Surah al-Bayyinah 98 ~ Tafsir ash-Shabuni

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

098

SŪRAT-UL-BAYYINAH.

Pokok-pokok Kandungan Surat.

Sūrat-ul-Bayyinah yang disebut juga surat Lam Yakun adalah surat Madaniyyah. Ia membahas hal-hal berikut ini:

  1. Sikap kafir Ahli Kitab terhadap risalah Muḥammad s.a.w.
  2. Ikhlas beribadah kepada Allah.
  3. Tempat kembali masing-masing dari orang yang beruntung dan orang yang celaka di akhirat.

Surat Lam Yakun diawali dengan pembicaraan mengenai kaum Yahudi dan Nasrani serta sikap mereka terhadap dakwah Rasulullah Muḥammad s.a.w. setelah kebenaran jelas bagi mereka, cahayanya terang dan setelah mereka tahu sifat-sifat nabi yang diutus di akhir zaman. Mereka menantikan kedatangan nabi terakhir itu. Namun ketika penutup para nabi diutus, mereka justru mendustakan risalahnya dan kafir serta menentangnya.

Setelah itu, surat ini berbicara mengenai unsur penting di dalam keimanan, yaitu ikhlash dalam beribadah karena Allah – ini diperintahkan kepada seluruh pemeluk agama -, mengkhususkan dzikir kepada Allah dan tujuan seluruh ucapan dan perbuatan murni karena Allah semata.

Surat ini juga membicarakan tempat kembali orang yang berdosa dari kalangan yaitu Ahli Kitab yang kafir di neraka yang menyala-nyala dan kekal di sana. Kemudian surat ini membicarakan tempat kembali orang mu’min yang memiliki tempat-tempat tinggi, makhluk terbaik dan kekalnya mereka di dalam surga kenikmatan beserta para nabi, shiddiq, syahid dan orang saleh sebagai balasan atas ketaatan mereka dan keikhlashan mereka kepada Tuhan semesta alam.

 

TAFSĪR SŪRAT-UL-BAYYINAH

Sūrat-ul-Bayyinah: Ayat: 1-8.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.

لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ مُنفَكِّيْنَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ. رَسُوْلٌ مِّنَ اللهِ يَتْلُوْ صُحُفًا مُّطَهَّرَةً. فِيْهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ. وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ. وَ مَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ وَ يُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَ ذلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ. إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أُوْلئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ. إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ. جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا رَّضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَ رَضُوْا عَنْهُ ذلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ.

098:1. Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,
098:2. (yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muḥammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (al-Qur’an),
098:3. di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus.
098:4. Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al-Kitāb (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata.
098:5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
098:6. Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.
098:7. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
098:8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

Tinjauan Bahasa:

(مُنفَكِّيْنَ): berhenti dan menghentikan. Makna asalnya membuka.

(الْبَيِّنَةُ): bukti yang jelas dan akurat.

(مُّطَهَّرَةً): suci dari kebatilan dan syubhat.

(الْقَيِّمَةِ): lurus dan adil.

(حُنَفَاءَ): mencintai dan selalu gandrung kepada kebenaran dan membenci kebatilan. Makna asalnya condong.

(الْبَرِيَّةِ): makhluk.

Tafsir Ayat:

Orang-orang kafir”; orang-orang yang menentang dan kafir kepada Allah dan Rasulullah. Allah menjelaskan mereka dengan firman-Nya: “yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik”; Yahudi dan Nasrani Ahli Kitab serta orang musyrik penyembah berhala. “tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata”; mereka tidak akan berhenti dan menghentikan kekafiran sampai datang bukti yang nyata kepada mereka. (10981) Yaitu terutusnya Nabi s.a.w. Itulah sebabnya Allah menjelaskan bukti itu dengan firman: “(yaitu) seorang Rasul dari Allah”; bukti itu adalah risalah Muḥammad s.a.w. yang diutus dari sisi Allah ta‘ala: “yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan”; yang membaca lembaran-lembaran yang disucikan dan dibersihkan serta dijaga dari kebatilan dengan hafalan. Sebab Nabi s.a.w. ummi, tidak bisa baca tulis. Al-Qurthubī berkata: “Rasul itu membaca isi lembaran, yaitu hal yang ditulis. Dia membacanya dengan hafalan, bukan dengan tulisan, sebab beliau ummi, tidak bisa baca tulis.” (10992) Ibnu ‘Abbās berkata: “Yang disucikan; dari penyelewengan dan kebimbangan, kemunafikan dan kesesatan.” Qatadah berkata: “Disucikan dari kebatilan.” (11003) “di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus”; di dalamnya terdapat hukum-hukum yang lurus, tidak bengkok, menjelaskan kebenaran dari kebatilan. Ash-Shāwī berkata: “Yang dimaksudkan lembaran-lembaran adalah kertas di mana ditulis al-Qur’an. Sedangkan yang dimaksud kitab-kitab adalah hukum-hukum yang tertulis di dalamnya. Allah berfirman: (di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus); sebab al-Qur’an mengumpulkan inti sari dan buah semua kitab-kitab dahulu.” (11014) Kemudian Allah menyebutkan kaum kafir dari kalangan Ahli Kitab yang tidak mau beriman. “Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan al-Kitab (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata”; Yahudi dan Nasrani tidak berbeda pendapat mengenai Muḥammad s.a.w., kecuali setelah bukti yang akurat sampai kepada mereka atas kebenaran risalahnya dan bahwa Muḥammad adalah rasul yang dijanjikan di dalam kitab mereka. Abū Su‘ūd berkata: “Inti ayat ini secara khusus menjelekkan dan mencela sikap Ahli Kitab serta menjelaskan beratnya kejahatan mereka, sebab mereka tidak berbeda pendapat, kecuali setelah jelasnya kebenaran. Ayat ini semakna dengan ayat: “Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitāb kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka.” (11025) (Āli ‘Imrān: 19). Dalam at-Tasḥīl disebutkan, maksudnya; mereka tidak berselisih mengenai kenabian Muḥammad, kecuali setelah mereka tahu kebenaran Muḥammad. Secara khusus Ahli Kitab disebutkan di sini, sebab mereka tahu kebenaran kenabian Muḥammad dan beliau memang disebutkan di dalam kitab mereka. (11036).

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya”; padahal mereka tidak diperintah dalam Taurat dan Injil, kecuali untuk menyembah Allah semata dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Namun mereka mengubah dan mengganti sehingga mereka menyembah pendeta dan rahib-rahib mereka. Sebagaimana firman Allah: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masīḥ putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa.” (At-Taubah: 31). “dalam (menjalankan) agama dengan lurus”; meninggalkan seluruh agama dan menyukai agama Islam, lurus di atas agama Ibrāhīm, agama ringan yang dibawa oleh penutup para rasul. “dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat”; dan mereka diperintah untuk menunaikan shalat dengan cara paling sempurna dalam waktunya yang sudah ditentukan, sempurna dengan syaratnya, khusyu‘, dan menjaga etikanya. Dan menunaikan zakat kepada yang berhak dengan lapang dada. Ash-Shāwī berkata: “Shalat dan zakat secara khusus disebutkan karena kemuliaan keduanya.” (11047) “dan yang demikian itulah agama yang lurus”; beribadah, ikhlas, mendirikan shalat dan menunaikan zakat adalah agama yang lurus, yaitu agama Islam. Lalu, kenapa tidak masuk Islam?

Kemudian Allah menuturkan tempat kembali masing-masing dari orang berbakti dan orang buruk di negeri pembalasan dan keabadian. “Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya”; orang-orang yang mendustakan al-Qur’an dan kenabian Muḥammad s.a.w. dari kalangan Yahudi dan Nasrani serta penyembah berhala, mereka semuanya pada hari kiamat berada di dalam neraka Jahannam. Mereka tinggal di dalamnya selama-lamanya, tidak akan keluar darinya dan tidak akan mati. “Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”; mereka itulah makhluk terburuk secara mutlak. Imam ar-Rāzī berkata: “Jika anda bertanya: Kenapa Allah berfirman (كَفَرُوْا) dengan bentuk fi‘il (kata kerja) dan kata (الْمُشْرِكِيْنَ) dengan bentuk isim fā‘il? Jawabnya, untuk mengingatkan bahwa Ahli Kitab tidak kafir sejak awal sebab mereka percaya dan beriman kepada Taurat dan Injil serta mengakui adanya risalah Nabi s.a.w. Namun kemudia mereka kafir kepada semua itu setelah terutusnya Muḥammad. Lain halnya dengan orang-orang musyrik, mereka terlahir menyembah berhala dan mengingkari hari kebangkitan dan hari kiamat. Ayat: “Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”; untuk menunjukkan ḥashr (pembatasan). Maknanya, mereka lebih buruk daripada pencuri, sebab mereka memanipulasi sifat Muḥammad dari Kitab Allah. Dan lebih buruk daripada begal, sebab mereka memutuskan jalan kebenaran dari umat manusia. (11058).

Setelah menuturkan tempat kembali orang-orang celaka, maka Allah menuturkan tempat kembali orang-orang yang beruntung: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh”; orang-orang mu’min yang menyatukan keimanan dan amal saleh. “mereka itu adalah sebaik-baik makhluk”; merekalah makhluk terbaik yang diciptakan Allah. “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka”; mereka di akhirat mendapatkan pahala atas keimanan dan amal saleh yang mereka lakukan yakni berupa, “ialah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”; surga keabadian yang di bawah istana mereka mengalir sungai-sungai surga. “mereka kekal di dalamnya selama-lamanya”; mereka tinggal di dalamnya untuk selama-lamanya, tidak akan mati dan tidak akan keluar darinya. Sedangkan mereka berada dalam kenikmatan yang kekal dan tidak akan terputus. “Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya”; Allah ridha kepada mereka karena apa yang mereka lakukan di dunia berupa iman dan amal saleh. Mereka pun ridha kepada Allah karena kebaikan dan kemuliaan yang Dia berikan kepada mereka. “Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”; pahala dan balasan yang baik itu adalah untuk orang yang takut dan bertakwa kepada Allah serta menghentikan kedurhakaan kepada Tuhannya.

Aspek Balaghah:

Dalam Sūrat-ul-Bayyinah mengandung beberapa keindahan bahasa sebagaimana berikut ini:

Pertama, menyebutkan yang global lalu merinci:

حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ.

sampai datang kepada mereka keterangan

Lalu Allah merincinya dengan firman:

رَسُوْلٌ مِّنَ اللهِ يَتْلُوْ صُحُفًا مُّطَهَّرَةً.

Utusan dari Allah yang membaca lembaran-lembaran yang disucikan

Kedua, thibāq antara (خَيْرُ الْبَرِيَّةِ) (manusia paling baik) dan (شَرُّ الْبَرِيَّةِ) (manusia paling buruk).

Ketiga, isti‘ārah tashriḥiyah (meminjam istilah sebagai ungkapan majaz): (يَتْلُوْ صُحُفًا مُّطَهَّرَةً) (membaca lembaran-lembaran yang disucikan). Kata (مُّطَهَّرَةً) di sini adalah isti‘ārah (istilah pinjaman). Biasanya kata ini digunakan untuk mensucikan najis. Maksudnya, sucinya lembaran dari kebatilan diserupakan dengan sucinya dari najis.

Keempat, perbandingan antara nikmat orang yang berbakti dan siksa orang durhaka:

إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ

Sesungguhnya orang-orang kafir dari Ahli Kitab.”

dan antara:

إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ

Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh.”

Kelima, keserasian akhir-akhir ayat yang merupakan keindahan bahasa. Misalnya:

الْبَيِّنَةُ. الْقَيِّمَةِ. خَيْرُ الْبَرِيَّةِ. شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Catatan Penting:

Ikhlash adalah inti ibadah. Dalam hadits Qudsi, Allah berfirman: “Akulah yang paling tidak memerlukan sekutu di antara mereka yang kaya. Maka barang siapa melakukan suatu amal di mana dia mempersekutukan selain Aku, maka Aku biarkan dia dan sekutunya.” Ulama membagi amal perbuatan menjadi tiga bagian, yaitu perintah, larangan dan mubah. Dalam hal perintah, ikhlash adalah melakukannya dengan tujuan ridha Allah. Jika niatnya tidak karena Allah, maka amal itu riya’ dan ditolak dengan pasti. Adapun larangan, jika ditinggalkan tanpa niat, maka sudah tidak ada tuntutan, namun tidak ada pahalanya. Jika ditinggalkan karena ingin ridha Allah, maka ada pahalanya. Adapun mubah, misalnya makan, minum, senggama yang halal dan sejenisnya, jika dilakukan tanpa niat, maka tidak ada pahalanya. Jika dilakukan dengan niat ridha Allah, maka ada pahalanya. Setiap mubah pasti bisa digunakan untuk mencari ridha Allah. Misalnya; makan dengan niat agar kuat melakukan ibadah, senggama dengan niat menjauhi haram.

Catatan:

  1. 1098). Sūrat-ul-Bayyinah tidak menyebutkan, mereka menghentikan apa? Namun hal itu sudah jelas, sebab yang dimaksudkan adalah kekafiran dan kesesatan yang ada pada mereka. Nabi s.a.w. datang kepada mereka dengan al-Qur’an. Lalu, menjelaskan kesesatan dan kemusyrikan mereka serta Jāhiliyyah yang pada mereka. Nabi s.a.w. mengajak mereka untuk beriman, lalu di antara mereka ada yang beriman dan memperoleh petunjuk. Lalu Allah menyelamatkan mereka dari kebodohan dan kesesatan. Mereka tidak menghentikan kekafiran mereka sebelum terutusnya Nabi s.a.w. Ayat ini adalah tentang orang yang beriman dari kedua kelompok, yaitu orang musyirik dan kafir Ahli Kitab.
  2. 1099). Tafsīr-ul-Qurthubī (29/142).
  3. 1100). Idem.
  4. 1101). Tafsīr-ush-Shāwī (4/432).
  5. 1102). Tafsīr Abī Su‘ūd (5/277).
  6. 1103). At-Tasḥīl (4/212).
  7. 1104). Ḥāsyiyat-ush-Shāwī (4/343).
  8. 1105). At-Tafsīr-ul-Kabīr (31/49).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *