Surah al-Buruj 85 ~ Tafsir al-Jailani

Dari Buku: TAFSIR al-Jaelani
Oleh: Syekh ‘Abdul-Qadir Jaelani
Penerjemah: Abdul Hamid

Penerbit: PT. SAHARA intisains

Kemudian Allah s.w.t. mengiringi ancaman yang ditujukan kepada orang-orang yang melampaui batas dengan janji yang diberikan kepada kaum Mu’min, dengan berfirman:

Ayat 11.

(إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا) [Sesungguhnya orang-orang yang mengimani] keesaan Allah s.w.t. (وَ) [dan] menguatkan keimanan mereka dengan (عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ) [mengerjakan amal-amal shāliḥ] yang dibarengi dengan niat yang tulus, maka (لَهُمْ) [bagi mereka] balasan dari Allah s.w.t. atas keimanan dan amalan mereka serta sebagai anugerah untuk mereka, di mana balasan tersebut berupa (جَنَّاتٌ) [surga] yang menjadi tempat rekreasi ilmu, kemuliaan, dan kebenaran, (تَجْرِيْ مِنْتَحْتِهَا الْأَنْهَارُ) [yang di bawahnya mengalir sungai-sungai] ma‘rifat dan kebenaran yang berasal dari lautan hakikat. Ringkasnya, (ذلِكَ) [itulah] perkataan agung yang sulit dijangkau oleh pemahaman manusia, yaitu (الْفَوْزُ الْكَبِيْرُ) [keberuntungan yang besar] dan anugerah yang agung, di mana tidak ada keberuntungan yang lebih besar dan lebih agung darinya.

Kemudian Allah s.w.t. menyebutkan ancaman-Nya kepada orang-orang sesat yang menyimpang dari jalan keadilan melalui kekasih-Nya, Muḥammad s.a.w., dengan berfirman:

Ayat 12.

(إِنَّ بَطْشَ رَبِّكَ) [Sesungguhnya azab Rabbmu], wahai Rasul yang paling sempurna, yang ditimpakan kepada para pelaku maksiat dari hamba-hambaNya yang menyimpang dari jalan kebenaran dan petunjuk-Nya, adalah sangat kejam dan (لَشَدِيْدٌ) [benar-benar keras] di mana tidak ada sesuatu pun yang bisa dibandingkan dengan kekerasan adzab-Nya. Di samping itu, siksa dan pembalasan-Nya juga akan dilipatgandakan. Jadi bagaimana mungkin adzab-Nya dapat dibandingkan dan dipertentangkan?

Ayat 13.

(إِنَّهُ) [Sesungguhnya] Allah s.w.t. (هُوَ) [Dia-lah] Dzat Yang Maha Kuasa lagi Maha Mengalahkan, (يُبْدِئُ) [yang menciptakan (makhluk) dari permulaan] dan memunculkan semua yang terlihat dan yang maujūd dari ketiadaan, dengan kekuasaan-Nya yang sempurna. Kemudian Dia juga menyembunyikan dan meniadakan semua itu dengan kekuasaan-Nya yang sempurna pula, (وَ يُعِيْدُ) [dan menghidupkan] serta mengeluarkannya kembali dari ruang penampakkan (dunia) sesuai dengan ketetapan dan kehendak-Nya. Jadi apa yang bisa dipertentangkan dan dibandingkan dengan kekuasaan-Nya ini?

Bagaimana mungkin seseorang mampu melawan Allah s.w.t. dengan cara menentang hukum-Nya dan mempermasalahkan kekuasaan-Nya, padahal Dia dapat melakukan sesuatu yang dikehendaki-Nya dan memutuskan sesuatu yang diinginkan-Nya? Perbuatan-Nya tidak dipertanyakan karena Dia Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Ayat 14.

(وَ هُوَ) [Dialah] Allah s.w.t. yang sesuai dengan kebaikan dan rahmat-Nya yang luas, merupakan Dzat (الْغَفُوْرُ) [Yang Maha Pengampun], Maha Menutupi, dan Maha Menghapus dosa-dosa orang yang bertobat dan kembali kepada-Nya dengan penuh keikhlasan dan penyesalan. Meskipun dosanya begitu besar dan sangat banyak, namun rahmat-Nya tetap lebih luas dan lebih mencakup dibandingkan dosa-dosa hamba-Nya. Dia juga (الْوَدُوْدُ) [Maha Pengasih] lagi Maha Mencintai keikhlasan orang-orang berdosa yang kembali kepada-Nya; pertobatan orang-orang yang meminta ampunan; perendahan diri orang-orang yang takut, bersembunyi, malu kepada Allah s.w.t., dan yang menyesali semua perbuatan yang dilakukannya pada saat lalai dan tertipu.

Ayat 15.

Bagaimana mungkin Allah s.w.t. tidak mengasihi dan mengampuni, padahal Dia adalah Dzat (ذُو الْعَرْشِ) [yang mempunyai singgasana], yang bersemayam di atas semua singgasana yang tampak maupun yang tidak tampak dengan kekuasaan yang Maha Lengkap dan kebebasan yang Maha Sempurna, (الْمَجِيْدُ) [Maha Mulia], lagi Maha Agung dalam Dzat-Nya, sifat-sifatNya, nama-namaNya, dan perbuatan-Nya. Sebab tidak ada yang selalu eksis dan ada selain diri-Nya.

Ayat 16.

Dari sini jelas bahwa Dia (فَعَّالٌ) [Maha Kuasa berbuat], dengan kebebasan dan pilihan-Nya, (لِّمَا يُرِيْدُ) [apa yang dikehendaki-Nya]. Dan semua perbuatan yang terjadi di kerajaan dan kekuasaan-Nya, berasal dari diri-Nya dan atas dasar pilihan-Nya. Tidak ada yang terjadi di kerajaan-Nya melainkan atas kehendak-Nya, sesuai dengan ilmu-Nya yang mencakup semua hal dan hikmah-Nya yang sempurna, baik yang terjadi itu berupa kenikmatan maupun kesusahan.

Selanjutnya Allah s.w.t. menghibur Nabi Muḥammad s.a.w. dan menganjurkannya untuk bersabar menghadapi tindakan kaumnya yang menyakitkan dan pendustaan mereka yang penuh kesombongan kepadanya, dengan berfirman:

Ayat 17.

(هَلْ أَتَاكَ) [Sudahkah datang kepadamu] maksudnya: sessungguhnya telah datang dan sampai kepadamu secara mutawatir, wahai Rasul yang paling sempurna. (حَدِيْثُ الْجُنُوْدِ) [berita kaum-kaum penentang]. Yakni kabar tentang umat-umat terdahulu dan kisah pendustaan mereka terhadap para rasul dan kitab-kitabnya, serta tentang pembalasan Kami kepada mereka setelah berbagai tindakan menyakitkan yang mereka lakukan kepada para rasul telah mencapai puncaknya.

Ayat 18.

Yaitu (فِرْعَوْنَ) [Fir‘aun] yang zhalim dan tiran, beserta kaumnya. Dari kisahnya kamu tahu bagaimana mereka mendustakan saudaramu, Nabi Mūsā a.s., bagaimana mereka secara sengaja berusaha menghancurkan dan membinasakannya berkali-kali, dan bagaimana Kami membalas dan membinasakan mereka. (وَ ثَمُوْدَ) [Dan (kaum) Tsamud] yang dicampakkan. Kamu tahu bagaimana mereka mendustakan saudaramu, Nabi Shāliḥ a.s., dan bagaimana Kami membalas perbuatan mereka. Wahai Rasul yang paling sempurna, ingatlah kisah mereka bersama para rasulnya dan apa yang terjadi pada mereka, dan bersabarlah menghadapi perbuatan kaummu yang menimpa dirimu karena semua itu termasuk hal-hal yang diwajibkan terjadi kepadamu. Kami akan membalas perbuatan mereka sebagaimana Kami membalas perbuatan umat-umat terdahulu yang telah binasa.

Ayat 19.

(بَلِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا) [Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari] dirimu dan kitab yang kamu bawa, (فِيْ تَكْذِيْبٍ) [berada dalam kedustaan] yang lebih besar dibandingkan kedustaan orang-orang terdahulu. Mereka, yakni orang-orang yang mendustakanmu, mengetahui kisah-kisah dan balasan apa saja yang menimpa umat terdahulu akibat kedustaan yang dilakukannya. Namun mereka tetap tidak mau mengambil pelajaran dan tidak bisa ditegur oleh kejadian tersebut. Maka dari itu, cepat atau lambat, siksaan yang akan ditimpakan kepada mereka lebih berat dibandingkan dengan siksaan yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu.

Ayat 20.

(وَاللهُ) [Padahal Allah] yang mengetahui semua bentuk kekufuran dan permusuhan yang bersemayam dalam hati mereka: (مِن وَرَائِهِم) [dari belakang mereka], yakni dari balik identitas mereka yang bāthil dan hati mereka yang tidak berfungsi, (مُّحِيطٌ) [mengepung mereka] dengan kepungan Dzat-Nya di mana tidak ada satu pun dari kejahatan maupun perbuatan dosa mereka yang luput dari pengetahuan-Nya. Dia akan membalas semua perbuatan itu sesuai dengan pengetahuan-Nya meskipun mereka menginkari pengetahuan-Nya tersebut. Karena itulah mereka juga mengingkari kitab-Nya yang mencakup semua bentuk kesempurnaan duniawi dan ukhrawi, baik yang bersifat gaib maupun yang nyata. Dengan sikap menantang dan sombong, mereka menganggap kitab-Nya sebagai sya‘ir, ramalan, penipuan, dan kedustaan yang bāthil. Padahal tidak ada satu pun kebatilan dalam kitab tersebut, yang berasal dari hadapan-Nya maupun dari belakang-Nya.

Ayat 21.

(بَلْ هُوَ قُرْآنٌ) [Bahkan yang didustakan mereka itu adalah al-Qur’an] yang berfungsi untuk membedakan antara yang ḥaqq dengan yang bāthil dan antara hidayah dengan kesesatan, itu memiliki kedudukan (مَّجِيْدٌ) [yang mulia] nan agung di sisi Allah s.w.t. dan menjadi penjelas bagi hukum-hukum agama yang membutuhkan penjelasan.

Ayat 22.

Keberadaannya (فِيْ لَوْحٍ مَّحْفُوْظٍ) [tersimpan dalam Lauḥ-ul-Maḥfūzh], yaitu berada dalam pengetahuan Ilahi dan lembaran qadha’-Nya yang terjaga dari segala macam bentuk penyimpangan dan pengubahan.

Semoga Allah s.w.t. menjadikan kita semua sebagai golongan orang-orang yang disinari dengan cahaya iman dan ditunjukkan kebenaran al-Qur’an yang membedakan antara yang ḥaqq dengan yang bāthil.

 

Penutup Surah al-Burūj

Wahai orang yang mengimani keesaan Allah s.w.t., mengikuti ajaran Muḥammad s.a.w., dan yang ditunjukkan kebenaran al-Qur’an – semoga Allah s.w.t. memberi petunjuk kepadamu pada kebenarannya – ; kamu harus meyakini bahwa semua kejadian yang berlangsung di alam dunia dan kerusakan, semua itu tercatat dalam lembaran qadha’-Nya yang terlindungi dari pengubahan dan penggantian. Sebab tidak ada yang dapat mengganti ucapan dan hukum yang berasal dari Dzat Yang Maha Kuasa, Maha Bijaksana, dan Maha Mengetahui.

Semua kejadian yang berada di alam kekuasaan dan kerajaan, diangkat dan dicatat dalam lembaran qadha yang ada di sisi-Nya di mana tidak ada sesuatu pun yang menyimpang dari catatan tersebut, dan al-Qur’an merupakan intisari dari catatan itu yang – secara garis besar – mencakup semua yang tercatat dalam lembaran qadha’-Nya.

Orang yang telah mendapatkan perlindungan abadi dan terpikat oleh tarikan keesaan, pasti memahami simbol-simbol al-Qur’an yang mengisyratkan berbagai cahaya rahasia dan pengetahuan yang diperinci oleh Allah s.w.t. dalam lembaran qadha-Nya dan terkandung dalam ilmu-Nya. Namun orang yang dapat sampai ke tingkatan yang tinggi ini, sangatlah sedikit.

Ringkasnya, jadilah kamu orang yang berharap kepada Allah s.w.t. dan janganlah merasa putus asa dari mendapat petunjuk-Nya. Sesungguhnya tidak ada yang merasa putus asa dari meraih petunjuk-Nya selain orang-orang yang merugi.

1 Komentar

  1. Kyai tjokro berkata:

    Alhamdulillah… Saya banyak terbantu dg hati senang ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *