Setelah menghinakan dan merendahkan dunia, mengagungkan dan membesarkan akhirat, maka Allah mendorong kita untuk segera meraih ridhā-Nya yang merupakan jalan menuju kebahagiaan abadi di akhirat kelak. “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu”; hai umat manusia, hendaknya kalian berlomba dan segera melakukan ‘amal-‘amal shāliḥ yang mendatangkan ampunan Tuhan kalian. Abū Ḥayyān berkata: “Redaksi ayat menggunakan kata “berlomba-lombalah kalian” seolah mereka berada di medan lomba menuju garis finish. Ma‘na ayat ini juga; berlomba-lombalah kalian menuju penyebab ampunan Allah yaitu keimanan dan ketaatan.” (3951). “dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi”; dan segeralah kalian menuju surga yang luas dan lapang. Luasnya seperti tujuh langit dan bumi bersatu. As-Suddī berkata: “Allah menyerupakan luasnya surga dengan luasnya tujuh langit dan tujuh bumi. Tidak ada keraguan, bahwa surga lebih luas dari itu. Penyebutan luasnya surga ini untuk mengingatkan, bahwa luasnya berkali-kali lipat.” (3962) Al-Baidhawī berkata: “Jika luasnya demikian, bayangkan berapa luasnya.” (3973) “yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasūl-rasūl-Nya”; Allah menyiapkan dan menyediakan surga itu untuk orang-orang mu’min yang percaya kepada Allah dan para rasūl-Nya. ‘Ulamā’ tafsir berkata: “Ayat ini menunjukkan, bahwa surga itu sudah diciptakan dan sudah ada, sebab sesuatu yang belum diciptakan sampai sekarang tidak dapat disebut sebagai sesuatu yang disediakan dan disiapkan.” “Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya”; janji yang berupa ampunan dan surga adalah karunia Allah yang luas. Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki dari para hamba-Nya, namun tidak bersifat mewajibkan kepada diri-Nya. “Dan Allah mempunyai karunia yang besar”; Allah mempunyai pemberian yang luas dan kebaikan yang besar.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi”; tidak ada musibah yang terjadi di bumi berupa paceklik, gempa bumi, hama tanaman dan berkurangan buah-buahan, “dan (tidak pula) pada dirimu sendiri”; berupa penyakit, kemelaratan dan kehilangan anak, “melainkan telah tertulis dalam kitāb (Lauḥ maḥfūzh) sebelum Kami menciptakannya”; kecuali termaktub di dalam Lauḥ Maḥfūzh sebelum Kami menciptakannya dan membuatnya. Dalam at-Tashīl disebutkan: Ya‘ni semua perkara sudah ditaqdir pada azal dan tertulis di Lauḥ Maḥfūzh sebelum terjadi. Dalam hadits disebutkan: “Sesungguhnya Allah menulis taqdīr segala sesuatu sebelum Dia menciptakan langit dan bumi yang terpaut lima puluh ribu tahun, sedangkan ‘Arasy-Nya waktu itu di atas air.” (3984) “Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”; meskipun musibah itu demikian banyak, namun itu mudah dan ringan bagi Allah untuk menulisnya, meskipun sulit bagi para hamba. Kemudian Allah menjelaskan kepada kita hikmah dari penjelasan di atas sebagai taqdīr dan keputusan-Nya. Allah berfirman: “supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu”; Allah menulis dan menetapkan hal tersebut agar kalian tidak bersedih atas keni‘matan duniawi yang tidak berhasil kalan raih. “dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu”; dan agar kalian tidak sombong dengan keni‘matan duniawi yang Dia berikan kepada kalian. ‘Ulamā’ tafsir berkata: “Yang dimaksudkan duka cita adalah sedih yang menyebabkan putus-asa dan yang dimaksudkan terlalu gembira adalah gembira yang membawa kepada sombong dan takabbur. Itulah sebabnya Ibnu ‘Abbās berkata: “Setiap orang pasti pernah bersedih dan bergembira, hanya saja seorang mu’min menjadikan musibahnya sebagai ladang untuk bersabar dan ni‘matnya sebagai ladang untuk bersyukur.” (3995) Ma‘na ayat ini, jangan kalian bersedih yang menyebabkan kalian membinasakan diri kalian. Jangan kalian bergembira yang menyebabkan kalian durhaka sehingga kalian sombong. Itulah sebabnya sebahagian wali Allah berkata: “Barang siapa mengetahui rahasia Allah dalam taqdīr, maka musibah ringan baginya.” (4006) ‘Umar r.a. berkata: “Tidak ada musibah menimpaku, kecuali aku mendapati tiga ni‘mat padanya. Pertama, musibah itu tidak pada agamaku. Kedua, tidak lebih besar atas musibah itu (sepertinya ada yang terlewat di sini – MS). “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-Baqarah: 155-157). “Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”; Allah tidak menyukai tiap orang sombong yang membanggakan keni‘matan duniawi yang diberikan Allah kepadanya dan congkak kepada orang lain.
Kemudian Allah menjelaskan sifat orang-orang tercela tersebut. “(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir”; mereka kikir dari infāq di jalan Allah. Tidak cukup demikian, mereka juga menyuruh orang lain untuk kikir dan menahan hartanya: “Dan barang siapa yang berpaling”; barang siapa tidak mau berinfāq: “maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji”; Allah tidak memerlukan dia dan tidak memerlukan infāqnya. Dia tidak terpuji di sisi Allah. Ketidaksyukurannya sama sekali tidak merugikan-Nya dan ketaatan juga tidak mendatangkan manfaat bagi-Nya. Ayat ini mengandung ancaman sekaligus janji.
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasūl-rasūl Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata”; lām dan kata “laqad” ini mendasari sumpah yang dibuang. Maknanya, demi Allah, Kami sungguh telah mengutus rasūl-rasūl Kami dengan bukti-bukti yang akurat dan mu‘jizat-mu‘jizat yang nyata. “dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitāb dan neraca (keadilan)”; dan Kami turunkan bersama mereka kitab-kitab samawi. Di dalamnya kebahagiaan umat manusia. Kami turunkan undang-undang yang dijadikan hukum di antara mereka. Sebahagian ‘ulamā’ menafsirkan bahwa yang dimaksud neraca di sini adalah keadilan. Ibnu Zaid berkata: “Neraca itu adalah timbangan yang biasa digunakan. “supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”; agar umat manusia berlaku adil dalam berhubungan kerja. “Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat”; dan Kami ciptakan besi yang mempunyai kekuatan besar. Alat-alat perang dibuat dari besi, misalnya batu zirah, tombak, perisai dan sebagainya. “dan berbagai manfaat bagi manusia”; di samping itu, besi banyak manfaatnya bagi umat manusia, misalnya untuk membajak sawah, untuk pisau, kapak dan lainnya. Tidak ada pekerjaan, kecuali besi memiliki peran padanya. Abū Ḥayyān berkata: “Kata (أَنْزَلْنَا) dijadikan redaksi oleh Allah dan artinya adalah menciptakan. Sebagaimana firman Allah. “Dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak.” (az-Zumar: 6) Sebab ketika perintah, hukum dan keputusan diterima langit, maka semuanya turun dari langit. Yang dimaksudkan besi adalah jenis besi, yaitu seluruh barang tambang, sebagaimana dikatakan jumhur ‘ulamā’.” (4017) “dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasūl-rasūl-Nya padahal Allah tidak dilihatnya”; ini di-‘athaf-kan pada kata yang dibuang. Ya‘ni, Kami turunkan besi agar dengannya orang-orang mu’min memerangi musuh mereka dan berjuang untuk memuliakan kalimat Allah. Allah tahu siapa yang menolong agama-Nya dan rasūl-rasūlNya dengan menggunakan pedang, tombak dan senjata lainnya dalam keadaan beriman kepada hal yang ghaib. Ibnu ‘Abbās berkata: “Mereka menolong agama Allah padahal mereka tidak melihat-Nya.” (4028) Kemudian Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”; Allah Maha Kuasa menyiksa musuh-musuhNya sendiri dan Dia Maha Perkasa tidak terkalahkan. Karena itu, Dia tidak memerlukan siapapun dengan kekuasaan dan kebesaran-Nya. Al-Baidhawī berkata: “Ya‘ni Allah mampu untuk membinasakan siapa yang Dia kehendaki dan Maha Perkasa, tidak memerlukan bantuan siapa pun. Hanya saja Allah menyuruh mereka berjihad sebab jihad itu bermanfaat bagi mereka dan agar mereka berhak mendapatkan pahala.” (4039) Ibnu Katsīr berkata: “Ma‘na ayat ini, Allah menjadikan besi sebagai rintangan bagi orang yang menolak kebenaran dan menentangnya setelah ada ḥujjah baginya. Itulah sebabnya selama tiga belas tahun Nabi s.a.w. tinggal di Makkah dan menerima banyak wahyu yaitu surat-surat al-Qur’ān dan beliau mengalahkan mereka dengan ḥujjah dan dalil. Ketika ḥujjah sudah ditegakkan atas orang yang menentang perintah Allah, maka Dia memerintahkan hijrah dan memerintah orang-orang mu’min untuk berperang dengan pedang dan memenggal leher. Itulah sebabnya Nabi s.a.w. bersabda: “Aku diutus dengan pedang di hadapan kiamat dan rezekiku dijadikan di bawah naungan tombakku dan kehinaan serta kedinaan dijadikan atas orang yang menentang perintahku. Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk mereka.” (40410) Kemudian Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”; ya‘ni Dia Maha Kuat dan Maha Perkasa menolong siapa yang Dia kehendaki tanpa memerlukan umat manusia. Hanya saja Dia memerintahkan jihad untuk menguji sebahagian dari mereka dengan yang lain.” (40511).
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nūḥ dan Ibrāhīm dan Kami jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan al-Kitāb”; setelah Allah menuturkan terutusnya para rasul, maka Allah di sini menyebutkan guru besar para nabi yaitu Nūḥ dan bapak para nabi yaitu Ibrāhīm. Allah menjelaskan bahwa Dia memberikan kenabian dan kitab-kitab samawi kepada anak-cucu keduanya. Ma‘nanya, demi Allah, Kami telah mengutus Nūḥ dan Ibrāhīm dan Kami jadikan kenabian pada keturunan keduanya. Sebagaimana Kami turunkan empat kitab langit kepada anak-cucu keduanya, yaitu Zābūr, Taurāt, Injīl dan al-Qur’ān. Secara khusus Allah menyebutkan Nūḥ dan Ibrāhīm untuk memuliakan keduanya dan untuk mengabadikan jasa mereka yang terpuji. “maka di antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka fāsiq”; di antara anak-cucu Nūḥ dan Ibrāhīm ada banyak yang memperoleh petunjuk dan mayoritas dari mereka durhaka, tidak taat dan menyimpang dari jalan yang lurus.
“Kemudian Kami iringkan di belakang mereka rasūl-rasūl Kami”; Kami iringi mereka dengan rasūl-rasūl dan Kami mengutus kepada mereka seorang rasūl satu persatu; yaitu Mūsā, Ilyās, Dāwūd, Sulaimān, Yūnus dan lainnya. “dan Kami iringkan (pula) ‘Īsā putra Maryam”; Kami jadikan ‘Īsā sebagai rasūl setelah rasūl-rasūl yang mulia itu, sebab dia adalah nabi terakhir dari Bani Isrā’īl. “dan Kami berikan kepadanya Injīl”; Kami turunkan kitab Injīl kepada ‘Īsā. Di dalamnya terdapat kabar gembira akan datangnya Nabi Muḥammad s.a.w. “Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang”; Kami jadikan kasih-sayang dan kelembutan pada hati para pengikutnya, dari kalangan Ḥawāriyyīn.
Dalam at-Tashīl disebutkan, ayat ini merupakan pujian Allah kepada mereka. Mereka saling berkasih-sayang, sebagaimana Allah memuji para sahabat Nabi s.a.w., bahwa mereka saling sayang di antara mereka. (40612). “Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka”; para pastur dan pendeta mengada-adakan rahbaniyyah (hidup membujang untuk ber‘ibādah semata) sendiri. Kami tidak mengharuskannya dan tidak memerintahkannya kepada mereka. Rahbaniyyah adalah menjauhi kaum wanita, menjauhi kesenangan duniawi dan membuat surau. Yang dimaksudkan mengada-adakannya adalah mereka membuatnya sendiri.” (40713) “tetapi) untuk mencari keridhāan Allah”; tidak Kami perintah, kecuali sesuatu yang meridhakan Allah. Istisnā’ (pengecualian) ini munqathi‘ yang artinya, Kami tidak mewajibkan rahbaniyyah atas mereka. Namun mereka melakukannya sendiri untuk meraih ridhā Allah. “lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya”; mereka tidak melakukan rahbaniyyah dengan semestinya dan tidak menjaganya sebagaimana seharusnya. Ibnu Katsīr berkata: “Ayat ini mencela dari dua sisi. Pertama, membuat dan mengada-adakan sesuatu dalam agama Allah yang tidak Dia perintahkan (bid‘ah). Kedua, mereka tidak menunaikan apa yang mereka sanggupi, yaitu perbuatan yang mendekatkan mereka kepada Allah.” (40814). Dalam hadits disebutkan: “Bagi setiap umat ada rahbaniyyah dan rahbaniyyah umatku adalah jihād fī sabīlillāh.” (40915) “Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya”; Kami beri orang-orang yang shāliḥ di antara pengikut ‘Īsā yang tetap berpegang-teguh pada janji dan beriman kepada Muḥammad s.a.w., pahala berlipat-ganda. “dan banyak di antara mereka orang-orang fāsiq”; mayoritas dari Nashrani keluar dari batas-batas ketaatan dan melanggar keharaman-keharaman Allah. Ini sema‘na dengan ayat: “…..sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang ‘ālim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bāthil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah”. (at-Taubah: 34).
“Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasūl), bertaqwālah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasūl-Nya”; hai orang yang percaya kepada Allah, bertaqwālah kalian kepada-Nya dengan menunaikan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan tetaplah kalian pada iman kalian. “niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian”; jika kalian berbuat demikian, Allah memberi kalian dua kali lipat dari rahmat-Nya. “dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan”; Allah di akhirat kelak menciptakan cahaya untuk kalian yang dengannya kalian berjalan di atas shirāth (jembatan di akhirat). “dan Dia mengampuni kamu”; dan Allah mengampuni perbuatan maksiat yang telah kalian lakukan. “Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”; Allah Maha Agung ampunan-Nya dan Maha Halus rahmat-Nya. “supaya ahli Kitāb mengetahui bahwa mereka tiada mendapat sedikit pun akan karunia Allah”; Kami benar-benar menjelaskan hal tersebut agar kafir Ahli Kitāb mengetahui bahwa mereka tidak mampu mengkhususkan karunia Allah bagi mereka. Mereka juga tidak mungkin mengkhususkan risālah dan kenabian pada mereka. ‘Ulamā’ tafsir berkata: “Sebelumnya Ahli Kitāb mengatakan: “Wahyu dan risālah ada pada kami dan kitab serta syarī‘at hanya milik kami. Allah mengkhususkan fadhilah yang agung ini kepada kami dari seluruh umat manusia.” Maka Allah menentang mereka dengan ayat tersebut”. “dan bahwasanya karunia itu adalah di tangan Allah. Dia berikan karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya”; sesungguhnya perkara kenabian, hidāyah dan keimanan ada di tangan Allah Maha Raḥmān. Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara makhlūq-Nya. “Dan Allah mempunyai karunia yang besar”; Allah Maha Halus anugerah dan kebaikan-Nya.
Aspek Balāghah.
Dalam surat yang mulia ini terdapat sejumlah keindahan bahasa sebagai berikut ini:
Pertama, thibāq (kesesuaian rangkaian ma‘na kalimat dari dua lafazh) antara (يُحْيِيْ) “menghidupkan” dan (يُمِيْتُ) “mematikan”, antara (الْأَوَّلُ) “Yang Awwal” dan (الْآخِرُ) “Yang Ākhir”, antara (الظَّاهِرُ) “Yang Lahir” dan (الْبَاطِنُ) “Yang Bāthin”.
Kedua, muqābalah antara:
يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا
وَ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَ مَا يَعْرُجُ فِيْهَا
“Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya.
Dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya.”
Ketiga, mengembalikan bagian akhir kepada bagian permulaan:
يُوْلِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَ يُوْلِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ
“Dia memasukkan malam kepada dalam siang hari dan memasukkan siang hari kepada dalam malam”.
Keempat, membuang karena ringkas:
لَا يَسْتَوِيْ مِنْكُمْ مَّنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَ قَاتَلَ
“Tidak sama di antara kamu siapa yang berinfāq sebelum penaklukan kota Mekkah dan berperang.”
Ada yang dibuang di sini, yaitu:
مَّنْ أَنْفَقَ مِنْ بَعْدِ الْفَتْحِ وَ قَاتَلَ
“Dengan orang berinfāq setelah penaklukan kota Mekkah dan berperang.”
Hal itu karena ditunjukkan oleh redaksi ayat. Pembuangan ini disebut ījāz.
Kelima, isti‘ārah yang lembut:
لِيُخْرِجَكُمْ مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ
“Untuk mengeluarkan kalian dari kegelapan menuju cahaya”.
Ya‘ni supaya Allah mengeluarkan kalian dari kegelapan syirik menuju cahaya iman. Kata (الظُّلُمَاتِ) di-isti‘ārah (meminjam istilah) untuk menunjukkan kekafiran dan kesesatan dan kata (النُّوْرِ) di-isti‘ārah untuk menunjukkan hidāyah dan keimanan.
Keenam, isti‘ārah tamtsīliyyah:
مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا
“Barang siapa yang meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik.”
Allah menggambarkan orang yang menginfaqkan hartanya ikhlas demi ridhā Allah sebagai orang yang memberi pinjaman yang baik kepada Tuhannya dan pinjaman itu pasti dibayar.
Ketujuh, gaya bahasa menertawakan:
مَأْوَاكُمُ النَّارُ هِيَ مَوْلَاكُمْ
“Tempat tinggal kalian adalah neraka, dan dia penolong kalian.”
Ya‘ni tidak penolong bagi kalian kecuali Jahannam.
Kedelapan, perbandingan yang lembut antara:
بَاطِنُهُ فِيْهِ الرَّحْمَةُ
“Di dalam rahmat.” dan
وَ ظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ.
“Di luarnya ada siksa.”
Kesembilan, tasybīh tamtsīlī:
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا
“Seperti hujan yang tanaman yang tumbuh karenanya mengherankan orang-orang kafir, kemudian ia mengering dan menguning.”
Sebab sisi persamaan (tasybīh) diambil dari beberapa hal.
Kesepuluh, jinas nāqish (dua kata sejenis dari satu akar kata):
أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا
“Kami telah mengutus utusan Kami.”
Karena perbedaan harakat dan sebagian huruf.
Kesebelas, sajak yang indah bagaikan mutiara teruntai:
وَ أَنْزَلْنَا الْحَدِيْدَ فِيْهِ بَأْسٌ شَدِيْدٌ
dan firman Allah:
فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُوْرٍ لَّهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيْهِ الرَّحْمَةُ وَ ظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ.
Catatan:
- 395). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/225.
- 396). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 29/234.
- 397). Tafsīr-ul-Baidhawī 3/454.
- 398). At-Tashīl, 4/99.
- 399). Tafsīr-ul-Qurthubī, 17/258.
- 400). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 29/239.
- 401). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/226.
- 402). Tafsīr-ul-Jalālain, 4/176.
- 403). Tafsīr-ul-Baidhawī 3/456.
- 404). Diriwayatkan oleh Aḥmad dan Abū Dāwūd.
- 405). Mukhtasharu Ibni Katsīr, 3/455.
- 406). At-Tashīl, 4/100.
- 407). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/228.
- 408). Mukhtasharu Ibni Katsīr, 3/456.
- 409). Diriwayatkan Imām Aḥmad.