Surah al-Insan 76 ~ Tafsir ash-Shabuni (2/3)

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

Rangkaian Pos: Surah al-Insan 76 ~ Tafsir ash-Shabuni

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus”; Kami jelaskan kepada manusia jalan petunjuk dan jalan kesesatan, kebaikan dan keburukan, dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab. Setelah menyusun manusia dan memberinya indra-indra lahir dan batin, Allah menjelaskan kepadanya jalan hidayah dan kesesatan, memberinya akal pikiran dan memberinya kemerdekaan memilih. Setelah itu, dalam menyikapi itu, manusia ada yang bersyukur dan ada yang kufur. Itulah sebabnya Allah berfirman kemudian: “ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir”; ada di antara manusia yang beriman dan mensyukuri nikmat Allah, dia melewati jalan kebaikan dan ketaatan. Ada manusia yang celaka dan jahat, dia tidak mensyukuri nikmat Allah. Allah menunjukkan jalan syukur dan jalan kufur kepada manusia dan manusia harus memilih untuk menempuh jalan yang pertama atau yang kedua. Ayat ini termasuk kelompok ayat yang menegaskan bahwa manusia mempunyai kehendak dan ikhtiyar yang merupakan sandaran taklif. Ini semakna dengan firman Allah: “Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh.” (al-Isrā’: 18-19).

Juga ayat: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.” (al-Kahfi: 29). Karena itu, tidak ada paksaan terhadap siapapun. Semua dilakukan manusia dengan ikhtiyar dan kehendak. (8551).

Setelah memberikan penjelasan yang gamblang ini, Allah menjelaskan apa yang Dia sediakan untuk orang-orang yang berbakti dan orang-orang yang durhaka di akhirat kelak: “Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala”; Kami sediakan untuk membakar mereka. Ini semakna dengan ayat: “Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret, ke dalam api yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam api.” (al-Mu’min: 71-72).

Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kāfur”; orang-orang yang selama di dunia berbakti dengan taat kepada Allah, mereka minum dengan gelas berisi arak yang dicampur dengan parfum paling harum yang bernama Kāfur. Ulama tafsir berkata: “Kāfur adalah minyak wangi yang terkenal. Ia disarikan dari pohon di negeri India dan Cina. Kāfur merupakan wewangian paling mahal menurut bangsa ‘Arab. Makna ayat ini, barang siapa meminum di gelas itu, maka dia merasakan keharuman baunya dan semerbaknya bagaikan Kāfur. (8562) Ibnu ‘Abbās berkata: “Kāfur adalah mata-air di surga. Gelas bercampur dengan air dari mata-air tersebut dan dicap dengan misik, maka menjadi minuman yang paling lezat. Itulah sebabnya Allah berfirman: “(yaitu) mata-air (dalam surga) yang darinya hamba-hamba Allah minum.”; kāfur tersebut memancar dari sebuah mata-air yang mengalir di antara mata-air surga yang diminum oleh hamba-hamba Allah yang berbakti. Allah menyifati sebagai “hamba” untuk memuliakan mereka yang dinisbatkan kepadanya. Yang dimaksudkan hamba-hamba Allah adalah orang-orang mu’min yang bertakwa: “yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya”; mereka bisa meraih dari mana mereka ingin, baik dari rumah maupun dari istana. Ash-Shāwī berkata: “Yang dimaksud adalah mata air itu mudah bagi mereka untuk dinikmati. Diriwayatkan, seorang lelaki ahli surga berjalan di kamarnya dan naik ke istananya, sedangkan di tangannya ada sebuah tonggak. Dia isyaratkan tonggak itu ke air, lalu air itu berjalan bersamanya ke mana dia berputar di rumahnya. Air itu mengikutinya ke mana dia naik ke istana paling atas.” (8573).

Setelah menuturkan pahala orang-orang yang berbakti, Allah menjelaskan sifat-sifat mereka yang menyebabkan mereka berhak terhadap pahala yang besar itu. Allah berfirman: “Mereka menunaikan nadzar”; mereka menunaikan nadzar mereka yang telah mereka putuskan dalam beribadah atau taat kepada Allah. Ath-Thabarī berkata: “Nadzar adalah segala perbuatan yang diwajibkan oleh seseorang atas dirinya sendiri. Jika mereka bernadzar, mereka menunaikannya karena Allah.” (8584) Bisa berupa shalat, zakat, haji dan sedekah. Ulama tafsir berkata: “Maksudnya, mereka sangat perhatian dalam menunaikan kewajiban. Sebab, seseorang yang menunaikan kewajiban yang dia wajibkan atas dia sendiri, maka dia lebih perhatian dalam menunaikan apa yang diwajibkan Allah atas dirinya.” (8595) “dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata di mana-mana”; dan mereka takut prahara hari agung yang petakanya tersebar dan meluas. Langit runtuh, bintang-bintang beterbangan, gunung-gunung berhamburan dan lainnya. Hari itu kesulitan dan ketakutan mencapai tingkat paling hebat. Qatādah berkata: “Adzab hari itu, demi Allah, sampai ke langit dan bumi.” (8606).

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya”; mereka memberikan makanan kepada orang lain, meskipun mereka sangat ingin memakannya, menyukai dan memerlukannya. “kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan”; yakni memberikan makan tersebut kepada kaum fakir yang tidak mempunyai harta dan anak yatim yang ayahnya meninggal dunia ketika dia masih kecil. Anak yatim yang tidak punya penolong dan penjamin. Juga memberikan makanan kepada tawanan, yaitu orang yang ditawan dalam peperangan dari pihak kafir. Ḥasan Bashrī berkata: “Suatu saat seorang tawanan dihadapkan kepada Nabi s.a.w. Beliau menyerahkannnya kepada sebagian muslimin dan bersabda kepadanya, “Berbuat baiklah kepadanya.” Maka tawanan itu pada sahabat tersebut selama dua dan tiga hari dan dia mendahulukan tawanan itu atas dirinya.” (8617) Allah mengingatkan, bahwa orang-orang yang berbakti itu mendahulukan orang lain yang sengsara, meskipun mereka sendiri dan keluarganya lapar. Ini semakna dengan ayat: “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (al-Hasyr: 9). “Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah”; kami berbuat baik kepada kalian hanya karena mengharap ridha Allah dan mengingingkan pahala-Nya. “kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”; di balik kebaikan ini, kami tidak mengharapkan balasan dan tidak mengharapkan pujian maupun ucapan terima kasih kalian. Mujāhid berkata: “Ingat demi Allah, mereka tidak mengucapkannya dengan lidah mereka, namun Allah tahu hal itu dari hati mereka. Karena itu, Allah menyanjung mereka agar ada orang yang menyukai sifat tersebut.” (8628) “Sesungguhnya kami takut akan (adzab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan”; kami berbuat demikian hanya karena kami mengharapkan Allah menjaga kami dari huru-hara hari kiamat. Hari di mana wajah-wajah orang kafir dan ahli maksiat muram karena ia hari yang sangat sulit bagi mereka. (8639).

Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu”; Allah menjaga orang yang beriman dan menolak keburukan hari itu dari mereka. “dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati”; dan Allah memberi mereka keceriaan wajah dan kebahagiaan hati. “Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutra”; berkat kesabaran mereka dalam taat dan memberi pakaian sutra kepada mereka. Sebagaimana firman Allah: “Dan pakaian mereka adalah sutra.” (al-Ḥajj: 23). Ayat ini mengandung sisi kemukjizatan al-Qur’ān. Allah mengisyaratkan dengan nama “jannah” (surga, arti aslinya kebun dan taman) terhadap apa yang dinikmati oleh orang-orang yang berbakti itu di surga berupa aneka ragam buah dan makanan serta minuman. Sebab tidak disebut “kebun” jika di dalamnya tidak terdapat semua kesenangan dan hal mengenakkan. Sebagaimana firman Allah: “Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (az-Zukhruf: 71). Sedangkan firman Allah “dan sutra” maksudnya segala yang mereka nikmati dari bermacam-macam perhiasan dan pakaian. Menurut bangsa ‘Arab sutra termasuk paling mahal dan paling tinggi nilainya. Allah menghimpun aneka ragam maknanan, minuman dan pakaian untuk mereka dengan jenis paling tinggi yang diinginkan jiwa manusia.

Setelah menuturkan makanan dan pakaian mereka, Allah menyebutkan kenikmatan dan tempat tinggal mereka, “di dalamnya mereka duduk bertelekan di atas dipan”; di dalam surga, mereka berbaring di atas ranjang-ranjang yang dihiasi dengan kain dan kelambu yang indah. Ulama tafsir berkata: “Yakni ranjang yang ditutup dengan kelambu. Secara khusus mereka diberi ranjang dengan sifat demikian, sebab hal itu merupakan kenikmatan dan ketenangan tinggi. “mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan”; di dalamnya surga mereka tidak menjumpai panas maupun dingin. Sebab udara surga adalah sedang, tidak panas tidak dingin. Udara surga hanyalah angin sepoi-sepoi yang bertiup dari ‘Arasy dan menyegarkan nafas. “Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka”; pepohonan di surga menaungi orang-orang yang berbakti. “dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya”; buah-buahnya didekatkan kepada mereka dan mereka mudah meraihnya. Ibnu ‘Abbās berkata: “Jika seseorang berkeinginan untuk meraih sebagian buah surga, maka pohonnya mendekat kepada nya, sampai dia mengambil apa yang dia ingin dari pohon itu.” (86410).

Setelah menyebutkan sifat makanan, pakaian dan tempat tinggal mereka, Allah mensifati minuman mereka. “Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak”; para pelayan mengelilingi mereka dengan membawa bejana-bejana yang berisi makanan dan minuman. Ini seperti kebiasaan orang-orang yang hidup mewah di dunia. Lalu, masing-masing mereka mengambil apa yang mereka perlukan. Bejana-bejana tersebut terdiri dari piring yang sebagian terbuat dari perak dan sebagian dari emas. Sebagaimana firman Allah: “Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas.” (az-Zukhruf: 71). Ar-Rāzī berkata: “Tidak ada pertentangan antara kedua ayat; di mana yang satu menyebutkan terbuat dari perak dan ayat lain menyebutkan terbuat dari emas. Sebab maksudnya, kadang mereka diberi minum dengan bejana perak dan kadang mereka diberi minum dengan bejana emas.” (86511) “dan piala-piala yang bening laksana kaca”; cangkir-cangkir bening yang tembus pandang bagaikan kaca jernihnya. Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth disebutkan, Firman ini menunjukkan, Allah membuat cangkir-cangkir itu dengan kekuasaan-Nya. Ini menjadi keistimewaan bagi cangkir yang mengagumkan tersebut. Di samping putih laksana perak juga bening seperti kaca.” (86612) “(yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak”; cangkir-cangkir itu di samping jernih laksana kaca, juga indah seindah perak. Ibnu ‘Abbās berkata: “Tidak ada sesuatu dari isi dunia di surga, kecuali sekedar namanya.” Maksudnya, apa yang ada di surga lebih tinggi dan lebih mulia. Jika anda mengambil perak dunia, lalu anda pukulkan sampai bagaikan sayap lalat, maka tidak tampak air dari baliknya. Namun botol surga seputih perak dan sejernih kaca. (86713) “yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya”; para pemberi minum menakarnya sesuai keperluan ahli surga, tidak lebih dan tidak kurang. Hal tersebut lebih enak dan lebih nikmat. Ibnu ‘Abbās berkata: “Ahli surga diberi minum sesuai keperluan mereka. Tidak lebih sedikitpun dan tidak ingin sesuatu setelah itu.” (86814).

Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe”; di dalam surga, orang-orang yang berbakti itu diberi minum gelas berisi arak yang dicampur dengan jahe. Bangsa ‘Arab menyukai minuman yang dicampur dengan jahe karena baunya harum. Al-Qurthubī berkata: “Mereka menyukai kenikmatan akhirat dengan apa yang mereka yakini sebagai puncak kenikmatan rasa dan aroma yang harum.” (86915). Qatādah berkata: “Zanjabil adalah nama sebuah mata-air di surga yang diminum secara murni oleh para muqarrabīn (yang didekatkan kepada Allah). Sementara orang lain meminumnya dengan campuran bahan lain.” (87016) “(Yang didatangkan dari) sebuah mata-air surga yang dinamakan Salsabil”; mereka meminum dari sebuah mata-air surga yang disebut Salsabil. Disebut demikian karena mudah turun di tenggorokan. Ulama tafsir berkata: “Salsabil adalah air tawar, mudah mengalir di tenggorokan karena tawar dan jernih. Disebut demikian, sebab minuman itu rasanya rasa jahe, namun tidak menyengat seperti jahe. Peminumnya merasakan rasa jahe, namun tidak merasakan pedasnya jahe. Maka minuman itu tawar dan mudah mengalir di tenggorokan.

Setelah itu, Allah menjelaskan para pelayan surga. “Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda”; orang-orang yang berbakti itu dikelilingi oleh anak-anak muda yang diciptakan Allah untuk melayani kaum muslimin. “Yang tetap muda” maksudnya selalu tetap muda dan bersinar. Al-Qurthubī berkata: “Yakni mereka tetap muda, berseri-seri dan elok. Mereka tidak pikun, tidak berubah dan tetap sebaya selama-lamanya.” (87117) “Apabila kamu melihat mereka kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan”; jika kamu melihat mereka yang bertebaran dalam surga untuk melayani ahli surga, seolah kamu mengira mutiara yang bertaburan karena keelokan, kejernihan dan bersinarnya wajah mereka. Ar-Rāzī berkata: “Ini termasuk tasybīh (perumpamaan) yang mengagumkan. Sebab, jika mutiara bercerai berai, akan lebih indah dipandang. Kilauan cahayanya sebagian mengenai sebagian lainnya.” (87218) “Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat sebagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar”; jika kamu melihat apa yang ada di surga, yaitu fenomena ketenteraman dan kegembiraan, maka kamu melihat nikmat yang hampir tidak terkatakan dan kerajaan yang maha luas dan besar tanpa batas. Disebutkan dalam Hadits Qudsi: “Aku persiapkan untuk hamba-hambaKu yang saleh apa yang tidak ada mata melihatnya, tidak ada telinga mendengarnya dan tidak terlintas di hati manusia”. Ibnu Katsīr berkata: “Dalam hadits shahih disebutkan, ahli surga yang paling rendah tingkatnya adalah orang yang baginya kerajaan pribadi seluas bumi dan sepuluh kali lipatnya.” Jika ini adalah pemberian Allah kepada ahli surga paling rendah, maka bagaimana menurut anda orang yang lebih tinggi tingkatnya di sisi Allah.” (87319).

Catatan:

  1. 855). Mukhtashar Ibnu Katsīr, 3/238.
  2. 856). Tafsīr-ul-Qurthubī, 19/123.
  3. 857). Ḥāsyiyah ash-Shāwī, 4/274.
  4. 858). Tafsīr-uth-Thabarī, 29/129.
  5. 859). Lihat at-Tafsīr-ul-Kabīr, 30/241.
  6. 860). Tafsīr-uth-Thabarī, 29/129.
  7. 861). Rūḥ-ul-Ma‘ānī, 29/155.
  8. 862). Mukhtashar Ibnu Katsīr, 3/582.
  9. 863). Ath-Thabarī berkata: “Yakni hari yang sulit dan berat. 29/131.
  10. 864). Tafsīr-ul-Qurthubī, 19/137.
  11. 865). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 30/249.
  12. 866). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/397.
  13. 867). Tafsīr-ul-Alūsī, 29/159.
  14. 868). Tafsīr-ul-Alūsī, 29/160.
  15. 869). Tafsīr-ul-Qurthubī, 19/140.
  16. 870). Tafsīr-ul-Baḥr-il-Muḥīth, 8/397.
  17. 871). Tafsīr-ul-Qurthubī, 19/141.
  18. 872). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 30/251.
  19. 873). Mukhtashar Ibnu Katsīr, 3/584.