103
Sūrat-ul-‘Ashr adalah surat Makkiyyah. Surat ini sangat ringkas dan menjelaskan penyebab keberuntungan atau celakanya manusia dalam hidup ini.
Allah bersumpah demi masa di mana umur manusia dihabiskan dan keajaiban-keajaiban yang terjadi padanya serta pelajaran yang menunjukkan kekuasaan dan hikmah Allah. Inti sumpah itu ingin menegaskan bahwa manusia berada dalam kerugian dan kecelakaan, kecuali orang yang mempunyai empat buah sifat; beriman, beramal saleh, saling mewasiatkan kebenaran dan berpegang dengan kesabaran. Keempatnya merupakan pondasi keutamaan dan dasar agama Islam. Itulah sebabnya Imam Syafi‘i berkata: “Seandainya Allah tidak menurunkan kecuali surat ini, tentu surat ini sudah mencukupi umat manusia.”
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
وَ الْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَ تَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَ تَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
103:1. Demi masa.
103:2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
103:3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian”; Aku bersumpah demi masa dan waktu, sebab di dalamnya terdapat bermacam-macam keajaiban dan keanehan, pelajaran dan nasihat, bahwa bangsa manusia merugi, sebab ia mengutamakan dunia yang saat ini sekarang atas yang akhirat yang tertunda serta dikuasai oleh kesenangan serta keinginan. Ibnu ‘Abbās r.a. berkata: “‘Ashr adalah masa. Allah bersumpah demi masa, sebab masa mengandung bermacam-macam keajaiban.” Qatādah berkata: “‘Ashr adalah waktu di ujung siang, Allah bersumpah demi waktu ‘Ashar sebagaimana Dia bersumpah demi waktu dhuḥā, sebab keduanya mengandung dalil-dalil kekuasaan Allah yang jelas dan nasihat sempurna.” (11291). Allah bersumpah demi masa, sebab masa adalah pokok umur manusia. Setiap detik yang lewat adalah bagian dari umurmu dan mengurangi ajalmu. Sebagaimana dikatakan seorang pujangga:
“Kita gembira karena hari yang sudah kita lewati,
Padahal tiap hari yang lewat mengurangi ajal.”
Al-Qurthubī berkata: “Allah bersumpah demi ‘ashr yaitu masa, sebab masa mengandung peringatan, yaitu perubahan keadaan dan terdapat bukti yang menunjukkan adanya Pencipta. Pendapat lain menyatakan ayat ini adalah sumpah demi shalat ‘Ashar, sebab ‘Ashar adalah shalat yang paling utama. (11302).
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh”; mereka menyatukan iman dan amal saleh. Mereka itulah orang-orang yang beruntung. Sebab, mereka menukar dunia yang murah dengan akhirat yang mahal dan menginginkan yang kekal lagi baik sebagai ganti kesenangan yang cepat sirna. “dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran”; sebagian dari mereka menasihati yang lain akan kebenaran, yaitu keimanan, percaya dan beribadah kepada Allah Yang Maha Raḥmān. “dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”; mereka saling mewasiatkan kesabaran atas kesulitan, musibah, melakukan ibadah dan meninggalkan yang haram. Allah menetapkan bahwa seluruh umat manusia merugi, kecuali orang yang memiliki keempat hal berikut: beriman, beramal saleh, saling mewasiatkan kebenaran dan saling mewasiatkan kesabaran. Sebab keselamatan manusia tidak ada, kecuali jika seseorang menyempurnakan dirinya dengan iman dan amal saleh serta menyempurnakan orang lain dengan nasihat dan petunjuk. Dengan demikian, ia menunaikan hak Allah dan hak para hamba. Inilah rahasia pengkhususan keempat hal tersebut.
Dalam sūrat-ul-‘Ashr terkandung sejumlah keindahan bahasa dan sastra sebagaimana berikut ini:
Pertama, majāz dengan mengucapkan sebagian namun menginginkan semuanya:
إِنَّ الْإِنْسَانَ
“Sesungguhnya manusia.”
Yakni umat manusia dengan bukti pengecualian selanjutnya.
Kedua, nakirah (kata umum) untuk mengagungkan:
لَفِيْ خُسْرٍ
“Sungguh dalam keadaan merugi.”
Yakni berada dalam kerugian yang besar dan kebinasaan yang agung,
Ketiga, ithnāb (menguraikan panjang lebar) dengan mengulangi fi‘il:
وَ تَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَ تَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Dan mereka saling menasihati dengan kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.”
Untuk menunjukkan perhatian terhadap fi‘il itu.
Keempat, menuturkan yang khusus setelah yang umum:
وَ تَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Saling menasihati dengan kesabaran.”
Kesabaran disebutkan setelah “kebenaran” sebab sabar termasuk bagian dari kebenaran. Hanya saja secara khusus sabar disebutkan untuk mendokumentasikan keutamaan sabar.
Kelima, sajak tanpa dipaksakan. Misalnya:
وَ الْعَصْرِ، بِالصَّبْرِ، خُسْرٍ
Baihaqi meriwayatkan dalam asy-Syu‘ab dari Abū Hudzaifah r.a., bahwa dua orang dari sahabat Nabi s.a.w. jika bertemu, keduanya tidak berpisah sampai salah satunya membacakan sūrat-ul-‘Ashr kepada yang lain. Kemudian salah satunya mengucapkan salam kepada yang lain.