Surah al-Fajr 89 ~ Tafsir ash-Shabuni (2/2)

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

Rangkaian Pos: Surah al-Fajr 89 ~ Tafsir ash-Shabuni

dan kaum Fir‘aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak)”; demikian juga Fir‘aun, penjahat kejam yang mempunyai banyak pasukan dan rakyat yang menguatkan kekuasaannya. Abū Su‘ūd berkata: “Fir‘aun disebut mempunyai pasak karena dia mempunyai banyak pasukan dan kemah yang mereka dirikan di rumah mereka atau karena dia menyiksa dengan pasak.” (10181) “yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri”; para penjahat itu; kaum ‘Ād, Tsamūd dan Fir‘aun adalah orang-orang yang berbuat sadis dan mendurhakai perintah Allah serta melampaui batas dalam kezhaliman dan dosa. “lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu”; lalu mereka banyak berbuat kezhaliman, penyelewengan, pembunuhan dan dosa lainnya di penjuru negeri-negeri. “karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti adzab”; karena itu, Allah menurunkan bermacam-macam siksa yang berat kepada mereka karena kedurhakaan dan kejahatan mereka. Ulama tafsir berkata: “Di ayat Allah menggunakan kata “menimpakan” karena kata itu menunjukkan kecepatan turunnya siksa kepada sasarannya. Seperti dikatakan seseorang: Kami tuangkan cemeti kami kepada mereka ketika mereka zhalim. Maknanya, Allah menurunkan kepada tiap kelompok dengan berbagai macam siksa. ‘Ād dihancurkan dengan angin, Tsamūd dengan suara keras, Fir‘aun dan bala tentaranya dengan ditenggelamkan dalam laut. Sebagaimana firman Allah: “Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan.” (10192) (al-‘Ankabūt: 40). “sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi”; sungguh Tuhanmu hai Muḥammad mengawasi perbuatan manusia, mencatatnya dan membalas mereka dengannya. Dan at-Tashil disebutkan: “Mengawasi” maksudnya Allah mengawasi setiap manusia dan tidak seorangpun dari penjahat yang kejam itu lepas dari-Nya. Ini ancaman bagi kafir Quraisy. (10203).

Setelah menyebutkan siksa yang menimpa para penjahat yang kejam itu, Allah menyebutkan tabiat dan watak manusia yang kafir, lupa diri ketika hidup enak dan putus asa ketika melarat. “Adapun bila Tuhannya mengujinya”; jika manusia diuji Tuhannya dengan nikmat, “lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan”; dengan memberinya kemuliaan berupa kekayaan, materi, kenikmatan hidup di dunia dengan mempunyai banyak anak, kedudukan dan kekuasaan, “maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku””; dia berkata: “Tuhanku berbuat baik kepadaku dengan memberi kami nikmat yang kami memang berhak menerimanya. Dia tidak menyadari bahwa nikmat itu ujian dari Allah, apakah dia bersyukur atau sebaliknya? “Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya”; jika dia diuji oleh Tuhannya dengan kemelaratan dan kesempitan rezeki, “maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku””; dengan lupa akan hikmah atas ujian, dia berkata: Tuhanku menghinakan kami dengan menyempitkan rezeki kepada kami. Al-Qurthubī berkata: “Ini adalah sifat orang kafir yang tidak beriman kepada hari kebangkitan. Baginya kemuliaan dan kehinaan adalah dengan banyaknya materi atau sedikitnya. Sedangkan bagi seorang mu’min, kemuliaan adalah jika Allah memuliakannya dengan ketaatan kepada-Nya dan memberi taufik untuk beramal demi akhirat. Jika Allah memberi dia kelapangan di dunia, maka dia memuji-Nya dan bersyukur kepada-Nya. (10214) Dalam ayat ini Allah mengingkari ucapan manusia “Tuhanku telah memuliakanku, Tuhanku menghinakanku”; sebab dia mengucapkannya karena takabbur dan sombong, bukan tujuan syukur. Dia berkata: “Tuhanku menghinakanku” karena dia mengadukan kepada Allah dan keluh-kesah serta sedikit sabarnya. Padahal seharusnya dia bersyukur jika diberi nikmat dan bersabar ketika diberi sebaliknya.

Itulah sebabnya Allah mencegahnya dan melarangnya dengan firman-Nya: “Sekali-kali tidak (demikian)”; memuliakan bukan dengan kekayaan dan menghina bukan dengan kemelaratan sebagaimana kalian kira. Sebaliknya pemuliaan atau penghinaan adalah dengan ketaatan kepada Allah atau durhaka kepada-Nya. Hanya saja kalian tidak tahu. Kemudian Allah berfirman: “sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim”; sebaliknya kalian melakukan hal yang lebih buruk daripada hal itu. Kalian tidak memuliakan anak yatim. Padahal Allah memuliakan kalian dengan banyaknya harta dan materi. “dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin”; kalian tidak saling mendorong untuk memberi makan orang yang memerlukan dan membantu orang miskin. “dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang batil)”; dan kalian memakan harta warisan yang banyak tanpa peduli apakah halal atau dari haram? Dalam at-Tasḥīl disebutkan, maknanya, seseorang mengambil bagiannya dan bagian orang lain dari harta warisan, sebab bangsa ‘Arab tidak memberikan warisan kepada kaum wanita maupun anak-anak. Warisan hanya dikuasai oleh lelaki dewasa. (10225) “dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”; dan kalian sangat mencintai harta benda disertai tamak dan rakus. Ini celaan atas kerakusan mereka terhadap harta benda dan bakhil untuk menginfakkannya.

Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut”; jangan kalian berbuat demikian, hai orang-orang yang lupa. Hentikanlah hal itu, kalian akan menghadapi berbagai prahara besar pada hari yang sulit itu. Di antara prahara itu adalah bumi diguncangkan dengan keras. Jalaluddin berkata: “Yakni bumi diguncangkan sampai setiap bangunan yang ada di atasnya roboh dan sirna.” (10236) “dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris”; hai Muḥammad, Tuhanmu pada hari itu datang untuk memberikan keputusan di antara para hamba dan para malaikat datang membentuk beberapa barisan dengan rapi tanpa putus-putus. Dalam at-Tasḥīl disebutkan: al-Mundzir bin Sa‘īd berkata: “Maknanya, Allah menampakkan Diri di depan makhluk di sana. Ayat ini dan sejenisnya termasuk hal yang harus diimani tanpa menggambarkannya atau menteorikannya. (20247) Ibnu Katsīr berkata: “Para makhluk berdiri (bangkit) dari kubur menuju Tuhan mereka. Maka datanglah Allah untuk memberi keputusan di antara makhluk-Nya. Hal itu terjadi setelah mereka meminta syafaat kepada junjungan keturunan Adam, Muḥammad s.a.w. Maka Allah datang untuk memberikan keputusan dan para malaikat datang di hadirat-Nya membentuk barisan-barisan yang banyak.” (10258).

dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam”; Jahannam dihadirkan agar orang-orang yang jahat melihatnya. Ini semakna dengan ayat: “Dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat.” (an-Nāzi‘āt: 36). Dalam hadits disebutkan: “Jahannam didatangkan pada saat itu, sedang baginya tujuh puluh ribu kendali. Masing-masing kendali ada tujuh puluh ribu malaikat yang menariknya.” (10269) “dan pada hari itu ingatlah manusia”; pada hari yang menakutkan dan di pemberhentian yang sulit itu, manusia ingat akan amal perbuatannya dan menyesali kesalahannya dan kedurhakaannya. Pada saat itu ia ingin menghentikan dosa dan bertaubat. “akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya”; apa manfaat yang ia peroleh dari ingatnya itu, sementara waktunya sudah lewat? “Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.””; dia berkata dengan penuh penyesalan dan keresahan: “Aduhai seandainya kami dulu melakukan amal shalih, tentu akan berguna bagiku untuk kehidupan yang kekal ini.”

Allah berfirman: “Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya”; pada saat itu, tidak ada yang lebih berat siksa-Nya daripada siksa Allah kepada siapa yang durhaka kepada-Nya. “dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya”; dan tidak ada yang mengikat dengan rantai dan belenggu yang lebih kuat melebihi ikatan Allah kepada orang kafir yang durhaka. Ini berlaku bagi makhluk yang durhaka. Adapun jiwa yang suci, dikatakan kepadanya: “Hai jiwa yang tenang”; hai jiwa yang suci dan bersih serta tenteram karena janji Allah dan tidak tertimpa takut maupun kekagetan pada saat itu: “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya”; kembalilah kamu kepada keridhaan Tuhanmu dan surga-Nya. Kembalilah dengan puas atas kenikmatan dan keridhaan yang diberikan Allah kepadamu. Allah ridha karena perbuatan yang sudah dilakukan. Ulama tafsir berkata: “Ayat ini terjadi ketika sakaratulmaut maka dikatakan kepadanya ucapan di atas”. “Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hambaKu”; masuklah kamu ke dalam kelompok hamba-hambaKu yang mukmin. “dan masuklah ke dalam surga-Ku”; masuklah ke surga-Ku, negeri orang-orang yang berbakti dan saleh.

Aspek Balaghah:

Dalam surat-ul-Fajr mengandung sejumlah keindahan bahasa sebagaimana berikut ini:

Pertama, pertanyaan untuk memantapkan:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ.

Tahukah kamu apa yang diperbuat Tuhanmu kepada kuam ‘Ād?

Kedua, thibāq (kesesuaian antar kata) antara (الشَّفْعِ) (genap) dan (الْوَتْرِ) (ganjil).

Ketiga, jinās isytiqāq (dua kata sejenis dari satu akar kata):

لَّا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ. وَ لَا يُوْثِقُ وَثَاقَهُ. يَتَذَكَّرُ. الذِّكْرَى.

Keempat, perbandingan antara:

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَ نَعَّمَهُ

Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan,

Dan

وَ أَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ

Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya,

Allah memberi bandingan antara (أَكْرَمَنِ) (memuliakanku) dan (أَهَانَنِ) (menghinaku).

Kelima, isti‘ārah (sejenis perumpamaan) yang lembut:

فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ.

karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti adzab.”

Allah menyerupakan siksa berat yang menimpa mereka dengan cemeti yang menyengat kulit orang yang disiksa.

Keenam, iltifāt (pengalihan)

كَلَّا بَلْ لَا تُكْرِمُوْنَ الْيَتِيْمَ.

Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim.”

Di sini terjadi iltifāt dari ghā’ib (kata ganti orang ketiga) ke mukhāthab (kata ganti orang kedua) untuk lebih menjelekkan dan mencela lawan bicara. Asalnya, sesuai dengan konteks adalah:

لَا يُكْرِمُوْنَ

Mereka tidak menghormati.”

Ketujuh, idhāfah (penggandengan) untuk memuliakan:

فَادْخُلِيْ فِيْ عِبَادِيْ.

Kedelapan, sajak tanpa dipaksakan. Misalnya:

وَ لَيَالٍ عَشْرٍ. وَ الشَّفْعِ وَ الْوَتْرِ. وَ اللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ.

Dan

وَ ثَمُوْدَ الَّذِيْنَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ. وَ فِرْعَوْنَ ذِي الْأَوْتَادِ. الَّذِيْنَ طَغَوْا فِي الْبِلاَدِ.

Catatan:

  1. 1018). Tafsīru Abī Su‘ūd (5/262).
  2. 1019). Lihat ash-Shāwī (4/317).
  3. 1020). At-Tasḥīl (4/317).
  4. 1021). Tafsīr-ul-Qurthubī (19/51).
  5. 1022). At-Tasḥīl (4/198).
  6. 1023). Tafsīr-ul-Jalālain (4/318).
  7. 1024). At-Tasḥīl (4/198).
  8. 1025). Mukhtashar Ibnu Katsīr (3/638).
  9. 1026). Diriwayatkan Muslim dalam Shaḥīḥ dari ‘Abdullāh bin Mas‘ūd r.a. marfū‘.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *