Surah al-Bayyinah 98 ~ Tafsir Ibni ‘Arabi

Dari Buku:
Isyarat Ilahi
(Tafsir Juz ‘Amma Ibn ‘Arabi)
Oleh: Muhyiddin Ibn ‘Arabi

Penerjemah: Cecep Ramli Bihar Anwar
Penerbit: Iiman
Didistribusikan oleh: Mizan Media Utama (MMU)

الْبَيِّنَةُ

AL-BAYYINAH

Surah Ke-98: 8 ayat

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ مُنفَكِّيْنَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

098:1. Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata

Lam yakun-il-ladzīna kafarū min ahl-il-kitābi wal-musyrikīna munfakkīna ḥattā ta’tiyahum-ul-bayyinah (Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik [mengatakan bahwa mereka] tidak akan meninggalkan [agamanya] sebelum datang pada mereka bukti yang nyata – ayat 1). Orang-orang terhijab, baik terhijab dari agama dan jalan kebenaran, seperti ahli kitab, maupun terhijab dari kebenaran itu sendiri, seperti orang-orang musyrik, mereka tidak akan meninggalkan kesesatan yang mereka pegangi sehingga datang kepada mereka bukti nyata. Yakni, hujjah yang jelas yang mengantarkan pada kebenaran yang dicari.

Proses sikap keras kepala itu adalah sebagai berikut: Di antara orang-orang yang terhijab hawa nafsu dan kesesatan dari kalangan Yahudi, Nasrani dari Musyrikin selalu saja terjadi perselisihan. Mereka saling bermusuhan, berbantah-bantahan dan mengklaim satu sama lainnya terhadap kebenaran kepercayaan mereka, mengajak teman-temannya untuk mengikuti agama mereka dan menuduh agama temannya sebagai batil. Kemudian mereka sepakat bahwa mereka tidak akan meninggalkan kepercayaan mereka kecuali Nabi yang dijanjikan di dalam dua kitab (Taurat dan Injil) yang wajib mereka ikuti telah datang. Mereka berkata: Jika Nabi itu datang, kami akan mengikuti dan sepakat memegangi kebenaran di atas satu prinsip.

Perselisihan seperti itu juga sekarang terjadi di antara para pengikut mazhab fanatik, yang menunggu datangnya Al-Mahdi di akhir zaman. Mereka berjanji akan mengikuti Al-Mahdi di atas satu prinsip. Menurutku, para pengikut mazhab fanatik itu tak ada bedanya dengan ahli kitab. Kita berlindung kepada Allah dari semua itu.

Selanjutnya, Allah meriwayatkan ucapan-ucapan mereka dan menjelaskan bahwa sesungguhnya mereka itu tak pernah berselisih dan berbantah-bantahan kecuali setelah datangnya bukti nyata dengan datangnya Nabi. Karena terhijab dari agama mereka sendiri, maka setiap golongan, bahkan setiap individu mengumbar hawa nafsu dan membenarkannya. Karena itu, ketika muncul Nabi yang tak sesuai dengan keinginan nafsu mereka, maka bertambahlah kekufuran dan pembangkangan mereka, serta dendam kesumat mereka semakin menjadi-jadi.

 

رَسُوْلٌ مِّنَ اللهِ يَتْلُوْ صُحُفًا مُّطَهَّرَةً. فِيْهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ.

وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ.

وَ مَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ وَ يُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَ ذلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ.

إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أُوْلئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ.

إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ.

جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا رَّضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَ رَضُوْا عَنْهُ ذلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ.

098:2. (yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muḥammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (al-Qur’ān),

098:3. di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus.

098:4. Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan al-Kitāb (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata.

098:5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.

098:6. Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.

098:7. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.

098:8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

Rasūlun min-allāhi yatlu shuḥufan muthahharah ([yaitu] seorang rasul dari Allah [yakni Nabi Muḥammad] yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan [Al-Qur’ān] – ayat 2). Kata rasul dalam ayat ini merupakan penjelas kata al-bayyinah pada ayat 1 (badal), yang berarti bukti nyata atau hujjah yang terang. Yang dimaksud dengan lembaran-lembaran (shuḥuf) adalah lembaran-lembaran akal dan jiwa-jiwa samawi, karena rasul bisa mencapai lembaran-lembaran itu dengan penyucian diri. Lembaran-lembaran itu disucikan dari kotoran tabiat rendah, kotoran unsur-unsur, kotoran materi dan perubahan oleh manusia. Di dalam lembaran-lembaran itu terdapat kitab-kitab yang lurus, yang tertulis secara abadi, lurus membicarakan kebenaran dan keadilan, tidak pernah berubah selamanya. Itulah dasar agama yang lurus.

Wa mā umiru illā liya‘bud-ullāha mukhlishīna lah-ud-dīna ḥunafā’a wa yuqīmūn-ash-shalāta wa yu’tūn-az-zakāta wa dzālika dīn-ul-qayyimah (padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah, dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus – ayat-5). Ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang terhijab oleh hawa nafsu dari agama mereka tidak diperintahkan kecuali untuk ikhlas dalam beribadah kepada Allah, bersih dari kotoran batil dan pemujaan kepada selain-Nya, lurus dari segala jalan yang menyesatkan dan dari segala perkara selain-Nya. Mereka juga diperintahkan untuk menjalankan ibadah baik yang bersifat badaniah maupun harta. Tegasnya, mereka tidak diperintahkan kecuali untuk memegang teguh tiga prinsip: pertama, tauhid agar ikhlas di dalam menjalankan ketaatan dan berpaling dari segala sesuatu selain-Nya; kedua, memenuhi berbagai ibadah badaniah dari amal-amal yang membersihkan, seperti shalat yang merupakan pokok ibadah menyucikan itu, sebagaimana disebutkan Nabi: Shalat adalah tiang agama; ketiga, adalah memenuhi hakikat-hakikat zuhud seperti pengosongan diri dari hal-hal tercela (tajrīd), seperti zakat yang merupakan dasar hakikat tersebut. Itulah yang sesungguhnya merupakan agama kitab lurus yang dibacakan oleh rasul itu.

Karena itu, sejak nabi Ādam a.s. sampai hari ini, hakikat agama yang lurus pada dasarnya adalah sama. Yakni berpegang teguh pada tauhid, menempuh jalan keadilan yang mencakup dua dasar yang berbeda, sebab jika mereka tidak terhijab hawa nafsu mereka, tidak mengubah kitab suci mereka, dan berfanatik pada munculnya jiwa-jiwa kebinatangan mereka, tidak memperturutkan syahwat mereka, tidak terhijab oleh khayalan mereka tentang harta mereka, adat dan angan mereka serta tujuan mereka dari segala hakikat yang terdapat dalam kitab mereka; maka agama mereka tentu akan sama dengan agama ini.

Walhasil, orang-orang yang terhijab dari golongan mana pun mereka itulah sejelek-jeleknya manusia di neraka Jahannam akibat dasar sumur tabiat paling dalam. Sementara itu, orang-orang tauhid sejati dan mengamalkan prinsip keadilan di dalam mengupayakan keutamaan-keutamaan, mereka itulah manusia sebaik-baiknya di surga keabadian, sesuai dengan derajat ruhani mereka dari surga-surga perbuatan dan sifat, dan derajat mereka yang tinggi adalah kesempurnaan sifat yang tak lain dari ridha.

Dzālika liman khasyiya rabbah (Yang demikian itu adalah [balasan] bagi orang yang takut pada Tuhannya – ayat 8). Jelasnya, maqām tersebut khusus diberikan kepada orang yang memiliki alasan takut kepada Tuhan, ketika Dia menampakkan diri kepadanya dengan sifat keagungan. Sebab jika Tuhan menampakkan diri pada hati dengan sifat-sifat keagungan, maka ketakutan akan menguasai hati hamba. Tetapi ketakutan itu bukanlah ketakutan yang menafikan maqām ridha, melainkan ia adalah hukum tajallī dan pengaruhnya terhadap jiwa. Seperti halnya seluruh orang terhijab pada dasarnya akan mendapatkan jatah umum neraka, bukan neraka besar yang dikhususkan bagi orang-orang paling malang, begitu pula seluruh orang bertauhid akan mendapatkan jatah umum surga, bukan surga paling tinggi yang dikhususkan untuk kaum arif yang paling takwa. Karena itu setinggi-tingginya derajat surga adalah ridha.