Surah al-Balad 90 ~ Tafsir Ibni Katsir (1/2)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Balad 90 ~ Tafsir Ibni Katsir

SŪRAT-UL-BALAD
(Negeri)

Makkiyyah, 20 Ayat
Turun sesudah Sūratu Qāf

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Al-Balad, ayat: 1-10.

لَا أُقْسِمُ بِهذَا الْبَلَدِ. وَ أَنْتَ حِلٌّ بِهذَا الْبَلَدِ. وَ وَالِدٍ وَ مَا وَلَدَ. لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِيْ كَبَدٍ. أَيَحْسَبُ أَنْ لَّنْ يَقْدِرَ عَلَيْهِ أَحَدٌ. يَقُوْلُ أَهْلَكْتُ مَالًا لُّبَدًا. أَيَحْسَبُ أَنْ لَّمْ يَرَهُ أَحَدٌ. أَلَمْ نَجْعَلْ لَّهُ عَيْنَيْنِ. وَ لِسَانًا وَ شَفَتَيْنِ. وَ هَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ

090:1. Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekkah).
090:2. dan kamu (Muḥammad) bertempat di kota Mekah ini,
090:3. dan demi bapak dan anaknya.
090:4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.
090:5. Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya?
090:6. Dia mengatakan: “Aku telah menghabiskan harta yang banyak”.
090:7. Apakah dia menyangka bahwa tiada seorang pun yang melihatnya?
090:8. Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata,
090:9. lidah dan dua buah bibir.
090:10. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.

 

Ini merupakan sumpah dari Allah s.w.t. dengan menyebut Makkah Ummul-Qura’ dalam keadaan halal bagi orang yang bertempat tinggal di dalamnya, untuk mengingatkan keagungan kedudukan kota Makkah di saat penduduknya sedang melakukan ihram. Khashif telah meriwayatkan dari Mujāhid sehubungan dengan makna firman-Nya:

لَا أُقْسِمُ بِهذَا الْبَلَدِ.

Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Makkah) (al-Balad: 1).

Sumpah ini bukanlah sanggahan terhadap mereka; Allah s.w.t. hanya bersumpah dengan menyebut nama kota ini (Makkah). Syabīb ibn Bisyr telah meriwayatkan dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman Allah s.w.t.:

لاَ أُقْسِمُ بِهذَا الْبَلَدِ.

Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Makkah) (al-Balad: 1).

Yakni kota Mekkah.

وَ أَنْتَ حِلٌّ بِهذَا الْبَلَدِ.

dan kamu (Muḥammad) bertempat di kota Makkah ini (al-Balad: 2).

Yaitu engkau Muḥammad, diperbolehkan bagimu melakukan peperangan di dalamnya. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa‘īd ibnu Jubair, Abū Shāliḥ, ‘Athiyyah, adh-Dhaḥḥāk, Qatādah, as-Suddi, dan Ibnu Zaid. Mujāhid mengatakan bahwa apa saja yang engkau peroleh darinya, dihalalkan bagimu. Qatādah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

وَ أَنْتَ حِلٌّ بِهذَا الْبَلَدِ.

dan kamu (Muḥammad) bertempat di kota Makkah ini (al-Balad: 2).

Maksudnya, engkau boleh tinggal di kota ini tanpa dibebani rasa dosa ataupun halangan. Al-Ḥasan al-Bashrī mengatakan bahwa Allah s.w.t. menghalalkannya bagi Nabi s.a.w. dalam sesaat dari siang hari.

Makna dari apa yang dikatakan oleh mereka sehubungan dengan hal ini memang telah disebutkan di dalam hadis yang telah disepakati ke-shaḥīḥ-annya, yaitu:

إِنَّ هذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا يُعْضَدُ شَجَرُهُ وَ لَا يُخْتَلَى خَلَاهُ، وَ إِنَّمَا أَحِلَّتْ لِيْ سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ وَ قَدْ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ كَحُرْمَتِهَا بِالْأَمْسِ، إِلَّا فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ.

Sesungguhnya kota ini telah diharamkan (disucikan) oleh Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi, maka kota ini menjadi kota yang suci karena disucikan oleh Allah sampai hari kiamat nanti. Pepohonannya tidak boleh ditebang dan tetumbuhannya tidak boleh dicabuti. Dan sesungguhnya kota ini dihalalkan bagiku hanya dalam sesaat dari siang hari, kemudian kesuciannya kembali lagi di hari ini sebagaimana kesuciannya di hari sebelumnya. Ingatlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikan (berita ini) kepada orang yang tidak hadir.

Dalam lafaz lain disebutkan:

فَإِنْ أَحَدٌ تَرَخَّصَ بِقِتَالِ رَسُوْلِ اللهِ فَقُوْلُوْا إِنَّ اللهَ أَذَّنَ لِرَسُوْلِهِ وَ لَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ.

Maka jika ada seseorang yang menghalalkan kesuciannya karena Rasulullah pernah melakukan peperangan (di dalamnya), maka katakanlah, bahwa sesungguhnya Allah hanya memberi izin kepada Rasul-Nya dan tidak memberi izin bagimu!

Firman Allah s.w.t.:

وَ وَالِدٍ وَ مَا وَلَدَ.

dan demi bapak dan anaknya. (al-Balad: 3).

Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abū Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Athiyyah, dari Syarīk, dari Khashif, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman-Nya.

وَ وَالِدٍ وَ مَا وَلَدَ.

dan demi bapak dan anaknya. (al-Balad: 3).

Al-wālid artinya orang yang beranak, dan wa mā walad artinya orang yang mandul tidak dapat beranak. Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkannya melalui hadis Syarīk ibnu ‘Abdullāh al-Qādhī dengan sanad yang sama. ‘Ikrimah mengatakan bahwa al-wālid artinya yang beranak. Dan wa mā walad artinya yang tidak dapat beranak. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abī Ḥātim.

Mujāhid, Abū Shāleh, Qatādah, adh-Dhaḥḥāk, Sufyān ats-Tsaurī, Sa‘īd ibnu Jubair, as-Suddī, al-Ḥasan al-Bashrī, Khashīf, Syuraḥbīl ibn Sa‘d, dan lain-lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wālid ialah Ādam, sedangkan yang dimaksud dengan wa mā walad ialah anak-anaknya. Dan apa yang dikatakan oleh Mujāhid dan teman-temannya ini baik lagi kuat. Karena pada mulanya Allah bersumpah dengan Umm-ul-Qurā, yaitu tempat-tempat tinggal; lalu diiringi-Nya dengan sumpah dengan menyebut penghuninya, yaitu Ādam alias bapak moyangnya manusia dan keturunannya.

Abū ‘Imrān al-Jūnī mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah Ibrāhīm dan keturunannya; demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarīr dan Ibnu Abī Ḥātim. Tetapi Ibnu Jarīr memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah umum mencakup orang tua dan anaknya; makna ini pun dapat juga dijadikan sebagai salah satu dari takwil ayat.

Firman Allah s.w.t.:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِيْ كَبَدٍ.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (al-Balad: 4).

Telah diriwayatkan dari Ibnu Mas‘ūd, Ibnu ‘Abbās, ‘Ikrimah, Mujāhid, Ibrāhīm an-Nakha’ī, Khaitsamah, adh-Dhaḥḥāk, dan lain-lainnya, bahwa makna yang dimaksud ialah dalam keadaan tegak lurus. Ibnu ‘Abbas dalam suatu riwayat yang bersumber darinya menambahkan dalam keadaan tegak lurus di dalam perut ibunya. Al-Kabad artinya tegak lurus. Kesimpulan dari pendapat ini menyatakan bahwa Kami telah menciptakan manusia dengan sempurna dan tegak, semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيْمِ. الَّذِيْ خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ. فِيْ أَيِّ صُوْرَةٍ مَّا شَاءَ رَكَّبَكَ.

Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu, lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki. Dia menyusun tubuhmu. (al-Infithār: 6-8).

Dan firman Allah s.w.t.:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِيْ أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (at-Tīn: 4).

Ibnu Abī Najīḥ, Juraij, dan ‘Athā’ telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwa makna yang dimaksud ialah dalam keadaan susah payah, yakni kejadian yang susah; bukankah engkau lihat manusia itu bagaimana kelahirannya dan bagaimana tumbuh gigi-giginya.

Mujāhid mengatakan bahwa makna firman Allah s.w.t.:

فِيْ كَبَدٍ.

berada dalam susah payah. (al-Balad: 4).

Yakni dari nuthfah menjadi ‘alaqah, lalu menjadi segumpal daging. Dengan kata lain, manusia itu diciptakan dalam keadaan susah payah. Mujāhid mengatakan bahwa ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَ وَضَعَتْهُ كُرْهًا

Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). (al-Aḥqāf: 15).

Dan ibunya menyusuinya dengan susah payah, dan kehidupan dia semasa bayinya susah payah pula, maka dia mengalami fase-fase tersebut dengan susah payah. Sa‘īd ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِيْ كَبَدٍ.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (al-Balad: 4).

Yaitu dalam keadaan susah dan mencari penghidupan. ‘Ikrimah mengatakan dalam keadaan susah payah yang berkepanjangan. Qatādah mengatakan dalam keadaan susah (masyaqat).

Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aḥmad ibnu ‘Ishām, telah menceritakan kepada kami Abū ‘Āshim, telah menceritakan kepada kami ‘Abd-ul-Ḥamīd ibnu Ja‘far, bahwa ia pernah mendengar Muḥammad ibnu ‘Alī alias Abū Ja‘far al-Bāqir bertanya kepada seorang lelaki dari kalangan Anshar mengenai makna firman-Nya:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِيْ كَبَدٍ.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (al-Balad: 4).

Lalu ia menjawab bahwa untuk dapat berdiri dan tegaknya, manusia mengalami susah payah. Dan Abū Ja‘far al-Bāqir tidak menyangkal kebenarannya.

Telah diriwayatkan pula melalui jalur Abū Maudūd, bahwa ia pernah mendengar al-Ḥasan membaca ayat ini, yaitu firman-Nya:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِيْ كَبَدٍ.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (al-Balad: 4).

Yakni mengalami susah payah dalam menanggulangi suatu urusan dari perkara dunianya dan suatu urusan dari perkara akhiratnya. Dan menurut riwayat yang lain, disebutkan mengalami kesusahan hidup di dunia dan kesusahan di akhirat.

Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِيْ كَبَدٍ.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (al-Balad: 4).

Bahwa Ādam diciptakan di langit, karenanya di dinamakan al-Kabad. Tetapi Ibnu Jarīr memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah berada dalam kesusahan menghadapi semua urusan dan penanggulangannya yang berat.

Firman Allah s.w.t.:

أَيَحْسَبُ أَنْ لَّنْ يَقْدِرَ عَلَيْهِ أَحَدٌ.

Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? (al-Balad: 5).

Al-Ḥasan al-Bashrī mengatakan bahwa makna firman-Nya:

أَيَحْسَبُ أَنْ لَّنْ يَقْدِرَ عَلَيْهِ أَحَدٌ.

Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? (al-Balad: 5).

Sebagai jawabannya ada, yaitu Allah s.w.t.:

Firman Allah s.w.t.:

يَقُوْلُ أَهْلَكْتُ مَالًا لُّبَدًا.

Dia mengatakan: “Aku telah menghabiskan harta yang banyak.” (al-Balad: 7).

Mujāhid mengatakan bahwa apakah dia mengira bahwa Allah s.w.t. tidak melihatnya? Hal yang sama dikatakan oleh yang lainnya dari kalangan ulama Salaf.

Firman Allah s.w.t.:

أَلَمْ نَجْعَلْ لَّهُ عَيْنَيْنِ.

Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, (al-Balad: 8)

Yang dengan kedua matanya itu dia melihat.

وَ لِسَانًا

(sebuah) lidah (al-Balad: 9).

Yang dengannya dia berbicara, lalu dapat mengungkapkan apa yang terkandung di dalam hatinya.

وَ شَفَتَيْنِ.

Dan dua buah bibirnya. (al-Balad: 9).

Yang membantunya untuk berbicara dan makan serta menjadi anggota yang memperindah penampilan wajah dan mulutnya.

Al-Ḥāfizh Ibnu ‘Asākir di dalam auto biografi Abur-Rabī‘ ad-Dimasyqī telah meriwayatkan dari Makḥūl, bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda:

يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ قَدْ أَنْعَمْتُ عَلَيْكَ نِعَمًا عِظَامًا لَا تُحْصِيْ عَدَدَهَا وَ لَا تُطِيْقُ شُكْرَهَا، وَ إِنَّ مِمَّا أَنْعَمْتُ عَلَيْكَ أَنْ جَعَلْتُ لَكَ عَيْنَيْنِ تَنْظُرُ بِهِمَا وَ جَعَلْتُ لَهُمَا غِطَاءً، فَانْظَرْ بِعَيْنَيْكَ إِلَى مَا أَحْلَلْتُ لَكَ، وَ إِنْ رَأَيْتَ مَا حَرَّمْتُ عَلَيْكَ فَأَطْبِقْ عَلَيْهِمَا غِطَاءَهُمَا، وَ جَعَلْتُ لَكَ لِسَانًا وَ جَعَلْتُ لَهُ غِلَافًا فَانْطِقْ بِمَا أَمَرْتُكَ وَ أَحْلَلْتُ لَكَ، فَإِنْ عُرِضَ عَلَيْكَ مَا حَرَّمْتُ عَلَيْكَ فَأَغْلِقْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ. وَ جَعَلْتُ لَكَ فَرْجًا وَ جَعَلْتُ لَكَ سِتْرًا، فَأَصِبْ بِفَرْجِكَ مَا أَحْلَلْتُ لَكَ، فَإِنْ عُرِضَ عَلَيْكَ مَا حَرَّمْتُ عَلَيْكَ فَأَرْخِ عَلَيْكَ سِتْرَكَ، اِبْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَا تَحْمِلْ سُخْطِيْ وَ لَا تَطِيْقُ انْتِقَامِيْ.

Allah s.w.t. berfirman: “Hai anak Ādam. Aku telah memberikan nikmat-nikmat yang besar kepadamu, yang tidak dapat kamu hitung bilangannya, dan kamu tidak akan mampu mensyukurinya. Dan sesungguhnya di antara nikmat yang Aku berikan kepadamu ialah Aku jadikan bagimu dua buah mata yang dengan keduanya kamu dapat melihat, dan Aku jadikan bagi keduanya kelopak. Maka gunakanlah keduanya untuk memandang apa yang telah Kuhalalkan bagimu, dan jika kamu melihat apa yang telah Kuharamkan bagimu, maka katupkanlah kedua kelopaknya. Dan Aku telah menjadikan bagimu lisan dan Kujadikan pula baginya penutupnya. Maka berbicaralah dengan apa yang telah Kuperintahkan kepadamu dan apa yang telah Kuhalalkan bagimu. Dan jika ditawarkan kepadamu apa yang telah Kuharamkan bagimu, maka tutuplah lisanmu (diamlah). Dan Aku telah menjadikan kemaluan bagimu, dan Aku telah menjadikan pula baginya penutup, maka gunakanlah kemaluanmu terhadap apa yang telah Kuhalalkan bagimu. Dan jika ditawarkan kepadamu apa yang telah Kuharamkan bagimu, maka turunkanlah penutupnya. Hai anak Ādam, sesungguhnya Engkau tidak akan mampu menanggung murka-Ku dan tidak akan mampu menahan pembalasan (adzab)-Ku”

Firman Allah s.w.t:

وَ هَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (al-Balad: 10).

Yakni dua jalan. Sufyān ats-Tsaurī telah meriwayatkan dari ‘Āshim, dari Zurr, dari ‘Abdullāh ibn Mas‘ūd sehubungan dengan makna firman-Nya:

وَ هَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (al-Balad: 10).

Artinya kebaikan dan keburukan. Hal yang sama telah diriwayatkan dari ‘Alī, Ibnu ‘Abbās, Mujāhid, ‘Ikrimah, Abū Wā’il, Abū Shāliḥ, Muḥammad ibnu Ka‘ab, adh-Dhaḥḥāk, ‘Athā’ al-Khurrāsānī, dan lain-lainnya.

‘Abdullāh ibn Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahī‘ah, dari Yazīd ibnu Abī Ḥabīb, dari Sunān ibnu Sa‘d, dari Anas ibnu Mālik yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

هُمَا نَجْدَانِ فَمَا جَعَلَ نَجْدَ الشَّرِّ أَحَبُّ إِلَيْكَمْ مِنْ نَجْدِ الْخَيْرِ.

Keduanya adalah dua jalan, lalu apakah yang menyebabkan jalan keburukan lebih disukai olehmu daripada jalan kebaikan?

Sinān ibnu Sa‘d meriwayatkan hadis ini secara tunggal, dan dikatakan pula bahwa dia adalah Sa‘d ibnu Sinān, dinilai tsiqah oleh Ibnu Mu‘īn. Imām Aḥmad, Imām Nasā’ī, dan Al-Jūzjānī mengatakan bahwa hadisnya tidak dapat diterima. Imām Aḥmad mengatakan bahwa ia meninggalkan hadisnya karena hadisnya idhthirāb. Dan dia telah meriwayatkan lima belas hadis yang semuanya berpredikat munkar. Imām Aḥmad mengatakan bahwa ia tidak mengenal suatu hadis pun dari hadisnya yang menyerupai dengan hadis al-Ḥasan al-Bashrī dan tidak pula menyerupai hadis Anas ibnu Mālik.

Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya‘qūb, telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aliyyah, dari Abū Rajā’ yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar al-Ḥasan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

وَ هَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (al-Balad: 10).

Telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُمَا النَّجْدَانِ نَجْدُ الْخَيْرِ وَ نَجْدُ الشَّرِّ، فَمَا جَعَلَ نَجْدَ الشَّرِّ أَحَبُّ إِلَيْكُمْ مِنْ نَجْدِ الْخَيْرِ.

Hai manusia, sesungguhnya keduanya adalah dua jalan, yaitu jalan kebaikan dan jalan keburukan, maka apakah yang membuat jalan keburukan lebih disukai olehmu daripada jalan kebaikan?

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ḥabīb ibn-usy Syahīd, Ma‘mar. Yūnus ibnu ‘Ubaid dan Abū Wahb, dari al-Ḥasan secara mursal. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatādah secara mursal.

Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aḥmad ibnu ‘Ishām al-Anshārī, telah menceritakan kepada kami Abū Aḥmad az-Zubairī, telah menceritakan kepada kami ‘Īsā ibnu ‘Affān, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan firman Allah s.w.t.:

وَ هَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (al-Balad: 10).

Yakni kedua Puting susu. Telah diriwayatkan pula dari ar-Rabī‘ ibnu Khaitsam, Qatādah, dan Abū Ḥāzim hal yang semisal. Ibnu Jarīr meriwayatkannya dari Abū Kuraib, dari Wakī‘, dari ‘Īsā ibnu ‘Aqqāl dengan sanad yang sama. Kemudian Ibnu Jarīr mengatakan bahwa yang benar adalah pendapat yang pertama. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيْعًا بَصِيْرًا. إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيْلَ إِمَّا شَاكِرًا وَ إِمَّا كَفُوْرًا.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukkan jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (al-Insān: 2-3).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *