“Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi”; ayat ini diulangi untuk menguatkan dan sebagai dasar penetapan adanya kehidupan kedua (akhirat). Ma‘nanya, Allah-lah yang disembah secara hakiki dan yang bertindak pada makhlūq sesuai kehendak-Nya. “Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan”; hanya kepada Allah urusan makhlūq di akhirat dikembalikan, lalu Dia membalas mereka sesuai perbuatan mereka. “Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam”; Allah-lah yang bertindak pada alam ini sesuai kehendak-Nya. Dia membolak-balikkan siang malam dengan kebijaksanaan dan taqdīr-Nya dan memasukkan sebagian kepada sebagian yang lain. Kadang malam lama dan siang sebentar, kadang sebaliknya. “Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati”; Allah-lah Maha Tahu rahasia dan hati serta isinya; niat dan rahasianya. Dengan sifat-Nya seperti ini, maka selain Dia tidak layak disembah.
Setelah menuturkan dalil-dalil dan bukti kebesaran dan kekuasaan-Nya, Allah memerintahkan untuk mengesakan-Nya dan taat kepada-Nya. “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasūl-Nya”; percayalah kalian bahwa Allah Maha Esa dan bahwa Muḥammad adalah hamba dan Rasūl-Nya. “dan nafqahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya”; dan sedekahkanlah sebagian harta kalian, di mana Allah menjadikan kalian sebagai pengganti untuk bertindak padanya. Sebab, pada hakikatnya harta-benda itu milik Allah, bukan milik kalian. Dalam at-Tashīl disebutkan, ya‘ni harta yang ada di tangan kalian itu hanyalah harta Allah, sebab Dia yang menciptakannya. Hanya saja Dia menjadikannya ni‘mat bagi kalian dan kalian menjadi pengganti untuk bertindak padanya. Maka kalian pada harta itu hanyalah sebagai wakil dan karenanya janganlah kalian menghalanginya dari apa yang diperintah oleh Pemiliknya.” (3701). Tujuan ayat ini ingin mendorong berinfāq dan zuhud terhadap harta-benda. Itulah sebabnya Allah berfirman kemudian: “Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafqahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”; orang-orang yang beriman dengan benar dan berinfāq di jalan Allah karena mengharapkan ridhā Allah, maka bagi mereka pahala yang besar; yaitu surga.
“Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah”; kata tanya ini berma‘na penolakan dan celaan. Maksudnya, apa alasan kalian sehingga tidak mau beriman kepada Allah? “padahal Rasūl menyeru kamu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu”; padahal Nabi s.a.w. mengajak kalian agar kalian beriman kepada Tuhan dan Pencipta kalian dengan dalil-dalil yang akurat? “Tuhanmu. Dan sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjianmu”; Allah telah mengambil janji yang kuat dari kalian berupa sesuatu yang ada dalam akal, yaitu bukti-bukti yang menunjukkan adanya Allah. Abū Su‘ūd berkata: “Maksudnya dengan adanya bukti-bukti dan kemanpuan untuk berfikir.” (3712). Al-Khāzin berkata: “Allah mengambil janji dari kalian ketika Dia mengeluarkan kalian dari tulang sulbi Ādam dan memberitahu kalian, bahwa Allah adalah Tuhan kalian dan tidak ada tuhan bagi kalian selain Dia. Pendapat lain menyatakan, Allah mengambil janji kalian dengan memberikan akal pikiran dan membuat dalil-dalil yang mengajak mengikuti Rasūl. (3723) “jika kamu adalah orang-orang yang beriman”; kalimat syarat ini jawabnya dibuang. Maksudnya, jika kalian hendak beriman, maka sekaranglah waktu yang paling tepat, sebab ḥujjah dan dalil telah mengalahkan kalian.
Kemudian Allah mengingatkan sebahagian dalil dan bukti akan kewajiban beriman: “Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (al-Qur’ān)”; Allah-lah yang menurunkan al-Qur’ān yang mulia kepada Muḥammad s.a.w. yang menjadi mu‘jizat dan hukum-hukumnya yang jelas. Al-Qurthubī berkata: “Yang dimaksudkan ayat-ayat yang terang adalah al-Qur’ān.” Pendapat lain menyatakan yang dimaksud adalah mu‘jizat-mu‘jizat. Ma‘nanya, kalian harus beriman kepada Muḥammad karena ia mempunyai banyak mu‘jizat dan al-Qur’ān adalah mu‘jizatnya yang paling besar. (3734) “supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya”; agar Allah mengeluarkan kalian dari kegelapan kufur menuju cahaya iman. “Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu”; Allah sangat menyantuni kalian. Karena Dia menurunkan kitab-kitab dan mengutus para rasūl untuk memberi kalian petunjuk dan Allah tidak hanya membuat dalil-dalil rasional kepada kalian.
“Dan mengapa kamu tidak menafqahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi?”; apa yang menghalangi kalian untuk berinfāq di jalan Allah yang bisa mendekatkan kalian kepada Tuhan kalian, sementara kalian akan mati dan meninggalkan harta-benda kalian dan harta itu kembali kepada Allah? Ar-Rāzī berkata: “Ya‘ni kalian akan mati lalu harta kalian diwaris. Maka hendaknya kalian menggunakannya untuk infāq untuk ber‘ibādah kepada Allah.” (3745) Ini termasuk anjuran yang paling kuat untuk infāq di jalan Allah. “Tidak sama di antara kamu orang yang menafqahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah)”; tidak sama keutamaan orang yang menginfāqkan hartanya dan berperang dengan musuh bersama Nabi s.a.w. sebelum penaklukan Makkah dan orang yang menginfāqkan hartanya dan berperang setelah penaklukan Makkah. ‘Ulamā’ tafsir berkata: “Infāq sebelum penaklukan Makkah lebih besar, sebab saat itu Islam lebih memerlukan jihad dan infāq. Setelah Makkah ditaklukkan, Allah membesarkan Islam dan memperbanyak penyokongan pendukung Islam dan umat manusia masuk Islam bagaikan gelombang. “Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafqahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu”; lebih besar pahalanya dan lebih tinggi derajatnya daripapa orang-orang yang berinfāq setelah penaklukan Makkah dan berperang untuk meninggikan kalimat Allah. Al-Kalabī berkata: “Sasaran turunnya ayat ini adalah Abū Bakar r.a. Dia orang yang pertama kali masuk Islam, orang yang pertama kali menginfāqkan hartanya di jalan Allah dan membela Nabi s.a.w.” (3756) “Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik”; masing-masing dari orang yang beriman dan berinfāq sebelum penaklukan Makkah dan orang yang beriman dan berinfāq setelah penaklukan Makkah, Allah menjanjikan surga kepada mereka dengan perbedaan derajat. “Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”; Allah tahu ‘amal perbuatan kalian, melihat rahasia dan niat kalian serta membalas kalian berdasarkan ‘amal itu. Ayat ini mengandung janji dan ancaman.
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik”; siapakah yang mau menginfaqkan hartanya di jalan Allah untuk meraih ridhā-Nya. “maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya”; Allah memberinya pahalanya atas infāq itu berlipat-ganda. “dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”; di samping pelipatgandaan itu, dia memperoleh pahala yang besar dan mulia, yaitu surga. Ibnu Katsīr berkata: “Ya‘ni balasan elok dan rezeki bersinar, yaitu surga. Ketika ayat ini turun, Abū Dahdah al-Anshārī r.a. berkata: “Wahai Rasūlullāh, Allah sungguh menghendaki pinjaman dari kita?” Nabi s.a.w. menjawab: “Ya, hai Abū Dahdah.” Abū Dahdah berkata: “Perlihatkanlah tanganmu kepadaku, ya Rasūlullāh.” Nabi mengulurkan tangan kepadanya dan dia berkata: “Sesungguhnya aku meminjamkan kebunku ini kepada Tuhanku.” Kebun itu berisi enam ratus pohon kurma dan istri dan anak-anaknya berada di sana. Abū Dahdah menuju kebunnya dan memanggil istrinya: “Hai Ummi Dahdah.” Ummi Dahdah menjawab: “Aku penuhi panggilanmu.” Abū Dahdah berkata: “Keluarlah, sebab aku sudah meminjamkannya kepada Tuhanku.” Istrinya menjawab: “Penjualanmu menguntungkan hai Abū Dahdah.” Ummi Dahdah kemudian memindahkan perkakas dan anak-anaknya dari kebun tersebut.” (3767).
Kemudian Allah menjelaskan orang-orang mu’min yang berbakti dan nūr yang ada di hadapan mereka di atas shirāth (jembatan menuju surga). Allah berfirman: “Pada hari ketika kamu melihat orang mu’min laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka”; ingatlah saat di mana kamu melihat cahaya orang-orang mu’min lelaki dan perempuan bersinar di hadapan mereka dan dari segala penjuru untuk menerangi mereka dia shirāth dan wajah mereka bersinar bagaikan bulan purnama di malam hari. “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”; dikatakan kepada mereka: “Bergembiralah kalian hari ini dengan surga-surga kekal dan di bawah istananya mengalir sungai-sungai surga. “yang kamu kekal di dalamnya”; kalian tinggal di dalamnya untuk selamanya. “Itulah keberuntungan yan besar”; keberuntungan yang tidak ada keberuntungan di atasnya, sebab menjadi sebab kebahagiaan selamanya. Diriwayatkan bahwa cahaya tiap orang sesuai kadar imannya dan mereka berbeda-beda cahayanya. Di antara mereka ada yang cahayanya menyinari sampai dekat kedua telapak kakinya, ada yang cahayanya kadang mati kadang redup. Az-Zamakhsyarī berkata: “Allah berfirman: “di hadapan dan di sebelah kanan mereka” sebab orang-orang yang beruntung diberi catatan ‘amal perbuatan dari kedua arah tersebut, sebagaimana orang-orang celaka diberi catatan ‘amal itu dari kiri dan belakang mereka.” (3778).
Setelah menjelaskan keadaan orang-orang mu’min pada hari kiamat, Allah meneruskannya dengan menjelaskan keadaan orang-orang munāfiq. “Pada hari ketika orang-orang munāfiq laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: “Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu””; tunggulah kami agar kami tersinari cahaya kalian. ‘Ulamā’ tafsir berkata: “Allah memberikan cahaya kepada orang-orang mu’min di hari kiamat sesuai kadar ‘amal perbuatan mereka dan dengannya berjalan di atas shirāth. Sedangkan orang-orang kafir dan orang-orang munāfiq tanpa cahaya. Lalu orang-orang munāfiq menginginkan sinar dari cahaya itu. Namun ketika mereka sedang berjalan, tiba-tiba Allah mengirimkan angin dan kegelapan, sehingga mereka berada dalam kegelapan dan tidak bisa melihat tempat telapak kaki mereka. Lalu, mereka berkata kepada orang-orang mu’min: “Tunggulah kami agar kami diterangi cahaya kalian.” “Dikatakan (kepada mereka): “Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)””; orang-orang mu’min berkata kepada mereka untuk menertawakan dan menghina: “Kembalilah kelian ke dunia, lalu carilah cahaya-cahaya ini di sana.” Abū Ḥayyān berkata: “Orang-orang mu’min tahu bahwa tidak ada cahaya di belakang orang-orang munāfiq. Ucapan tersebut hanya bertujuan memberikan keputusasaan kepada mereka.” (3789). “Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu”; kemudian antara orang-orang mu’min dan orang-orang munāfiq dibuat sebuah tabir yang berpintu dan memisahkan antara ahli surga dan ahli neraka. “Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa”; di bagian dalam dinding yang merupakan sisi orang-orang mu’min ada rahmat yaitu surga. Sedangkan di bagian luarnya yaitu sisi orang-orang kafir ada siksa yaitu neraka. Ibnu Katsīr berkata: “Yaitu sebuah dinding yang dibuat pada hari kiamat untuk memisahkan antara orang-orang mu’min dan orang-orang munāfiq. Jika orang-orang mu’min sampai ke sana, maka mereka memasukinya dari pintu. Jika semua mu’min sudah masuk, maka pintu itu ditutup dan tinggallah orang-orang munāfiq di belakang dalam kebingungan, kegelapan dan siksa.” (37910).
“Orang-orang munāfiq itu memanggil mereka (orang-orang mu’min) seraya berkata: “Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?””; orang-orang munafiq memanggil orang-orang mu’min: Bukankah kami di dunia dulu bersama dengan kalian? Kami shalat sebagaimana kalian, puasa sebagaimana kalian, menghadiri shalat Jum‘at sebagaimana kalian dan kami berperang bersama kalian dalam peperangan? “Mereka menjawab: “Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri”; orang-orang mu’min berkata kepada mereka: Ya benar, kalian memang bersama kami secara lahir, namun kalian menghancurkan diri kalian sendiri dengan kemunāfiqan. “dan menunggu (kehancuran kami)”; kalian menantikan orang-orang mu’min tertimpa musibah. “dan kamu ragu-ragu”; kalian bimbang mengenai perkara agama. “serta ditipu oleh angan-angan kosong”; kalian terpedaya oleh angan-angan kosong akan luasnya rahmat Allah. “sehingga datanglah ketetapan Allah”; yaitu kematian yang menimpa kalian. “dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaithān) yang amat penipu”; syaithān yang pandai bermuslihat menipu kalian dengan mengatakan: “Allah Pengampun dan tidak akan menyiksa kalian.” Qatādah berkata: “Mereka terus-menerus ditipu oleh syaithān sampai Allah melemparkan mereka ke neraka Jahannam.” (38011) ‘Ulamā’ tafsir berkata: “Penipu paling berbahaya dan ulung adalah syaithān. Ia menipu dan memperdaya manusia.” Allah berfirman: “Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaithān yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. Sesungguhnya syaithān itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu).” (QS. Fāthir: 5-6).
“Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kamu dan tidak pula dari orang-orang kafir”; pada hari yang sulit ini, tidak diterima pengganti maupun tebusan dari kalian, hai orang-orang munāfiq maupun dari orang-orang kafir yang menentang Allah dan ayat-ayatNya. Dalam hadits disebutkan. “Sesungguhnya Allah berfirman kepada orang kafir: Apa pendapatmu jika bagimu berkali-kali dunia, apakah kamu menebuskan semua itu dari siksa neraka?” Maka dia menjawab: “Ya, wahai Tuhanku.” Maka Allah tabāraka wa ta‘ālā berfirman: Aku sudah memintamu apa yang lebih mudah daripada itu ketika kamu berada di punggung bapakmu Ādam, yaitu: “Janganlah kamu mempersekutukan Aku.” Maka kamu tidak mau, kecuali mempersekutukan.” (38112). “Tempat kamu ialah neraka”; tempat tinggal dan tempat singgah kalian adalah neraka Jahannam. “Dialah tempat berlindungmu”; ia (Jahannam) adalah pembantu kalian dan penolong kalian, tidak ada penolong bagi kalian selain ia. Ayat ini menertawakan mereka. “Dan dia adalah sejahat-jahat tempat kembali”; tempat kembali terburuk adalah neraka Jahannam. Sebahagian ‘ulamā’ berkata: “Orang yang beruntung adalah orang yang tidak terpedaya karena mengharapkan milik orang dan tidak suka tipuan. Barang siapa berangang-angan kosong, maka dia lupa berbuat dan lupa akan ajal.” (38213).
Catatan:
- 370). At-Tashīl, 4/95. Pendapat lain menyatakan, ma‘nanya; nafqahkanlah sebahagian harta yang diwariskan oleh orang sebelum kalian kepada kalian. Namun tafsir pertama lebih kuat.
- 371). Tafsīru Abī Su‘ūd, 5/137.
- 372). Tafsīr-ul-Khāzin, 4/31.
- 373). Tafsīr-ul-Qurthubī, 17/239.
- 374). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 29/218.
- 375). Tafsīr-ul-Khāzin, 4/32.
- 376). Mukhtasharu Ibni Katsīr, 3/448.
- 377). Tafsīr-ul-Kasysyāf, 4/324.
- 378). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/221.
- 379). Mukhtasharu Ibni Katsīr, 3/450.
- 380). Tafsīr-ul-Khāzin, 4/34.
- 381). Tafsīr-ul-Alūsī, 27/178. Hadits dalam kitab-kitab shaḥīḥ.
- 382). Tafsīr-ul-Qurthubī, 17/247.