللهِ شَطَطًا.

Wa annahū kāna yaqūlu safīhunā ‘allāhi syathathā(n).

  1. Bahwasanya, orang-orang yang kurang akal di pihak kita selalu mengucapkan (perkataan-perkataan) yang tidak benar mengenai Allah. (13)

وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ تَقُوْلَ الْإِنْسُ وَ الْجِنُّ عَلَى اللهِ كَذِبًا.

Wa annā zhanannā an lan taqūlal insu wal jinnu ‘alallāhi kadzibā(n).

  1. Bahwasanya kami mengira, manusia dan jinn itu sekali-kali tidak akan mengatakan (perkataan) yang bukan-bukkan terhadap Allah.

وَ أَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا.

Wa anahū kāna rijālun minal insi ya‘ūdzūna bi rijālim minal jinni fa zādūhum rahaqā(n).

  1. Bahwasanya ada beberapa gelintir laki-laki dari golongan manusia meminta perlindungan kepada beberapa gelintir laki-laki dari (golongan) jinn. Dengan demikian mereka hanya menambah kedurhakaan (golongan) jinn saja. (14)

وَ أَنَّهُمْ ظَنُّوْا كَمَا ظَنَنْتُمْ أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا.

Wa annahum zhannū kamā zhanantum al lay yab‘atsallāhu aḥadā(n).

  1. Dan bahwasanya golongan jinn menyangka sebagaimana persangkaan kaum musyrikin Makkah bahwa Allah tidak akan mengutus seorang (rasul) pun (kepada makhluq-Nya). (15)

RUANG-GERAK JINN SEMAKIN MENYEMPIT
SETELAH MUḤAMMAD MENJADI RASŪL

وَ أَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيْدًا وَ شُهُبًا.

Wa annā lamasnas samā’a fa wajadnāhā muli’at ḥarasan syadīdaw wa syuhubā(n).

  1. Sesungguhnya kami telah mencoba mencuri rahasia langit, namun kami dapati di sana penuh dengan penjaga-penjaga yang sangat kuat panah-panah berapi.

وَ أَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَّصَدًا.

Wa annā kunnā naq‘udu minhā maqā’ida lis sam‘i, fa may yastami‘ilāna yajid lahū syihābar rashadā(n).

  1. Dahulu pernah kami menduduki beberapa tempat (yang kurang ketat penjagaannya), untuk mencuri dengar (berita ruang angkasa). Tapi sekarang (16), barang siapa yang hendak mencuri dengar, dia akan menemukan panah-berapi yang senantiasa mengintai (untuk membinasakannya).

وَ أَنَّا لَا نَدْرِيْ أَشَرٌّ أُرِيْدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا.

Wa annā lā nadrī asyarrun urīda bi man fil ardhi am arāda bihim rabbuhum rasyadā(n).

  1. Dan kami, betul-betul tidak mengetahui, apakah (yang dimaksud dengan penjagaan-ketat itu; apakah Tuhan bermaksud buruk (terhadap penduduk bumi) atau bermaksud baik? (17)

وَ أَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ وَ مِنَّا دُوْنَ ذلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا.

Wa annā minnash shāliḥūna wa minnā dūna dzālika kunnā tharā’iqa qidadā(n).

  1. Dan bahwasanya di antara kami, ada yang (muslim) taat kepada Tuhan, ada pula yang tidak demikian. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (18)

وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ نُّعْجِزَ اللهَ فِي الْأَرْضِ وَ لَنْ نُّعْجِزَهُ هَرَبًا.

Wa annā zhanannā al lan nu‘jizallāha fil ardhi wa lan nu‘jizahū harabā(n).

  1. Dan bahwasanya kami meyakini, bahwa tidak akan terlepas dari kekuasaan Allah di muka bumi, dan tidak pula akan dapat lari (dari pengawasan-Nya).

وَ أَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَى آمَنَّا بِهِ فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَ لَا رَهَقًا.

Wa annā lammā sami‘nal hudā āmannā bihī fa may yu’mim bi rabbihī fa lā yakhāfu bakhsaw wa lā rahaqā(n).

  1. Bahwasanya kami juga tatkala mendengarkan petunjuk (al-Qur’ān), langsung kami beriman kepadanya. Barang siapa yang beriman kepada Tuhannya, tidak perlu takut akan pengurangan (pahala dari ‘amal baiknya) dan penambahan siksa (karena dosa orang lain).

وَ أَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَ مِنَّا الْقَاسِطُوْنَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُوْلئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا.

Wa annā minnal muslimūna wa minnal qāsithūn(a), faman aslama fa ulā’ika taḥarrau rasyadā(n).

  1. Dan bahwasanya di antara kami, ada yang taat kepada Tuhan, namun ada pula yang menyimpang dari kebenaran. Barang siapa yang taat (kepada Tuhan), itulah orang-orang yang telah memilih jalan yang benar.

وَ أَمَّا الْقَاسِطُوْنَ فَكَانُوْا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا.

Wa ammal qāsithūna fa kānū li jahannama ḥathabā(n).

  1. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, mereka dijadikan kayu-bakar untuk menyalakan Jahannam.

وَ أَنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَّاءً غَدَقًا.

Wa allawistaqāmū ‘alath tharīqati la’asqaināhum mā’an ghadaqā(n).

  1. Dan bahwasanya jika mereka (19) tetap berjalan di atas Jalan (yang Lurus) (210), mereka pasti Kami beri kemakmuran berupa air yang melimpah.

لِنَفْتِنَهُمْ فِيْهِ وَ مَنْ يُعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا.

Linaftinahum fīh(i), wa may yu‘ridh ‘an dzikri rabbihī yaslukhu ‘adzāban sha‘adā(n).

  1. Namun dengan karunia air itu pula mereka Kami uji (111). Dan barang siapa membelakang dari peringatan Tuhannya, akan dimasukkan-Nya ke dalam siksaan berat (yang tak tertanggungkan olehnya).

وَ أَنَّ الْمَسَاجِدَ للهِ فَلَا تَدْعُوْا مَعَ اللهِ أَحَدًا.

Wa annal masājida illāhi fa lā tad‘ū ma‘allāhi aḥadā(n).

  1. Bahwasanya masjid-masjid (112) itu, adalah kepunyaan Allah. Karena itu janganlah kamu menyembah (seorang pun di sana) di samping (menyembah) Allah.

وَ أَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللهِ يَدْعُوْهُ كَادُوْا يَكُوْنُوْنَ عَلَيْهِ لِبَدًا.

Wa annahū lammā qāma ‘abdullāhi yad‘ūhu kādū yakūnūna ‘alaihi libadā(n).

  1. Bahwasanya, tatkala hamba-Allah (Muhammad) berdiri hendak beribadat kepada-Nya, hampir saja (jinn-jinn itu) berdesak-desakan mengerumuninya.

قُلْ إِنَّمَا أَدْعُوْ رَبِّيْ وَ لَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا.

Qul innamā ad‘ū rabbī wa lā usyriku bihī aḥadā(n).

  1. Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini menyembah Tuhanku. Dan aku tidak mempersekutukan seseorang pun dengan Dia.”

قُلْ إِنِّيْ لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَ لَا رَشَدًا.

Qul innī lā amliku lakum dharraw wa lā rasyadā(n).

  1. Katakanlah: “Adalah di luar kemampuanku untuk mendatangkan bahaya dan kemanfaatan kepadamu.”

قُلْ إِنِّيْ لَنْ يُجِيْرَنِيْ مِنَ اللهِ أَحَدٌ وَ لَنْ أَجِدَ مِنْ دُوْنِهِ مُلْتَحَدًا.

Qul innī lay yujīranī minallāhi aḥaduw wa lan ajida min dūnihī multaḥadā(n).

  1. Katakan pulalah: “Tidak seorang pun yang mampu melindungiku dari siksaan Allah, (bila Dia berkehendak buruk terhadapku). Dan aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya.

إِلَّا بَلَاغًا مِّنَ اللهِ وَ رِسَالَاتِهِ وَ مَنْ يَعْصِ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا.

Illā balāgham minallāhi wa risālātihī, wa may ya‘shillāha wa rasūlahū fa inna lahū nāra jahannam khālidīna fīhā abadā(n).

  1. Namun yang menjadi tugasku ialah menyampaikan tugas kerasūlan yang dibebankan-Nya. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasūl-Nya, sudah pasti Jahannam bahagiannya. Mereka kekal di sana selama-lamanya.

حَتَّى إِذَا رَأَوْا مَا يُوْعَدُوْنَ فَسَيَعْلَمُوْنَ مَنْ أَضْعَفُ نَاصِرًا وَ أَقَلُّ عَدَدًا.

Ḥattā idzā ra’au mā yū‘adūna fasaya‘lamūna man adh‘afu nāshiraw wa aqallu ‘adadā(n).

  1. (Mereka selalu menganggap lemah kepada orang mu’min, sampai suatu ketika) saat mereka telah melihat sendiri siksaan yang pernah diancamkan kepadanya, barulah mereka mengetahui siapa yang lemah penolongnya dan (siapa pun) yang sedikit bilangannya.

قُلْ إِنْ أَدْرِيْ أَقَرِيْبٌ مَّا تُوْعَدُوْنَ أَمْ يَجْعَلُ لَهُ رَبِّيْ أَمَدًا.

Qul in adrī aqarībum mā tū‘adūna am yaj‘alu lahū rabbī amadā(n).

  1. (Selanjutnya) katakan pula: “Aku tidak tahu apakah (kiamat) yang diancamkan kepadamu itu sudah dekat waktunya, atau Tuhanku, mengulur waktunya agak lama.”

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا.

‘Ālimul ghaibi fa lā yuzhhiru ‘alā ghaibihī aḥadā(n).

  1. Dialah yang mengetahui perkara yang ghaib, dan tidak diterangkan-Nya rahasia keghaiban itu kepada seorang pun.

إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَّسُوْلٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَ مِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا.

Illā manirtadhā mir rasūlin fa innahū yasluku mim baini yadaihi wa min khalfihī rashadā(n).

  1. kecuali kepada rasūl-rasūl yang dipilih-Nya Sendiri. Lalu Dia menugaskan (malaikat) untuk menjaga (rasūl-rasūl itu) di muka dan dibelakangnya, (113)

لِيَعْلَمَ أَنْ قَدْ أَبْلَغُوْا رِسَالَاتِ رَبِّهِمْ وَ أَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَ أَحْصَى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا.

Li ya‘lama an qad ablaghū risālāti rabbihim wa aḥātha bimā ladaihim wa aḥshā kulla syai’in ‘adadā(n).

  1. supaya Ia mengetahui bahwa rasūl-rasūl itu telah menyampaikan tugas kerasūlan dari Tuhannya. Dan Dia memantau seluruh (tindak-tanduk para malaikat-penjara) itu, dan menghitung segala-galanya (secara teliti) satu demi satu.

Catatan:

  1. 1). Sebelum mendengarkan al-Qur’ān: “Masyarakat” jinn itu menganut berbagai macam kepercayaan, al. Keyahudian, (lihat 46: 29 s.d. 32), Kenashranian (lihat 72: 3), dan Kepercayaan mempersekutukan Tuhan dengan jinn sendiri, sampai ada masyarakat jinn yang menganggap bahwa antara mereka dan Tuhan ada hubungan keluarga. (lihat 6: 100).
  2. 1). Setelah mendengar al-Qur’ān, masyarakat jinn menyadari kesalahan kepercayaannya pada masa lalu. Sekarang mereka melepaskan kemusyrikan mereka.
  3. 1). Misalnya mengatakan bahwa Tuhan beristri dan beranak.
  4. 1). Dengan memakai mantra-mantra segelintir manusia minta perlindungan kepada jinn, karena takut kena musibah. Mereka tidak minta perlindungan kepada Allah. Dengan demikian, golongan jinn itu bertambah sombong dan besar kepala saja.
  5. 1). Pada ayat-ayat 1 s.d. 7 di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Tuhan telah menyuruh Nabi Muḥammad s.a.w. supaya menjelaskan kepada para sahabatnya tentang manfaat yang dapat diambil dari kisah jinn, sebagai berikut:
    1. Muḥammad selain diutus untuk golongan manusia, juga diutus kepada golongan jinn.
    2. Masyarakat jinn memahami juga bahasa manusia.
    3. Golongan jinn dibebani juga dengan beban syari‘at.
    4. Golongan yang mu’min di antara jinn menghimbau golongan yang bukan mu’min supaya beriman kepada Allah.
    5. Untuk menjadi contoh dan teladan bagi kafir Quraisy bahwa di antara jinn-jinn itu walau bagaimanapun ingkar dan keras kepalanya, namun setelah mereka mendengar bacaan al-Qur’ān mereka menyadari kelemahannya. Lalu mereka beriman.

  6. 1). Maksudnya, kurun waktu setelah Nabi Muḥammad dibangkitkan.
  7. 1). Penjagaan ketat di langit dimaksudkan untuk dua hal:
    1. Agar hukuman siksa yang akan diturunkan Tuhan secara tiba-tiba terhadap penduduk bumi, tidak diketahui oleh alam jinn, atau
    2. Berita tentang pengutusan rasul yang akan membawa manusia kepada jalan yang lurus.

  8. 1). Alam jinn sebagaimana halnya alam manusia, ada yang muslim ada pula yang kafir.
  9. 1). Jinn dan manusia.
  10. 2). Agama Islam.
  11. 1). Air adalah sesuatu yang sulit diperoleh di negeri ‘Arab. Mendapat air sama halnya dengan mendapat emas. Maka, orang ‘Arab berkata: “Kalau ada air, ada harta.” Tetapi kalau harta sudah banyak, dapat pula menimbulkan fitnah, jika disalahgunakan. Jadi air adalah salah-satu alat penguji di antara sekian banyak penguji yang didatangkan Tuhan.
  12. 1). Masjid secara harfiah berarti: Tempat sujud untuk shalat dan ibadat. Termasuk di dalamnya: Gereja, Kuil, dan tidak terkecuali masjid kaum muslimin. Menurut Imām Ḥasan, yang dimaksud dengan “Masjid”, ialah tempat-tempat yang dipergunakan untuk sujud; baik yang disediakan untuk itu maupun yang tidak. Karena itu, seluruh dataran bumi boleh disebut: Masjid. (Tafsir al-Maraghy XXXIX/102 dan 103).
  13. 1). Ayat 26 dan 27 di atas menunjukkan bahwa ilmu ghaib itu hanya diketahui oleh orang yang telah dipilih sendiri oleh Tuhan di antara para rasūl-Nya. Keterangan ini sekaligus membatalkan ilmu tenung, ilmu nujum dan sihir. Sekali pun ilmu tenung, nujum dan sihir itu sewaktu-waktu menunjukkan kebenaran, namun kebenaran yang hakiki adalah yang diterangkan oleh al-Qur’ān.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *