112
SŪRAT-UL-IKHLĀSH
Pokok-pokok Kandungan Surat.
Sūrat-ul-Ikhlāsh adalah surat Makkiyyah yang berbicara mengenai sifat-sifat Allah yang mempunyai seluruh sifat sempurna, menjadi tujuan, tidak memerlukan selain Dia dan suci dari sifat-sifat kurang dan jenis kelamin. Surat ini membantah kaum Nasrani yang berfaham trinitas tiga oknum tuhan dan membantah orang kafir yang mengatakan, bahwa Allah mempunyai anak dan cucu.
Tafsir Sūrat-ul-Ikhlāsh
Sūrat-ul-Ikhlāsh, Ayat: 1-4.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. اللهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَ لَمْ يُوْلَدْ. وَ لَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
112:1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
112:2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
112:3. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,
112:4. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.
Tinjauan Bahasa.
(الصَّمَدُ): junjungan yang menjadi tumpuan dan tujuan agar keinginan tercapai. Seorang pujangga bersyair:
أَلَا بَكَّرَ النَّاعِيْ بِخَيْرِ بَنِيْ أَسَدْ
بِعَمْرِو بْنِ مَسْعُوْدٍ وَ بِالسَّيِّدِ الصَّمَدْ
“Pemberi kabar memberitakan kematian di pagi hari
Untuk ‘Amr bin Mas‘ud, junjungan yang menjadi tumpuan.”
(كُفُوًا): persamaan dan saingan. Abu ‘Ubaidah berkata: “Yakni yang sama.”
Asbab-un-Nuzul.
Diriwayatkan bahwa sebagian orang kafir mendatangi Nabi s.a.w. dan berkata: “Hai Muhammad, jelaskan sifat Tuhanmu kepada kami, apakah Dia dari emas atau perak atau zabarjad atau yaqut? Maka turunlah ayat: “Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”.”
Tafsir Ayat.
“Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa”; katakanlah hai Muhammad kepada orang-orang kafir itu: “Tuhanku yang aku sembah dan aku ajak kalian untuk menyembah-Nya adalah Maha Esa dan Satu, tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada yang menyamai-Nya, baik dzat, sifat maupun perbuatan-Nya. Dia Esa dan Satu, tidak sebagaimana kaum Nasrani yang berkeyakinan tentang tiga tuhan, tuhan bapak, tuhan anak dan Ruhul Qudus dan sebagaimana orang kafir yang berkeyakinan tuhan itu banyak. Dalam at-Tashil disebutkan, ketahuilah bahwa menyifati Allah sebagai Maha Esa ada tiga makna dan semuanya benar bagi Allah. Kedua, Allah hanya Satu, tiada dua-Nya dan tidak ada sekutu-Nya. Ketiga, Allah Satu, tidak terbagi dan tidak mempunyai bagian. Maksud sūrat al-Ikhlāsh menafikan sekutu dan membantah orang kafir. Dalam al-Qur’an Allah menjelaskan banyak dalil akurat atas keesaan-Nya dan dalil ini sangat banyak. Allah menjelaskan dalil-dalil itu pada empat argumen:
Pertama:
أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ لاَّ يَخْلُقُ أَفَلاَ تَذَكَّرُوْنَ
“Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)?” (an-Naḥl [16]: 17). Ini adalah dalil penciptaan. Jika terbukti dan tetap bahwa Allah Pencipta seluruh makhluk, maka tidak seorang pun sah menjadi sekutu Allah.
Kedua:
لَوْ كَانَ فِيْهِمَا آلِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَ
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.” (al-Anbiyā’ [21]: 22). Ini dalil pengokohan ciptaan.
Ketiga:
قُلْ لَّوْ كَانَ مَعَهُ آلِهَةٌ كَمَا يَقُوْلُوْنَ إِذًا لاَّبْتَغَوْا إِلى ذِي الْعَرْشِ سَبِيْلاً
“Jika ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai ‘Arasy.” (al-Isrā’ [17]: 42).
Keempat:
مَا اتَّخَذَ اللهُ مِنْ وَلَدٍ وَ مَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلهٍ إِذًا لَّذَهَبَ كُلُّ إِلهٍ بِمَا خَلَقَ وَ لَعَلاَ بَعْضُهُمْ عَلى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يَصِفُوْنَ
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain.” (al-Mu’minūn [23]: 91). Inilah dalil keluhuran Allah dan ketinggian-Nya.” (11641).
Kemudian Allah menguatkan keesaan-Nya dan bahwa Dia tidak memerlukan makhluk: “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”; Allah adalah yang dituju untuk seluruh hajat untuk selamanya. Makhluk memerlukan Dia dan Dia tidak memerlukan mereka. Al-Alusi berkata: “Yakni Junjungan yang tidak ada yang di atas-Nya, umat manusia menuju kepada-Nya dalam segala urusan dan hajat mereka.” (11652).
“Dia tiada beranak”; Allah tidak mengambil anak, tidak mempunyai anak lelaki dan tidak mempunyai anak perempuan. Sebagaimana Dia bersifat sempurna, Dia juga suci dari kekurangan. Ulama tafsir berkata: “Ayat ini membantah setiap orang yang mengatakan Allah mempunyai anak, seperti kaum Yahudi yang mengatakan bahwa ‘Uzair putra Allah dan kaum Nasrani (11663) yang mengatakan bahwa al-Masih putra Allah dan seperti bangsa ‘Arab yang mengatakan: bahwa malaikat adalah putri Allah. Allah membantah semua kelompok tersebut dengan menyatakan, bahwa tidak ada anak bagi Dia, sebab anak pasti dari jenis orang tuanya. Padahal Allah dahulu, tidak ada yang sama dengan-Nya. Karena itu, tidak mungkin ada anak bagi-Nya. Di samping itu, anak pasti dari orang yang mempunyai istri. Padahal Allah tidak mempunyai istri. Inilah yang diisyaratkan dalam ayat: “Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri?” (al-An‘ām [6]: 101).
“Dan tiada pula diperanakkan”; Allah juga tidak dilahirkan dari ayah maupun ibu, sebab segala yang dilahirkan adalah baru. Padahal Allah dahulu, karena itu tidak mungkin dilahirkan maupun mempunyai orang tua. Ayat ini menafikan adanya hubungan nasab dari segala sisi. Maka Dia-lah Maha Awal yang tiada permulaan bagi Dia, Maha Dahulu ada ketika tidak ada sesuatu selain Dia.
“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”; tiada ada sesuatu yang sama dengan Allah maupun yang menyerupai Dia dari makhluk-Nya, baik dalam dzat, sifat maupun perbuatan-Nya. “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (asy-Syura [26]: 11). Ibnu Katsir berkata: “ Allah adalah Raja segala sesuatu dan pencipta-Nya. Lalu bagaimana ada persamaan bagi-Nya dari makhluk yang menyamai-Nya atau yang mendekati-Nya? Maha Suci Allah dan Maha Tinggi. Dalam Hadits Qudsi, Allah berfirman: “Anak Adam mendustakan Aku padahal dia tidak berhak demikian dan dia mencaci maki Aku padahal dia tidak berhak demikian. Maka adapun pendustaannya terhadap Aku adalah ucapannya: “Dia tidak akan menciptakan kami kembali sebagaimana Dia menciptakan kami pertama kali.” Penciptaan pertama bagi-Ku tidak lebih mudah daripada menciptakannya kembali. Adapun caci makinya kepadaku adalah ucapannya: “Allah mengambil anak padahal Aku-lah Yang Maha Esa, Yang dituju, yang tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak ada yang setara dengan Dia.”
Aspek Balaghah.
Dalam sūrat-ul-Ikhlāsh yang mulia ini terkandung sejumlah segi-segi bayān dan badī‘ sebagaimana berikut ini:
Pertama, menuturkan nama yang agung dengan dhamīr sya‘n:
قُلْ هُوَ
Untuk mengagungkan dan memuliakan.
Kedua, me-ma‘rifah-kan (menentukan) mubtada’ dan khabar (seharusnya nakirah) untuk menunjukkan khusus.
اللهُ أَحَدٌ
Ketiga, jinās nāqish antara (لَمْ يَلِدْ) dan (وَ لَمْ يُوْلَدْ) karena perbedaan harakat dan sebagian huruf.
Keempat, tajrīd, sebab ayat (قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ) menunjukkan tidak adanya anak dan persamaan. Sedangkan ayat (وَ لَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ) menyebutkan sesuatu yang termasuk dalam keumuman sebelumnya. Hal itu agar lebih jelas.
Kelima, saja‘ murashsha‘: (هُوَ اللهُ أَحَدٌ. اللهُ الصَّمَدُ).
Hikmah.
Surat yang mulia ini tersusun dari empat ayat dan sangat ringkas serta menjadi mukjizat kuat. Keempat ayat itu menjelaskan sifat-sifat kesempurnaan dan mensucikan Allah dari sifat-sifat lemah dan kurang. Ayat pertama menjelaskan keesaan Allah dan menafikan berbilangnya Allah: “Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.” Ayat kedua menjelaskan kesempurnaan Allah dan menafikan kekurangan serta kelemahan dari Allah: “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” Ayat ketiga menjelaskan kekekalan Allah dan meniadakan beranak pinaknya Allah: “Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan.” Sedangkan ayat keempat menjelaskan kebesaran Allah dan menafikan sekutu serta persamaan “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” Dengan demikian, surat ini menjelaskan sifat-sifat kebesaran dan kemuliaan serta mensucikan Allah dengan bentuk kesucian tertinggi.
Faedah.
Diriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Barang siapa membaca (قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ), maka seakan-akan dia membaca sepertiga al-Qur’an.” (11674). Ulama berkata: “Hal itu dikarenakan surat ini mengandung makna, ilmu dan makrifat. Ilmu al-Qur’an ada tiga, yaitu tauhid, hukum dan kisah. Sedangkan surat ini mengandung tauhid dan karena itu surat ini sepertiga al-Qur’an dari segi ini.” Pendapat lain, yang dimaksudkan adalah pahala. Berarti barang siapa membaca sūrat-ul-Ikhlāsh ini, maka dia memperoleh pahala orang yang membaca sepertiga al-Qur’an. Wallāhu a‘lam.
Catatan: