Hati Senang

Surah al-Insyiqaq 84 ~ Tafsir al-Qur’an-ul-Majid an-Nur

Judul Buku:
TAFSĪR AL-QUR’ĀNUL MAJĪD AN-NŪR

JILID 4

Penulis: Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Diterbitkan oleh: Cakrawala Publishing

Surat Ke-84
AL-INSYIQĀQ

Surat al-Insyiqāq bermakna terbelah. Diturunkan di Makkah sesudah surat al-Infithār, dan terdiri dari 25 ayat.

A. KANDUNGAN ISI

Surat ini mengandung penjelasan mengenai pendahuluan hari kiamat dan fase-fase hidup yang dilalui manusia hingga akhir hayat dan apa yang mereka alami pada hari kiamat. Dikuatkan dengan sumpah, Allah menandaskan bahwa manusia nantinya akan hidup sekali lagi. (11)

B. KAITAN DENGAN SURAT SEBELUMNYA

Persesuaian antara surat yang telah lalu (al-Muthaffifīn) dengan surat ini bahwa dalam surat yang telah lalu dijelaskan tentang tempat menyimpan buku cacatan ‘amalan, sedangkan dalam surat ini dijelaskan bahwa buku catatan itu akan dikemukakan kepada masing-masing pemilik pada hari kiamat kelak.

C. TAFSĪR SURAT AL-INSYIQĀQ

1. Pada Saat Aturan Alam Rusak, Bumi Berguncang Bagaikan Guncangan Kulit yang Disamak.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Bismillāhirraḥmānirraḥīm

Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pemurah, yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya.

وَ إٍذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ.

Idzas samā’-unsyaqqat.
“Apabila langit terbelah”. (22) (al-Insyiqāq [84]: 1).

Apabila Allah berkeinginan akan melenyapkan alam ini dan mendatangkan hari kiamat, maka rusaklah aturan (hukum) dunia, langit pun terbelah dan hancur.

وَ أَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَ حُقَّتْ.

Wa adzinat lirabbihā wa ḥuqqat.
“Dan mendengarkan perintah Tuhannya dan sudah semestinya langit patuh.” (al-Insyiqāq [84]: 2).

Ketika itu langit tunduk kepada kudrat (kekuasaan) Allah.

Langit memang selayaknya mengikuti perintah Tuhan, sebab langit tidak lain adalah di antara makhlūq dan sudah barang tentu tidak akan mendurhakai perintah Tuhannya.

وَ إِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ.

Wa idzal ardhu muddat.
“Apabila bumi dikembangan diratakan,” (al-Insyiqāq [84]: 3).

Ketika bumi terombang-ambing dan hancur-luluhlah gunung-gunung.

وَ أَلْقَتْ مَا فِيْهَا وَ تَخَلَّتْ.

Wa alqat mā fīhā wa takhallat.
“Dan apa yang berada di dalamnya dibuang dan menjadi kosong.” (al-Insyiqāq [84]: 4).

Ketika bumi mengeluarkan semua isinya, baik berupa benda maupun berupa tulang-belulang yang telah hancur.

Ketika itu kosonglah bumi dari semua isi perutnya, dan tunduk patuh kepada perintah Tuhannya sesuai dengan kehendak-Nya.

وَ أَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَ حُقَّتْ.

Wa adzinat lirabbihā wa ḥuqqat.
“Dan mendengarkan perintah Tuhannya dan sudah semestinya bumi harus mendengar.” (al-Insyiqāq [84]: 5).

Langit tunduk kepada perintah Allah, karena memang berada dalam kekuasaan-Nya, sebagaimana Allah menjadikan pada permulaannya, begitu pula Dia melenyapkannya.

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيْهِ.

Ya ayyuhal insānu innaka kādiḥun ilā rabbika kadḥan fa mulāqīh.
“Wahai manusia, sesungguhnya kamu harus bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhan, kemudian kamu akan menemui-Nya!” (33) (al-Insyiqāq [84]: 6).

Wahai manusia, bersungguh-sungguhlah dan tekunlah mengerjakan tugasmu, serta segera berusaha mencari penghidupan dengan mempergunakan seluruh waktumu. Apakah kamu tidak mengetahui, sesungguhnya kamu tiap hari berjalan menuju Tuhanmu dan suatu ketika kamu akan menjumpai-Nya. Hanya saja, setelah mati barulah kamu menyaksikan kebenaran yang nyata dan pada hari kiamat itulah semua kesamaran dan keraguan lenyap. Pada hari itu juga, manusia mengetahui apa yang telah diperbuatnya selama di dunia.

2. Menerima Buku (Catatan) ‘Amalan dengan Tangan Kanan atau Dengan Tangan Kiri Merupakan Isyarat Penggambaran dan Pemisahan.

فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ. فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا. وَ يَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُوْرًا.

Fa ammā man ūtiya kitābahū biyamīnih. Fa saufa yuḥāsabu ḥisābay yasīrā. Wa yanqalibu ilā ahlihī masrūrā.
“Adapun orang yang kitab catatan ‘amalnya diberikan dari sebelah kanannya, Maka akan diperiksa dengan pemeriksaan ringan. Dia pun kembali kepada kaum kerabatnya dengan hati girang.” (al-Insyiqāq [84]: 7-9).

Orang yang menerima kitab ‘amalannya dengan tangan kanannya (karena diberikan dari sisi kanannya), akan dihisab dengan hisab yang ringan. Dia diberi tahu semua ‘amalannya, ketaatan, dan kemaksiatannya. Semua ketaatannya diberi pahala dan kemasiatannya dimaafkan.

Orang yang dihisab dengan hisab ringan ini kembali kepada sesama teman-temannya, dan bermain dengan riang-gembira sambil berkata: “Bacalah kitabku (catatan ‘amal) ini.” Ada yang mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai Abū Salamah ibn ‘Abd-il-Asad yang mula-mula berhijrah dari Makkah.

وَ أَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ. فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُوْرًا. وَ يَصْلَى سَعِيْرًا.

Wa ammā man ūtiya kitābahū warā’a zhahrih. Fa saufa yad‘ū tsubūrā. Wa yashlā sa‘īrā.
“Adapun orang yang disodorkan kitab ‘amalnya dari belakang punggungnya, maka kelak dia akan menyerukan kebinasaan. Dia menderita panasnya nyala api neraka.” (al-Insyiqāq [84]: 10-12).

Orang-orang yang berbuat banyak dosa dan maksiat menerima kitab catatan ‘amal dari belakangnya dengan tangan kirinya. Mengambil kitab catatan dengan tangan kiri sebagai bukti bahwa dia sebenarnya enggan menerimanya. Sebab, dia mengetahui bahwa isinya penuh dengan dosa dan maksiat. Dia menerima kitabnya dengan membelakanginya. Orang itu menghadapi hisab yang berat dan mengeluh, yang akhirnya menderita panasnya api Jahannam.

Ayat ini diturunkan mengenai al-Aswad ibn ‘Abd-il-Asad. Bermacam pendapat ahli tafsir dalam menafsirkan ma‘na “mengambil kitab dari belakang.”

إِنَّهُ كَانَ فِيْ أَهْلِهِ مَسْرُوْرًا.

Innahū kāna fī ahlihī masrūrā(n).
“Sesungguhnya (dahulu) dia adalah orang yang hatinya senang dalam kalangan keluarga.” (al-Insyiqāq [84]: 13).

Dahulu di dunia, dia termasuk orang yang riang-gembira di kalangan keluarganya. Dia tidak pernah memikirkan urusan akhirat dan dengan bangga terus-menurus melakukan kemaksiatan. Dia tidak menyangka jika akhirnya dibenamkan ke dalam api Jahannam.

إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَّنْ يَحُوْرَ.

Innahū zhanna allay yaḥūr.
“Sesungguhnya dia mengira bahwa dirinya sama sekali tidak akan kembali kepada Tuhannya.” (al-Insyiqāq [84]: 14).

Dia menyangka dirinya tidak akan dihidupkan kembali setelah mati, untuk dihisab dan dimintai pertanggungjawaban atas semua perbuatannya. Seandainya mengetahui dirinya akan dihidupkan kembali, tentu dia tidak bergembira mengerjakan maksiat dan kejahatan. Sebaliknya, dia akan berusaha mengerjakan perbuatan yang membahagiakan di akhirat.

بَلَى إِنَّ رَبَّهُ كَانَ بِهِ بَصِيْرًا.

Balā, inna rabbahū kāna bihī bashīrā.
“Ya, sesungguhnya Tuhan melihat kepadanya dengan jelas.” (al-Insyiqāq [84]: 15).

Sungguh dia akan kembali kepada Tuhannya dan akan dihisab. Karenanya dia akan diberi pembalasan yang baik atas kebajikan yang dilakukan dan pembalasan buruk terhadap kejahatan (kemaksiatannya). Manusia yang dijadikan untuk mencapai kesempurnaan, tentulah tidak akan disamakan tujuan hidupnya dengan tujuan hidup binatang. Tentulah manusia akan diberi kehidupan yang kedua untuk menerima pembalasan atas semua ‘amalan dan usaha yang dikerjakannya di dunia.

3. Orang Kafir Mengingkari Kebenaran untuk Tetap Mempertahankan Kedudukan.

فَلَا أُقْسِمُ بِالشَّفَقِ.

Falā uqsimu bisy syafaq.
“Maka Aku bersumpah dengan awan merah pada saat senja.” (al-Insyiqāq [84]: 16).

Jika kata “” di sini diartikan dengan “tidak”, maka kata itu bukan dipandang sebagai zā’idah (tambahan), sehingga ma‘nanya “Aku tidak bersumpah.” Allah tidak bersumpah untuk menetapkan apa yang Dia sebutkan, karena urusannya adalah nyata, tidak memerlukan sumpah.

وَ اللَّيْلِ وَ مَا وَسَقَ. وَ الْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ.

Wal laili wa mā wasaq. Wal qamari idzattasaq.
“Dan malam serta apa yang dikumpulkannya. Dan bulan apabila telah sempurna penuh.” (al-Insyiqāq [84]: 17-18).

Aku bersumpah dengan malam dan dengan apa yang dikumpulkan oleh malam, dengan bulan purnama (bulan penuh, tanggal 15 tiap bulan).

لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ.

Latarkabunna thabaqan ‘an thabaq.
“Demi Allah, sungguh kamu (hai manusia) akan menemui berbagai urusan setingkat demi setingkat.” (al-Insyiqāq [84]: 19).

Kamu, wahai manusia, akan menemui berbagai urusan dari waktu ke waktu, sehingga sampailah kamu kepada Tuhanmu. Pada masa (waktu) itulah kamu akan kekal di dalam surga ataupun di dalam neraka.

فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ.

Famā lahun lā yu’minūn.
“Maka mengapa mereka tidak mau beriman?”. (al-Insyiqāq [84]: 20).

Maka, gerangan apakah yang menyebabkan mereka mengingkari kekuasaan Allah dan hari bangkit? Padahal, semua apa yang ada di depan mereka menunjukkan bahwa kekuasaan Allah adalah besar. Dapat mengubah keadaan alam dalam sekejap mata dan dapat membangkitkan (menghidupkan kembali) manusia setelah mereka mati.

وَ إِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُوْنَ.

Wa idzā quri’a ‘alaihimul qur’ānu lā yasjudūn.
“Apabila dibacakan al-Qur’ān, mereka pun tidak sujūd.” (al-Insyiqāq [84]: 21).

Apa lagi yang terjadi, sehingga mereka tidak mau mengakui kemu‘jizatan al-Qur’ān, yang dibacakan kepada mereka? Padahal, mereka tidak menandingi kemu’jizatan kitab suci itu, tetapi mengapa mereka tidak mau tunduk sujud kepada Allah sebagai tanda syukur ketika mereka mendengar al-Qur’ān dibacakan? Ayat ini mensyarī‘atkan sujud tilawah.

بَلِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُكَذِّبُوْنَ.

Balil ladzīna kafarū yukadzdzibūn.
“Sebenarnya orang-orang yang kafir itu mendustakan kebenaran.” (al-Insyiqāq [84]: 22).

Dalil-dalil yang menarik kepada keimanan adalah terang dan nyata. Tetapi orang-orang yang menyangkal kebenaran tetap mendustakan kebenaran al-Qur’ān. Hal itu mereka lakukan, boleh jadi karena mereka dengki kepada Rasūl yang mendapatkan anugerah dari Allah dan boleh jadi karena mereka takut akan kehilangan kedudukan yang ada padanya.

وَ اللهُ أَعْلَمُ بِمَا يُوْعُوْنَ.

Wallāhu a‘lamu bimā yū‘ūn.
“Dan Allah cukup mengetahui apa yang mereka rahasiakan.” (al-Insyiqāq [84]: 23).

Allah mengetahui semua isi hati mereka, yang menyebabkan mereka tetap mempersekutukan sesuatu dengan Allah dan tetap dalam kemusyrikan.

فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيْمٍ.

Fa basysyirhum bi‘adzābin alīm.
“Maka, sampaikanlah kepada mereka berita bahwa mereka akan memperoleh siksaan yang pedih.” (al-Insyiqāq [84]: 24).

Jelaskanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkan ‘adzab yang pedih sebagai pembalasan atas keingkarannya dan atas perbuatan-perbuatannya yang buruk dan i‘tiqād-i‘tiqādnya (keyakinannya) yang rusak dan sesat.

إِلَّا الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍ

Illal ladzīna āmanū wa ‘amilush shāliḥāti lahum ajrun ghairu mamnūn.
“Akan tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik, mereka memperoleh pahala yang tiada putus-putusnya.” (al-Insyiqāq [84]: 25).

Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasūl-Nya tunduk kepada perintah al-Qur’ān dan mengerjakan semua isinya. Itulah orang yang mendapat pahala yang tiada henti-hentinya.

D. KESIMPULAN SURAT

Dalam ayat-ayat ini, Allah menjelaskan jalan bersumpah dengan berbagai makhlūq-Nya bahwa hari bangkit (manusia hidup kembali setelah kematiannya) pasti terjadi dan manusia akan menemui huru-hara kiamat yang amat dahsyat hingga mereka selesai dihisab (dihitung ‘amalnya). Sesudah dihisab, maka di antara mereka ada yang menghuni surga dan ada pula yang menghuni neraka. Pada akhirnya, Allah menjelaskan bahwa orang yang beriman dan mengerjakan ‘amalan shāliḥ, itulah orang yang mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.

Catatan:

  1. 1). Baca Muwaththa’15 No. 12, Muslim 8 No. 107, an-Nasā’ī 11: 51, Bukhārī 17: 11 hadits 466.
  2. 2). Kaitkan dengan QS. al-Anbiyā’ [21]: 104, QS. at-Takwīr [81]: QS. ar-Raḥmān [55]: 37, QS. az-Zalzalah [99].
  3. 3).Kaitkan dengan QS. al-Insān [76], QS. al-Ḥāqqah [69], QS. al-Qiyāmah [75].
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.