الْفِيْلُ
AL-FĪL
Surah Ke-105; 5 Ayat.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيْلِ. أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍ.
105:1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah.
105:2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka‘bah) itu sia-sia?,
Alam tara kaifa fa‘ala rabbuka bi ashḥāb-il-fīl (Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? – ayat 1). Kisah tentang tentara bergajah ini sangat masyhur. Peristiwa ini terjadi menjelang masa Rasulullah s.a.w. lahir. Peristiwa ini termasuk salah satu tanda kekuasaan Allah, bukti kemurkaan-Nya terhadap orang yang berani melanggar larangan-Nya. Sementara itu, mengilhami burung dan binatang liar lebih mudah ketimbang mengilhami manusia, karena jiwa-jiwa binatang sederhana. Dan memerintahkan batu dengan khasiat tertentu yang dititipkan Allah kepadanya bukanlah hal yang patut diingkari. Barang siapa mengenal alam Kekuasaan dan tersibak baginya hijab hikmah, tentu ia akan tahu kumpulan (limiyyah) semacam itu.
Peristiwa serupa pernah terjadi di zaman kami. Sekawanan tikus menguasai kota Apyaurid merusak pertanian. Setelah itu mereka kembali melalui daratan ke pantai Jaihun (laut Abudariya). Masing-masing tikus mengambil bilahan-bilahan kayu dari semak-semak belukar di pinggir-pinggir sungai, menumpang di atas kayu-kayu itu untuk menyeberang sungai. Peristiwa ini tidak bisa ditakwilkan macam-macam, seperti keadaan hari kiamat dan sejenisnya.
Adapun pelajaran ruhani yang dapat dipetik darinya adalah sebagai berikut:
Ketahuilah, ketika raja “Abrahah” jiwa dari al-Habsyi itu hendak menghancurkan “ka‘bah” hati yang pada hakikatnya adalah rumah Allah, hendak menguasainya dan ingin memalingkan “jamaah haji” daya-daya ruhani ke arah “muntah” tabiat jasmani yang ia bangun, dan ia ingin mengagung-agungkan “muntah” tabiat jasmani itu; lalu di tempat “muntah” itu, “orang-orang Quraisy” yang berakal praktis membuang “kotoran” dengan melemparkan “Keutamaan makanan” akal berupa bentuk-bentuk pendidikan yang dikhususkan untuk mengendalikan tabiat, seperti adat istiadat yang baik dan tata krama yang terpuji; maka Abrahah meletakkan di tempat itu, bala api rindu yang biasa dinyalakan oleh para “pemimpin Quraisy” daya-daya ruhani dengan riyādhah.
Lalu, Abrahah memimpin bala tentaranya menyiap-siagakan mereka dari “bangsa” daya-daya jiwa serta sifat-sifatnya yang gelap karena tabiat, seperti “bala tentara” marah, syahwat dan sebagainya. Kemudian Abrahah memajukan “gajah” setan wahm yang tak pernah terkalahkan oleh “tentara” akal dan….. Setan memang paling sering menjelma dalam bentuk gajah seperti pernah dilihat Mu‘ādz pada masa Rasulullah s.a.w. Karena itu, Rasulullah s.a.w. bersabda:
“إن الشيطان ليضع خرطومه على قلب ابن آدم فإذا ذكر الله خنس”
“Sesungguhnya setan biasa meletakkan belalainya ke dalam hati manusia. Maka jika ia mengingat Allah, setan akan berbalik mundur.”
وَ أَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيْلَ.
تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍ.
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ
105:3. Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
105:4. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
105:5. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Wa arsala ‘alaihim thairan abābīl (dan Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang berbondong-bondong – ayat 3). Allah telah menjadikan tipu daya mereka sia-sia dan mengirim kepada mereka “burung-burung” akal, dzikir, yang putih bersih dan bercahaya dengan cahaya ruh. “Burung-burung” itu terbang berbondong-bondong seperti gambar busur-busur panah.
Tarmīhim bi ḥijāratin min sijjīl (yang melempari mereka dengan batu [berasal] dari tanah yang terbakar – ayat 4). Yang dimaksud dengan “batu-batu” itu adalah riyādhah (latihan ruhani) yang berasal dari sesuatu yang dibakar dan disiapkan secara khusus untuk menyerang setiap “bala tentara” Abrahah itu. Di dalam setiap riyādhah itu, telah disebutkan satu nama yang akan dilemparkannya dengan panduan (pena) syariat dan akal. Telah ditentukan pula bahwa riyādhah ini akan mencegah dan membinasakan daya-daya jiwa seseorang: misalnya; riyādhah keperkasaan dan penaklukan untuk membinasakan daya-daya jiwa marah, riyādhah puasa untuk membinasakan nafsu syahwat, riyādhah tawadhu’ untuk membinasakan jiwa takabur, dan sebagainya.
Faja‘alahum ka‘ashfin ma’kūl (lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan [ulat] – ayat 5). Jelasnya, Allah menjadikan mereka binasa sehingga mereka tidak bisa bergerak lagi, seperti daun-daun yang dimakan, artinya seperti jiwa-jiwa tumbuhan yang telah mati dan daya-daya serta khasiat-khasiatnya telah sirna. Dan mereka tidak tumbuh lagi karena telah dilemahkan oleh riyādhah.