Surah al-Bayyinah 98 ~ Tafsir al-Qur’an-ul-Majid an-Nur

Judul Buku:
TAFSĪR AL-QUR’ĀNUL MAJĪD AN-NŪR

JILID 4

Penulis: Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Diterbitkan oleh: Cakrawala Publishing

Surat Ke-98

AL-BAYYINAH

Surat al-Bayyinah bermakna bukti yang nyata. Diturunkan di Makkah sesudah surat ath-Thalāq. Surat al-Bayyinah juga dinamakan dengan surat al-Bariyyah dan surat Lam Yaku, terdiri dari 8 ayat.

A. KANDUNGAN ISI

Isinya membantah pendirian orang-orang kafir, baik dari golongan musyrik maupun dari golongan ahlul kitab.

Tuhan menekankan bahwa dakwah yang disampaikan oleh Muḥammad adalah dakwah yang hak (benar). Sesudah itu Tuhan menjelaskan pembalasan yang akan ditimpakan kepada mereka yang tetap dalam kekafiran, sebagaimana Tuhan menerangkan nikmat yang diberikan kepada mereka yang beriman kepada Nabi Muḥammad s.a.w. (11)

Surat ini juga menjelaskan hikmah turunnya al-Qur’ān yang telah diungkapkan pada surat yang telah lalu. Seolah-olah Allah mengatakan: Kami menurunkan al-Qur’ān karena orang-orang kafir tidak melepaskan diri dari kekafirannya, sebelum Rasūl datang kepada mereka membacakan lembaran-lembaran kitab suci.”

B. TAFSIR SURAT AL-BAYYINAH

  1. Bantahan Tuhan terhadap orang-orang kafir dan ahlul kitab yang tidak membenarkan Nabi s.a.w..

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Bismillāhirraḥmānirraḥīm

Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pemurah, yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya

لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ مُنفَكِّيْنَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ.

Lam yakunil ladzīna kafaru min ahlil kitābi wal musyrikīn munfakkīna ḥattā ta’tiyahumul bayyinah.

“Orang-orang kafir dari ahlul kitab dan orang-orang musyrik itu tidak akan meninggalkan kepercayaannya (agamanya) hingga datang keterangan yang jelas kepada mereka.”

(al-Bayyinah [98]: 1)

Sebagian orang yang mengingkari kerasulan Muḥammad dan kenabiannya, baik mereka itu Yahudi, Nashrani ataupun orang musyrik, tidak meninggalkan kekafirannya dan tidak meninggalkan adat peninggalan orang tuanya, sehingga datanglah utusan Tuhan, Muḥammad s.a.w. Kehadiran Rasūl Muḥammad telah menimbulkan keguncangan dalam akidah mereka dan dalam adat istiadatnya. Apabila mereka mengemukakan berbagai alasan bahwa apa yang disampaikan oleh Muḥammad bukanlah agama yang harus diikuti, dan mereka tetap berpegang teguh kepada agama nenek moyangnya yang diwariskan, hal itu merupakan sesuatu yang sangat wajar.

رَسُوْلٌ مِّنَ اللهِ يَتْلُوْ صُحُفًا مُّطَهَّرَةً. فِيْهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ.

Rasūlum minallāhi yatlu shuḥufam muthahharah. Fīhā kutubun qayyimah.

“Yaitu seorang rasul dari Allah yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan. Di dalamnya ada aturan-aturan (hukum) yang benar.” (22).

(al-Bayyinah [98]: 2-3).

Muḥammad, utusan Tuhan, membacakan kepada mereka al-Qur’ān, kitab yang bersih dari semua kekeliruan, kesalahan, dan kedustaan. Muḥammad menyampaikan al-Qur’ān secara hafalan, bukan membaca pada suatu lembaran tertulis. Al-Qur’ān mengandung isi kitab-kitab nabi terdahulu, seperti Mūsā, ‘Īsā, dan Ibrāhīm. Atau mengandung surat-surat al-Qur’ān dan ayat-ayatnya. Atau mengandung hukum-hukum dan syariat yang dikandung oleh Kalām Allah itu. Ketiga pengertian itu dicakup dalam ayat ini.

Orang-orang kafir, baik Yahudi, Nashari ataupun musyrikin, mengalami keadaan yang baru sesudah Nabi Muḥammad datang menyeru mereka. Dahulu mereka adalah orang kafir yang selalu berperilaku bebas dalam memenuhi hawa nafsunya. Sesudah Nabi diutus, sebagian dari mereka beriman kepada Muḥammad.

وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ.

Wa mā tafarraqal ladzīna ūtul kitāba illā mim ba‘di mā jā’athumul bayyinah.

“Dan tiadalah bercerai-berai orang-orang yang telah diberi kitab, kecuali setelah datang keterangan yang nyata kepada mereka.” (33)

(al-Bayyinah [98]: 4).

Janganlah kamu bersedih hati, hai Muḥammad. Sebab, perilaku orang-orang kafir dari zaman ke zaman memang seperti itu. Mereka berpecah-belah, suka bersengketa, dan masing-masing madzhab memusuhi madzhab yang lain. Yang demikian itu bukan karena hujjahmu yang tidak kuat (lemah) atau keadaanmu tersembunyi. Jika mereka sekarang mengingkari keterangan yang kamu sampaikan, orang-orang kafir dahulu juga mengingkari keterangan rasul-rasul sebelum kamu. Jika mereka sekarang mengingkari kenabianmu, hal itu berarti mereka mengingkari ayat-ayat Allah.

وَ مَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ وَ يُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَ ذلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ.

Wa mā umirū illā li ya‘budullāha mukhlishīna lahud dīna ḥunafā’a wa yuqīmush shalāta wa yu’tuz zakāh, wa dzālika dīnul qayyimah.

“Mereka tidak disuruh, melainkan untuk menyembah Allah, meluruskan ibadatnya hanya kepada Allah, berlaku lurus (condong kepada kebenaran), mendirikan shalat, membayar zakat, dan itulah agama yang sangat lurus.”

(al-Bayyinah [98]: 5).

Mereka bercerai-berai dan terlibat sengketa, sedangkan sesungguhnya mereka diperintahkan mengerjakan hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi dunia dan akhiratnya, serta hal-hal yang mendatangkan kebahagiaan dalam hidup ini ataupun hidup yang akan datang. Mereka disuruh bersikap ikhlas kepada Allah, baik dalam keadaan tersembunyi maupun dalam keadaan terbuka. Selain itu, juga membersihkan amalan-amalannya dari paham syirik dan mengikuti agama Ibrāhīm yang membenci keberhalaan. Sebaliknya, mereka diperintahkan mendirikan shalat dan membayar zakat.

Berlaku ikhlas kepada Allah, beribadat dan menjauhkan diri dari paham syirik, mendirikan shalat dengan sempurna, serta mengeluarkan zakat sebagaimana mestinya, itulah agama yang lurus. Agama kitab-kitab yang benar, yang belum diubah-ubah, dan tidak pernah terjamah oleh tangan kotor manusia.

إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أُوْلئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ.

Innal ladzīna kafarū min ahlil kitābi wal musyrikīna fī nāri jahannama khālidīna fīhā, ulā’ika hum syarrul bariyyah.

“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahlil kitab dan orang-orang musyrik itu berada di dalam neraka Jahannam, kekal di dalamnya. Merekalah makhluk yang teramat buruk.” (44)

(al-Bayyinah [98]: 6).

Semua orang yang mencemari jiwanya dengan paham syirik dan kemaksiatan, serta mengingkari kebenaran, akan mendapatkan pembalasan yang setimpal dengan perbuatannya berupa siksaan yang kekal di dalam neraka Jahannam.

Tidaklah mengherankan jika mereka dibenamkan ke dalam api neraka, karena mereka adalah mukhluk yang paling jahat. Mereka telah mendustakan Allah dan menghalangi manusia dari jalan Allah, mendustakan kitab Allah, tidak membenarkan Rasūlullāh, bahkan menyakiti dan menyiksanya.

إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ.

Innal ladzīna āmanū wa ‘amilush shālihāti ulā’ika hum khairul bariyyah.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, merekalah makhluk yang amat baik.”

(al-Bayyinah [98]: 7).

Orang-orang yang hatinya disinari oleh cahaya iman dan membenarkan apa yang didatangkan oleh Nabi serta mengerjakan amal-amal yang baik, menggalang jiwa di jalan Allah dengan mengeluarkan harta untuk amalan-amalan yang saleh serta menggauli sesama manusia dengan baik, itulah manusia yang paling baik, yang akan mendapat pembalasan yang baik pula di sisi Allah.

جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا رَّضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَ رَضُوْا عَنْهُ ذلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ.

Jazā’uhum ‘inda rabbihim jannātu ‘adnin tajrī min taḥtihal anhāru khālidīna fīhā abadā, radhiyallāhu ‘anhum wa radhū ‘anhu dzālika liman khasyiya rabbah.

“Balasan untuk mereka di sisi Tuhannya adalah surga ‘Adn, yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Tuhan meridhai mereka dan mereka meridhai Tuhan. Yang demikian itu, untuk siapa yang takut kepada Tuhannya.”

(al-Bayyinah [98]: 8).

Mereka akan dibalas oleh Allah dengan surga yang kekal abadi. Mereka berdiam di dalamnya untuk meraskan berbagai kenikmatan yang sempurna, yang tidak ada tolok ukurnya di dunia.

Kita wajib beriman kepada adanya surga dengan tidak perlu membahas hakikatnya, seperti di mana tempatnya, bagaimana kita menikmatinya. Sebab, semua hal seperti itu termasuk ilmu ghaib. Allah-lah yang mengetahuinya.

Mereka mendapatkan pembalasan yang demikian tinggi, karena memperoleh keridhaan Allah. Mereka telah mengikuti syariat-Nya. Mereka telah memperoleh apa yang mereka harapkan.

Balasan yang baik itu diberikan oleh Allah kepada orang yang jiwanya penuh rasa takut kepada-Nya.

C. KESIMPULAN SURAT.

Allah membantah pendapat orang kafir, baik dari golongan musyrikin maupun golongan ahlul kitab, dengan jalan menjelaskan bahwa apa yang didatangkan oleh Muhammad itu benar. Ayat ini menerangkan masalah pembalasan yang akan ditimpakan kepada orang yang mati dalam kekafiran, dan pembalasan yang diterima oleh orang yang beriman kepada Nabi s.a.w.

Catatan:

  1. 1). Baca Bukhārī 65: 68 1 hadits 1784, Aḥmad III: 489.
  2. 2). Kaitkan dengan QS. Yūnus [10]: 37, QS an-Naḥl [16]: 43-44, bagian akhir QS al-Wāqi‘ah [56]: dan QS. asu-Syu‘arā’ [26]. Baca QS. Fushshilat [41]: 42.
  3. 3). Kaitkan dengan QS. al-Baqarah [2]: 213, QS. ar-Rūm [30].
  4. 4). Kaitkan dengan QS. al-Lail [92], QS. al-A‘lā [87].

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *