Surah al-Ghasyiyah 88 ~ Tafsir al-Jalalain

Dari Buku:
Tafsir Jalalain.
(Jilid 4. Dari Sūrat-uz-Zumar sampai Sūrat-un-Nās)
Oleh: Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

088

SŪRAT-AL-GHĀSYIYYAH

Makkiyyah, 26 ayat

Turun sesudah Sūrat-adz-Dzāriyāt.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

هَلْ أَتَاكَ حَدِيْثُ الْغَاشِيَةِ

1. (هَلْ) “Apakah” telah (أَتَاكَ حَدِيْثُ الْغَاشِيَةِ) “datang kepadamu berita hari kiamat” hari kiamat dinamakan hari yang menutupi karena pada hari itu semua makhluk diselimuti oleh kengerian-kengeriannya.

وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ

2. (وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ) “Banyak muka pada hari itu” yang dimaksud dengan ungkapan lafal Wujūh atau muka adalah orang-orangnya, demikian lafal yang sama sesudahnya nanti (خَاشِعَةٌ) “tunduk” terhina.

عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ

3. (عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ) “Pekerja keras lagi kepayahan” maksudnya dalam keadaan lelah dan payah karena diikat dengan rantai dan belenggu.

تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً

4. (تَصْلَى) “Memasuki” dapat dibaca Tashlā dan Tushlā, jika dibaca Tushlā artinya dimasukkan ke dalam (نَارًا حَامِيَةً) “api yang sangat panas.”

تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ

5. (تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ) “Diberi minum dari sumber yang sangat panas” atau dengan air yang sangat panas.

لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيْعٍ

6. (لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيْعٍ) “Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduriDharī‘ adalah sejenis pohon yang berduri, hewan ternak pun tidak mau memakannya karena duri itu keras lagi kotor.

لَا يُسْمِنُ وَ لَا يُغْنِيْ مِنْ جُوْعٍ

7. (لَا يُسْمِنُ وَ لَا يُغْنِيْ مِنْ جُوْعٍ) “Yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.”

وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ

8. (وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ) “Banyak muka pada hari itu berseri-seri” atau tampak cerah dan cantik.

لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ

9. (لِسَعْيِهَا) “Karena usahanya” sewaktu di dunia yaitu karena ketaatannya (رَاضِيَةٌ) “mereka merasa senang” di alam akhirat, yaitu sewaktu mereka melihat pahalanya.

فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ

10. (فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ) “Dalam surga yang tinggi” secara nyata dan dapat mereka rasakan.

لَّا تَسْمَعُ فِيْهَا لَاغِيَةً

11. (لَّا تَسْمَعُ) “Tidak kamu dengar” dapat dibaca Tasma‘u dan Yasma‘u, jika Yasma‘u artinya tidak dia dengar (فِيْهَا لَاغِيَةً) “di dalamnya perkataan yang tak berguna” tiada seorang yang berkata melantur yang tidak ada gunanya.

فِيْهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ

12. (فِيْهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ) “Di dalamnya ada mata air yang mengalir” lafal ‘Ainun sekalipun bentuknya Mufrad tetapi maknanya jama‘.

فِيْهَا سُرُرٌ مَّرْفُوْعَةٌ

13. (فِيْهَا سُرُرٌ مَّرْفُوْعَةٌ) “Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan” yaitu tempat kedudukan dan derajatnya ditinggikan.

وَ أَكْوَابٌ مَّوْضُوْعَةٌ

14. (وَ أَكْوَابٌ) “Dan gelas-gelas” yakni tempat-tempat untuk minum tanpa gagang (مَّوْضُوْعَةٌ) “yang terletak” di setiap tepi mata air yang disediakan untuk peminum-peminumnya.

وَ نَمَارِقُ مَصْفُوْفَةٌ

15. (وَ نَمَارِقُ) “Dan bantal-bantal” untuk bersandar (مَصْفُوْفَةٌ) “yang tersusun” atau dalam keadaan tersusun untuk tempat bersandar.

وَ زَرَابِيُّ مَبْثُوْثَةٌ

16. (وَ زَرَابِيُّ) “Dan permadani-permadani” yaitu permadani yang empuk lagi tebal (مَبْثُوْثَةٌ) “yang terhampar” dalam keadaan terbentang.

أَفَلَا يَنْظُرُوْنَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ

17. (أَفَلَا يَنْظُرُوْنَ) “Maka apakah mereka tidak memperhatikan” dengan perhatian yang dibarengi keinginan mengambil pelajaran; yang dimaksud adalah orang-orang kafir Makkah (إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ) “unta bagaimana dia diciptakan?

وَ إِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ

18. (وَ إِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ) “Dan langit, bagaimanakah ia ditinggikan?

وَ إِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ

19. (وَ إِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ) “Dan gunung-gunung, bagaimana ia dipancangkan?

وَ إِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

20. (وَ إِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ) “Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” maksudnya dijadikan sehingga terhampar. Melalui hal-hal tersebutlah mereka mengambil kesimpulan tentang kekuasaan Allah swt. dan keesaan-Nya. Pembahasan ini dimulai dengan menyebut unta, karena unta adalah binatang ternak yang paling mereka kenal daripada yang lain-lainnya. Firman Allah “Suthiḥat” jelas menunjukkan bahwa bumi itu rata bentuknya. Pendapat inilah yang dianut oleh para ulama Syara‘. Jadi bentuk bumi bukanlah bulat seperti bola sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli ilmu konstruksi. Masalah ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan salah satu rukun syariat.

فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ

21. (فَذَكِّرْ) “Maka berilah peringatan” berilah mereka peringatan yang mengingatkan mereka kepada nikmat-nikmat Allah dan bukti-bukti yang menunjukkan keesaan-Nya (إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ) “karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.

لَّسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ

22. (لَّسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ) “Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka” menurut suatu qira’at lafal Mushaithirin dibaca Musaithirin yakni dengan memakai huruf Sīn bukan Shād, artinya menguasai mereka. Ayat ini diturunkan sebelum ada perintah berjihad.

إِلَّا مَنْ تَوَلَّى وَ كَفَرَ

23. (إِلَّا) “Kecuali” tetapi (مَنْ تَوَلَّى) “orang yang berpaling” dari keimanan (وَ كَفَرَ) “dan kafir” kepada al-Qur’an, artinya ingkar kepadanya.

فَيُعَذِّبُهُ اللهُ الْعَذَابَ الْأَكْبَرَ

24. (فَيُعَذِّبُهُ اللهُ الْعَذَابَ الْأَكْبَرَ) “Maka Allah akan mengazabnya dengan adzab yang besar” yaitu adzab di akhirat dan adzab di dunia dengan dibunuh dan ditawan.

إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ

25. (إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ) “Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka” maksudnya mereka akan kembali kepada-Nya sesudah mati.

ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ

26. (ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ) “Kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka” atau memberikan balasan kepada mereka, Kami sama sekali tidak akan membiarkan mereka begitu saja, mereka pasti Kami hisab.

 

ASBĀB-UN-NUZŪL

SŪRAT-UL-GHĀSYIYYAH

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Imām Ibnu Jarīr dan Imām Ibnu Abī Ḥātim kedua-duanya telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Qatādah, yang telah menceritakan bahwa ketika Allah menggambarkan kenikmatan-kenikmatan yang terdapat di dalam surga, orang-orang yang sesat merasa ta‘jub terhadap hal tersebut. Maka Allah s.w.t. menurunkan firman-Nya:

Maka apakah mereka tidak memperhatikan binatang unta, bagaimana dia diciptakan?” (88, al-Ghāsyiyah, 17).

 

 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *