Surah al-Falaq 113 ~ Tafsir asy-Syaukani

Dari Buku:
TAFSIR FATHUL-QADIR
(Jilid 12, Juz ‘Amma)
Oleh: Imam asy-Syaukani

Penerjemah: Amir Hamzah, Besus Hidayat Amin
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

SURAH AL-FALAQ (Halaman 3)

 

(وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ) “dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” (الحسد) (kedengkian) adalah berangan-angan dan menginginkan hilangnya nikmat yang telah Allah karuniakan dari orang yang didengki. Makna (إِذَا حَسَدَ) “Apabila ia dengki” adalah apabila ia memperlihatkan kedengkian yang tersimpan di dalam diri, melaksanakan upaya untuk mencapainya, dan melakukan keburukan terhadap orang yang didengkinya. ‘Umar bin ‘Abd-ul-‘Aziz berkata: “Tidak pernah aku lihat orang yang zhalim yang paling menyerupai orang yang terzhalimi daripada seorang yang mendengki.”

Seorang penyair bersenandung dengan makna ini, ia berkata:

قُلْ لِلْحَسُوْدِ إِذَا تَنَفَّسَ طَعْنَة

يَا ظَالِمًا وَ كَأَنَّهُ مَظْلُوْمُ

Katakanlah kepada orang-orang yang dengki, apabila beraksi seperti menusuk….

Wahai orang yang zhalim, seakan-akan ia orang yang dizhalimi.”

Allah s.w.t. menyebutkan di dalam surah ini untuk menunjukkan kepada Rasul-Nya s.a.w. supaya memohon perlindungan dari kejahatan setiap makhluk-Nya secara umum, kemudian Allah menyebutkan sebagian kejahatan-kejahatan secara khusus yang masih termasuk dalam keumuman itu, untuk mengindikasikan tingginya peringkat kejahatannya dan bahayanya, yaitu: kejahatan malam, wanita-wanita tukang sihir, dan orang yang mendengki, seakan-akan mereka dengan dominasi kejahatannya secara nyata sehingga harus dipisahkan penyebutannya satu persatu.

Diriawayatkan oleh Ibnu Mardawaih dair ‘Amr bin ‘Abasah, ia berkata: () “Rasulullah s.a.w. shalat menjadi imam kami, beliau membaca “qul a‘ūdzu bi rabb-il-falaq”, kemudian (seusai shalat) beliau berkata: “Wahai Ibnu ‘Abasah, apakah kau tahu apa itu falaq?” Aku menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Sebuah sumur di neraka Jahannam.” Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari perkataan ‘Amr bin ‘Abasah dengan peringkat tidak marfū‘.

Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata: Rasulullah s.a.w. berkata kepadaku: (اِقْرَأْ: قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ، هَلْ تَدْرِيْ مَا الْفَلَقُ؟ بَابٌ فِي النَّارِ، إِذَا فُتِحَتْ سُعِّرَتْ جَهَنَّمُ) “Bacalah: “qul a‘udzu bi rabb-il-falaq” apakah kau mengetahui apa itu falaq? Itu adalah sebuah pintu di neraka, apabila dibuka, maka neraka Jahannam akan menyala.

Ibnu Mardawaih dan ad-Dailami meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, ia berkata: aku bertanya kepada Rasulullah s.a.w. tentang firman Allah: (قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ) “Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai Subuh,” maka beliau bersabda: (هُوَ سِجْنٌ فِيْ جَهَنَّمَ فِيْهِ الْجَبَّارُوْنَ وَ الْمُتَكَبِّرُوْنَ وَ إِنَّ جَهَنَّمَ لَتُتَعَوَّذُ بِاللهِ) “Itu adalah sebuah penjara di neraka Jahannam yang ditawan di dalamnya orang-orang yang semena-mena dan orang-orang yang sombong, dan neraka Jahannam adalah sesuatu yang seharusnya dimohonkan perlindungan kepada Allah darinya.” (38413).

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: (الْفَلَقُ جُبٌّ فِيْ جَهَنَّمَ) “Falaq adalah sebuah sumur di neraka Jahannam.” (38514).

Hadits-hadits ini, apabila keberadaannya shaḥīḥ dan valid dari Rasulullah s.a.w., maka mengambil pemahaman dengannya merupakan suatu kewajiban, dan pernyataan kita harus sesuai dengannya.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Falaq adalah sebuah sumur di neraka Jahannam.” Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mardawaih dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata: “Falaq adalah subuh.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Hurairah riwayat yang sama.

Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan darinya (Ibnu ‘Abbas), ia berkata: “Falaq adalah makhluk.” Dan Ibnu Jarir, Abu Syaikh, serta Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi s.a.w. tentang firman-Nya: (وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ) “dan dari kejahatan malam apabila telah gelap-gulita,” beliau bersabda: (النَّجْمُ هُوَ الْغَاسِقُ وَ هُوَ الثُّرَيَا) “Bintang adalah ghāsiq, dan itu adalah kandil (thuraya).” Juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari sisi yang lain darinya (Abu Hurairah), tidak secara marfū‘, dan kami telah menjelaskan sebelumnya bahwa telah ada yang menyatakan bahwa ghāsiq adalah bulan.

Abu Syaikh meriwayatkan darinya juga, ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: (إِذَا ارتَفَعَتِ النُّجُوْمُ رَفَعَتْ كُلَّ عَاهةٍ عَنْ كُلِّ) “Apabila bintang-bintang telah naik, maka ia mengangkat semua penderitaan dari semua negeri.” Dan jika hadits ini shaḥīḥ maka tidak ada dalil untuk mengatakan bahwa ghāsiq adalah bintang atau bintang-bintang.

Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah: (وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ) “dan dari kejahatan malam apabila telah gelap-gulita,” ia menjelaskan: “Itu adalah malam ketika telah tiba.” Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang firman-Nya: (وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ) “dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,” ia menjelaskan: “Para penyihir perempuan.” Ibnu Jarir meriwayatkan darinya tentang ayat ini, ia menjelaskan: “Itu adalah sihir yang bercampur dengan ruqyah.”

An-Nasa’i dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda: (مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً ثُمَّ نَفَثَ فِيْهَا فَقَدْ سَحَرَ وَ مَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ وَ مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِّلَ إِلَيْهِ) “Barang siapa mengikat buhul kemudian ia meniup padanya, maka ia telah melakukan sihir, dan siapa yang melakukan sihir berarti telah musyrik, dan orang yang menggantungkan sesuatu maka ia akan diserahkan kepada sesuatu tersebut.” (38615).

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa‘d, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Ibnu Mardawaih dari Abu Hurairah, ia berkata: (جَاءَ النَّبِيُّ (ص) يَعُوْدُنِيْ فَقَالَ: أَلَا أَرْقِيْكَ بِرُقْيَةٍ رَقَانِيْ بِهَا جِبْرِيْلُ؟ فَقُلْتُ: بَلَى بِأَبِيْ أَنْتَ وَ أُمِّيْ، قَالَ: بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ وَ اللهُ يَشْفِيْكَ مِنْ كُلِّ دَاءٍ فِيْكَ. مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ، وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ. فَرَقَى بِهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ) Nabi s.a.w. datang untuk menjengukku, kemudian beliau bersabda: “Maukah engkau aku ruqyah (obati) dengan ruqyah yang telah digunakan Jibril untuk meruqyahku?” maka aku menjawab: “Ya, demi bapak dan ibuku sebagai tebusannya.” Beliau lalu berucap: “Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dan Allah yang menyembuhkannya dari setiap penyakit yang ada padamu, “dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki” beliau meruqyah dengannya sebanyak tiga kali.” (38716).

Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang firman-Nya: (وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ) “dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki,” ia menjelaskan: “Jiwa manusia dan kejahatannya.”

 

Catatan:


  1. 372). Shaḥīḥ; al-Bukhari (4976) dan Ahmad (5/129). 
  2. 373). Dha‘īf, disebutkan oleh al-Haitsami di dalam Majma‘-uz-Zawā’id (7/150) dan ia berkomentar: “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al-Kabīr dan al-Ausath, di dalam sanad-nya terdapat Isma‘il bin Muslim al-Makki, ia seorang yang lemah. 
  3. 374). Shaḥīḥ; Muslim (1/558), at-Tirmidzi (3367), dan an-Nasa’i (2/158). 
  4. 375). Shaḥīḥ; al-Hakim (2/540) dan al-Baihaqi di dalam asy-Syu‘ab (2/513). 
  5. 376). Shaḥīḥ; an-Nasa’i (8/252) dan disebutkan oleh al-Albani di dalam Shaḥīḥ-un-Nasā’i (5020). 
  6. 377). Shaḥīḥ; at-Tirmidzi (2058) dan disebutkan oleh al-Albani di dalam Shaḥīḥ-ut-Tirmidzi (2150). 
  7. 378). Dha‘īf; Ahmad (1/380), Abu Daud (4222), dinilai dha‘īf oleh al-Albani dan disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam al-Fatḥ (10/206). 
  8. 379). Shaḥīḥ; an-Nasa’i (8/254) dan disebutkan oleh al-Albani di dalam Shaḥīḥ-un-Nasā’i (5029). 
  9. 380). Shaḥīḥ; al-Muwaththa (2/942, 943), diriwayatkan pula oleh al-Bukhari (5016) dan Muslim (4/1723). 
  10. 381). Takhrijnya telah disebutkan sebelumnya. 
  11. 382). Shaḥīḥ; asal hadits ini terdapat di dalam dua kitab Shaḥīḥ (Bukhari-Muslim) pada bahasan tentang Menyihir Nabi s.a.w. 
  12. 383). Ḥasan; ath-Thabrani di dalam ash-Shaghīr (2/23) disebutkan oleh al-Haitsami di dalam Majma‘-uz-Zawā’id (5/111) bahwa sanadnya ḥasan. 
  13. 384). Dha‘īf; diriwayatkan oleh ad-Dailami di dalam Musnad-ul-Firdaus (3/268) dan dinilai dha‘īf oleh al-Albani. 
  14. 385). Dha‘īf; Ibnu Jarir (30/252) dan dicantumkan oleh al-Albani di dalam Dha‘īf-ul-Jami‘ (4037). 
  15. 386). Dha‘īf; an-Nasa’i (7/112) dan dinilai dha‘īf oleh al-Albani. 
  16. 387). Dha‘īf; Ibnu Majah (3534) dan al-Hakim (2/541). 

Unduh Rujukan:

  • [download id="12862"]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *