Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir as-Sa’di (1/2)

TAFSĪR AL-QUR’ĀN
(Judul Asli: TAISĪR-UL-KARĪM-IR-RAḤMĀNI FĪ TAFSĪRI KALĀM-IL-MANNĀN)

Penyusun: Syaikh ‘Abd-ur-Raḥmān bin Nāshir as-Sa‘dī

(Jilid ke 7 dari Surah adz-Dzāriyāt s.d. an-Nās)

Penerjemah: Muhammad Iqbal, Lc.
Izzudin Karimi, Lc.
Muhammad Ashim, Lc.
Mustofa Aini, Lc.
Zuhdi Amin, Lc.

Penerbit: DARUL HAQ

Rangkaian Pos: Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir as-Sa'di

سُوْرَةُ الْحَاقَّةِ

TAFSIR SURAT AL-ḤĀQQAH

(Hari Kiamat)
Surat ke-69: 52 ayat
Makkiyyah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

الْحَاقَّةُ. مَا الْحَاقَّةُ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْحَاقَّةُ. كَذَّبَتْ ثَمُوْدُ وَ عَادٌ بِالْقَارِعَةِ. فَأَمَّا ثَمُوْدُ فَأُهْلِكُوْا بِالطَّاغِيَةِ. وَ أَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوْا بِرِيْحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ. سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُوْمًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيْهَا صَرْعَى كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ. فَهَلْ تَرَى لَهُمْ مِّنْ بَاقِيَةٍ.

69: 1. Hari Kiamat,
69: 2. apakah Hari Kiamat itu?
69: 3. Dan tahukah kamu apakah Hari Kiamat itu?
69: 4. Kaum Tsamūd dan ‘Ād telah mendustakan Hari Kiamat.
69: 5. Adapun kaum Tsamūd, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa,
69: 6. Adapun kaum ‘Ād, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang.
69: 7. Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum ‘Ād pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).
69: 8. Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal (masih hidup) di antara mereka.

Tafsir Ayat:

(1-3). (الْحَاقَّةُ) “Hari Kiamat.” Ini adalah salah satu nama lain Hari Kiamat. (Disebut demikian) karena kiamat terwujud, menempatkan seluruh manusia dan menampakkan berbagai hakikat masalah dan rahasia-rahasia hati. Allah s.w.t. membesar-besarkan perihalnya dengan menyebutnya berulang-ulang dengan berfirman: (الْحَاقَّةُ. مَا الْحَاقَّةُ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْحَاقَّةُ.) “Hari Kiamat, apakah Hari Kiamat itu? Dan tahukah kamu apakah Hari Kiamat itu?” Hari Kiamat adalah hari besar dan huru-hara yang dahsyat. Di antara dahsyatnya kiamat; Allah s.w.t. membinasakan umat-umat yang mendustakannya dengan siksaan yang disegerakan.

(4). Kemudian Allah s.w.t. menyebutkan contoh dari kondisi-kondisi kiamat yang ada di dunia yang bisa disaksikan, yaitu datangnya berbagai macam siksaan keras yang menimpa umat-umat pembangkang seraya berfirman (كَذَّبَتْ ثَمُوْدُ) “Kaum Tsamūd telah mendustakan.” Mereka adalah kabilah terkenal yang menghuni daerah al-Ḥijr, mereka adalah kaum yang diutuskan kepada mereka seseorang rasul bernama Nabi Shāliḥ a.s. Nabi Shāliḥ a.s. melarang mereka dari kesyirikan yang mereka lakukan dan memerintahkan mereka untuk bertauhid, tapi mereka menentang dan mendustakan seruan Nabi Shāliḥ a.s. Mereka mendustakan berita tentang Hari Kiamat yang disampaikan Nabi Shāliḥ a.s. Hari Kiamat itulah hari menakutkan yang membuat makhluq ketakutan karena huru-haranya. Begitu juga dengan kaum ‘Ād pertama, kaum yang bertempat di Ḥadhramaut ketika Allah s.w.t. mengutus Nabi Hūd a.s. kepada mereka. Nabi Hūd a.s. menyerukan mereka untuk menyembah Allah s.w.t. semata, tapi mereka mendustakannya dan mengingkari Hari Kebangkitan yang disampaikan pada mereka. Allah s.w.t. kemudian membinasakan kedua kaum tersebut dengan siksaan yang disegerakan.

(5). (فَأَمَّا ثَمُوْدُ فَأُهْلِكُوْا بِالطَّاغِيَةِ.) “Adapun kaum Tsamūd, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa” Ya‘ni suara keras yang amat mengerikan, yang memutuskan hati dan menghempaskan ruh mereka. Mereka pun menjadi bangkai, dan yang terlihat hanya tempat tinggal serta bangkai mereka.

(6). (وَ أَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوْا بِرِيْحٍ صَرْصَرٍ) “Adapun kaum ‘Ād, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin,” Yaitu angin yang bertiup sangat kencang yang mengeluarkan gemuruh keras melebihi suara halilintar, (عَاتِيَةٍ.) “lagi amat kencang”, yang melebihi batas menurut pendapat mayoritas ahli tafsir. Atau menerjang kaum ‘Ad dan melebihi batasnya sebagaimana menurut pendapat yang benar.

(7). (سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُوْمًا) “Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus”, ya‘ni malapetaka dan bencana mengerikan yang menimpa mereka. (فَتَرَى الْقَوْمَ فِيْهَا صَرْعَى) “Maka kamu lihat kaum ‘Ād pada waktu itu mati bergelimpangan”, maksudnya, dalam keadaan mati binasa, (كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ) “seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk),” maksudnya, mereka seperti batang pohon kurma yang ujungnya telah terpotong (mati) karena lapuk, sehingga berjatuhan.

(8). (فَهَلْ تَرَى لَهُمْ مِّنْ بَاقِيَةٍ.) “Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal (masih hidup) di antara mereka.” Pertanyaan ini berma‘na penafian yang ditegaskan.

 

وَ جَاءَ فِرْعَوْنُ وَ مَنْ قَبْلَهُ وَ الْمُؤْتَفِكَاتُ بِالْخَاطِئَةِ. فَعَصَوْا رَسُوْلَ رَبِّهِمْ فَأَخَذَهُمْ أَخْذَةً رَّابِيَةً. إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ. لِنَجْعَلَهَا لَكُمْ تَذْكِرَةً وَ تَعِيَهَا أُذُنٌ وَاعِيَةٌ.

69: 9. Dan telah datang Fir‘aun dan orang-orang yang sebelumnya dan (penduduk) negeri yang dijungkirbalikkan karena kesalahan yang besar.
69: 10. Maka (masing-masing) mereka mendurhakai rasūl Rabb mereka, lalu Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat keras.
69: 11. Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu, ke dalam bahtera,
69: 12. agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.

Tafsir Ayat:

(9-10) Maksudnya, begitu juga dengan selain kedua umat pembangkang tadi, yaitu ‘Ād dan Tsamūd, masih banyak lagi umat yang melampaui batas dan membangkang, seperti raja Mesir (Fir‘aun) yang didatangi oleh rasūl Allah s.w.t., Nabi Mūsā bin ‘Imrān a.s. Nabi Mūsā a.s. memberitahukan tanda-tanda kebesaran yang jelas padanya, namun mereka tidak meyakini kebenaran itu, justru membangkang dan kufur secara zhalim dan sombong. Sebelum mereka ada, (وَ الْمُؤْتَفِكَاتُ) “(penduduk) negeri yang dijungkirbalikkan,” yaitu negeri kaum Lūth a.s., seluruhnya melakukan (بِالْخَاطِئَةِ) “kesalahan yang besar,” ya‘ni, melakukan perbuatan yang melampaui batas; kekufuran, pendustaan, kezhaliman, pembangkangan yang disertai dengan berbagai kemaksiatan dan kefasikan. (أَخْذَةً رَّابِيَةً.) “dengan siksaan yang sangat keras,” ya‘ni, siksaan yang melebihi batas dan ukuran yang membinasakan mereka.

(11-12) Di antara sebagian besar kaum pendusta terdapat kaum Nūḥ a.s. Allah s.w.t. menenggelamkan mereka dalam lautan ketika air menggenangi seluruh permukaan bumi dan melampaui ambang batas tertingginya. Allah s.w.t. memberi karunia seluruh makhluk yang ada setelah mereka yang berada (فِي الْجَارِيَةِ) “dalam bahtera,” semua makhluq yang ada setelah mereka berada di tulang punggung ayah dan ibu mereka yang diselamatkan Allah s.w.t. Mereka memuji dan bersyukur kepada Allah s.w.t. yang telah menyelamatkan mereka pada saat kaum yang melampaui batas dibinasakan. Mereka menjadikan tanda-tanda kebesaran-Nya sebagai pelajaran yang menunjukkan keesaan-Nya. Karena itu Allah s.w.t. berfirman: (لِنَجْعَلَهَا) “Agar Kami jadikan,” perahu dan yang dimaksudkan adalah jenisnya, sebagai (لَكُمْ تَذْكِرَةً) “peringatan bagi kamu,” ingatan kalian pada perahu pertama yang dibuat dan bagaimana kisahnya dan bagaimana Allah s.w.t. menyelamatkan orang yang beriman kepada-Nya dan mengikuti Rasul-Nya di atas perahu itu dan bagaimana Allah s.w.t. membinasakan seluruh penduduk bumi, karena jenis sesuatu itu mengingatkan pada aslinya. Allah s.w.t. berfirman: (وَ تَعِيَهَا أُذُنٌ وَاعِيَةٌ.) “dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar,” yang dicerna oleh mereka yang berakal dan dimengerti maksudnya, serta arah tanda-tanda kebesaran-Nya. Lain halnya dengan mereka yang berpaling, orang-orang yang lalai, orang-orang tolol, dan tidak memiliki kecerdasan. Mereka ini tidak bisa mengambil manfaat dari tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t. karena tidak adanya pemahaman mereka mengenai Allah s.w.t. dan tidak mau memikirkan tanda-tanda kebesaran-Nya.

 

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّوْرِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ. وَ حُمِلَتِ الْأَرْضُ وَ الْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً. فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ. وَ انْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ. وَ الْمَلَكُ عَلَى أَرْجَائِهَا وَ يَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ. يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُوْنَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ.

69: 13. Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup,
69: 14. dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur.
69: 15. Maka pada hari itu terjadilah kiamat,
69: 16. dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah.
69: 17. Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arasy Rabbmu di atas (kepala) mereka.
69: 18. Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabbmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).

 

Tafsir Ayat:

(13-18) Ketika Allah s.w.t. menyebutkan apa yang dilakukan-Nya terhadap orang-orang yang mendustakan para rasūl-Nya dan bagaimana Allah s.w.t. memberi balasan serta menyegerakan siksaan mereka di dunia, Allah s.w.t. menyelamatkan para rasūl dan pengikutnya, hal ini menjadi pendahuluan balasan akhirat serta pembalasan amal perbuatan secara sempurna pada Hari Kiamat.

Allah s.w.t. menyebutkan berbagai hal mengerikan yang akan terjadi pada Hari Kiamat. Pertama yang terjadi pada Hari Kiamat adalah ketika Isrāfīl meniup (فِي الصُّوْرِ) “sangkakala,” ketika seluruh jasad bangkit pada tiupan pertama. Kemudian semua ruh keluar dan merasuk ke jasadnya masing-masing. Semua manusia berdiri menuju Rabb semesta alam. (وَ حُمِلَتِ الْأَرْضُ وَ الْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً.) “dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur.” Maksudnya, gunung-gunung dicabut dan terlepas dari bumi kemudian diangkat hingga bumi menjadi datar sama sekali, tidak terlihat adanya tanah menurun dan tidak pula perbukitan.

Inilah yang dilakukan Allah s.w.t. terhadap bumi beserta seluruh yang ada di atasnya. Sedangkan yang dilakukan tehadap langit; langit bergetar, berjalan, terpecah dan warnanya berubah. Kekokohan dan kekuatan besar pun melemah setelah itu. Hal itu terjadi tidak lain dikarenakan sesuatu yang besar yang membuatnya terguncang dan dikarenakan urusan besar yang membuatnya lemah.

(وَ الْمَلَكُ) “Dan malaikat-malaikat” mulia (عَلَى أَرْجَائِهَا) “berada di penjuru-penjuru langit.” Ya‘ni, berada di tepi-tepi langit dan di pancang-pancang langit. Mereka tunduk karena Rabb mereka dan merendah karena keagungan-Nya. (وَ يَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ.) “Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arasy Rabbmu di atas (kepala) mereka,” ya‘ni para malaikat dengan kekuatan yang luar biasa ketika Allah s.w.t. datang untuk memutuskan perkara manusia dengan keadilan dan karunia-Nya.

Karena itu Allah s.w.t. berfirman: (يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُوْنَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ.) “Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabbmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” Tidak raga dan hati kalian, tidak perbuatan dan sifat-sifat kalian, karena Allah s.w.t. Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Semua manusia dikumpulkan dalam keadaan telanjang dan tidak mengenakan alas kaki di tanah luas terbentang rata. Penyeru akan memperdengarkan kepada mereka. Pandangan Allah s.w.t. mengenai semua manusia. Pada hari itu Allah s.w.t. akan memberi balasan atas amal perbuatan mereka.

Karena itu Allah s.w.t. menjelaskan bagaimanakah cara pemberian balasan ‘amal seraya berfirman:

 

فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ فَيَقُوْلُ هَاؤُمُ اقْرَؤُوْا كِتَابِيَهْ. إِنِّيْ ظَنَنْتُ أَنِّيْ مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ. فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّاضِيَةٍ. فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ. قُطُوْفُهَا دَانِيَةٌ. كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا هَنِيْئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ.

69: 19. Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”.
69: 20. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku.
69: 21. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai,
69: 22. dalam surga yang tinggi,
69: 23. buah-buahannya dekat,
69: 24. (kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan penuh ni‘mat disebabkan ‘amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”.

Tafsir Ayat:

(19-20) Mereka adalah orang-orang yang berbahagia. Catatan ‘amal baik mereka diterima dengan tangan kanan sebagai suatu pengistimewaan bagi mereka dan sebagai pemberitahuan tingginya tingkatan mereka. Pada saat itu salah seorang dari mereka berkata karena merasa senang dan gembira serta ingin dilihat oleh seluruh manusia atas kemuliaan yang diberikan Allah s.w.t. kepada mereka, (هَاؤُمُ اقْرَؤُوْا كِتَابِيَهْ.) “Ambillah, bacalah kitabku (ini),” maksudnya, ambillah kitabku ini dan bacalah. Karena Allah s.w.t. memberi kabar gembira berupa surga dengan berbagai kehormatan, ampunan dosa, dan ditutupinya aib-aib. Dan yang membuatku sampai pada kondisi ini adalah karena Allah s.w.t. memberiku karunia berupa keimanan terhadap Hari Kebangkitan, penghitungan ‘amal baik, serta persiapan-persiapan ‘amal baik untuk menghadapi hari kebangkitan dan penghisaban. Karena itu ia berkata: (إِنِّيْ ظَنَنْتُ أَنِّيْ مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ.) “Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku.” Maksudnya, aku yakin. (الظَّنُّ) “dugaan” di sini berma‘na yakin.

(21-24) (فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّاضِيَةٍ.) “Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai,” maksudnya mencakup seluruh hal yang diinginkan jiwa dan dipandang ni‘mat oleh mata. Mereka rela mendapatkannya dan tidak memilih yang lain. (فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ.) “dalam surga yang tinggi,” ya‘ni, istana-istana yang tinggi tempatnya. (قُطُوْفُهَا دَانِيَةٌ.) “buah-buahannya dekat,” maksudnya, buah dan tamannya dengan berbagai jenisnya dekat dan mudah dipetik oleh penghuninya, baik dengan berdiri, duduk, maupun bertelekan. Dikatakan kepada mereka sebagai jenis makanan ni‘mat dan minuman yang lezat, (هَنِيْئًا) “dengan penuh ni‘mat,” ya‘ni, dengan sempurna tanpa terkotori dan tanpa lelah mengunyah. Balasan itu mereka dapatkan (بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ.) “disebabkan ‘amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu,” yaitu ‘amal-‘amal shalih seperti shalat, puasa, sedekah, haji, berbuat baik terhadap sesama, dzikir mengingat Allah s.w.t., bertaubat pada-Nya dan amalan-amalan lain yang menjadi sebab masuk surga, menjadi unsur keni‘matan dan pangkal kebahagiaannya dan meninggalkan ‘amal-‘amal yang buruk.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *