096
Sūrat-ul-‘Alaq yang juga disebut surat Iqra’ adalah surat Makkiyyah. Ia membahas masalah-masalah berikut ini:
Pertama, permulaan wahyu yang diturunkan kepada Nabi terakhir, Muḥammad s.a.w.
Kedua, kedurhakaan manusia karena harta benda dan tidak mengindahkan perintah-perintah Allah.
Ketiga, kisah si celaka Abū Jahal dan tindakannya menghalangi Nabi s.a.w. untuk shalat.
Surat ini diawali dengan menjelaskan karunia Allah kepada Nabi s.a.w. dengan menurunkan al-Qur’ān kepadanya sebagai mu‘jizat abadi. Ini mengingatkan Nabi s.a.w. akan awal nikmat ketika beliau beribadah di gua Hira’. Di sana wahyu turun dengan ayat-ayat al-Qur’ān. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Setelah itu, Sūrat-ul-‘Alaq berbicara mengenai kedurhakaan manusia dalam hidup ini dengan kekuatan dan harta bendanya. Dia mendurhakai perintah Allah karena nikmat kekayaan. Padahal seharusnya dia bersyukur kepada Tuhannya atas karunia-Nya, bukan menentang nikmat itu. Surat ini juga mengingatkan agar dia kembali kepada Tuhannya agar memperoleh balasan: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu).”
Lalu surat ini mengisahkan Abū Jahal, Fir‘aunnya umat ini yang mengancam dan mengultimatum Nabi s.a.w. serta mencegah beliau untuk shalat demi membela berhala dan arca: “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika dia mengerjakan salat?”
Sūrat-ul-‘Alaq ditutup dengan ancaman bagi si celaka Abū Jahal yang kafir itu berupa hukuman paling berat jika dia terus-menerus durhaka dan menentang. Surat ini juga menyuruh Nabi s.a.w. untuk tidak mengindahkan ancaman penjahat yang kejam itu: “Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah, sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).”
Surat ini diawali dengan ajakan untuk membaca dan belajar dan diakhiri dengan shalat dan ibadah. Hal itu agar ilmu disertai dengan amal. Ini permulaan yang serasi dengan penutupnya.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اِقْرَأْ وَ رَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ. كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى. أَنْ رَّآهُ اسْتَغْنَى. إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى. أَرَأَيْتَ الَّذِيْ يَنْهَى. عَبْدًا إِذَا صَلَّى. أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَى. أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَى. أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَ تَوَلَّى. أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللهَ يَرَى. كَلَّا لَئِنْ لَّمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ. نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ. فَلْيَدْعُ نَادِيَهُ. سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ. كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَ اسْجُدْ وَ اقْتَرِبْ
096:1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
096:2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
096:3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
096:4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
096:5. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
096:6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
096:7. karena dia melihat dirinya serba cukup.
096:8. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu).
096:9. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,
096:10. seorang hamba ketika dia mengerjakan salat,
096:11. bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran,
096:12. atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?
096:13. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?
096:14. Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?
096:15. Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya,
096:16. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.
096:17. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),
096:18. kelak Kami akan memanggil malaikat Zabāniyah,
096:19. sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).
(عَلَقٍ): segumpal darah beku, berbentuk jama‘. Disebut demikian, sebab darah tersebut menempel pada rahim.
(نَسْفَعًا): menarik dengan keras dan kuat. Ulama bahasa berkata: “Maknanya, menariknya dengan keras dan kuat. Seorang penyair berkata:
“Kaum yang jika banyak teriakan pada mereka
Maka ada yang mengendalikan anak kudanya dan ada yang menarik keras”
(النَّاصِيَةِ): rambut bagian dengan kepala.
(الزَّبَانِيَةَ): makna asalnya mendorong. Yang dimaksudkan di sini adalah malaikat siksa yang keras dan kasar. Kata ini menurut bangsa ‘Arab artinya orang yang sangat kasar. (10801).
Diriwayatkan bahwa Abū Jahal la‘natullāh ‘alaih suatu hari berkata kepada kawan-kawannya: “Apakah Muḥammad melumuri mukanya dengan debu di hadapan kalian? Maksudnya apakah Muḥammad shalat dan sujud di hadapan kalian?” Mereka menjawab: “Ya.” Abū Jahal berkata: “Demi berhala Lata dan ‘Uzza, jika kami melihat dia shalat seperti itu, pasti kami injak lehernya dan kami benamkan mukanya pada debu.” Suatu hari, Abū Jahal mendapati Nabi s.a.w. shalat, lalu dia bermaksud menginjak leher beliau. Namun tiba-tiba dia mundur dengan tumitnya dan melindungi diri dengan kedua tangannya. Ketika ditanya tentang hal itu, dia menjawab: “Antara kami dan Muḥammad ada sebuah parit api, huru-hara sayap-sayap.” Maka Nabi s.a.w. bersabda: “Seandainya dia mendekati kami, tentu para malaikat menyambar anggota badannya demi anggota badan.” Maka Allah menurunkan ayat: “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang seorang hamba ketika dia mengerjakan salat….. sampai akhir surat.” (10812).
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”; ini ayat pertama yang diterima Nabi s.a.w. Ayat ini mengandung perintah untuk membaca, menulis dan menuntut ilmu, sebab ketiganya merupakan syiar agama Islam. Maknanya, bacalah al-Qur’an hai Muḥammad dimulai dengan nama Tuhanmu yang mencitptakan segala makhluk dan seluruh alam semesta. Kemudian Allah menjelaskan masalah penciptaan untuk memuliakan manusia. “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”; Allah menciptakan manusia dengan bentuknya yang indah dan merupakan makhluk paling mulia ini dari segumpal darah atau sel sperma dan sel telur. Ilmu kedokteran modern menegaskan, bahwa sperma asal penciptaan manusia, mengandung banyak sel-sel tidak kelihatan dengan mata dan hanya kelihatan dengan mikroskop. Sel sperma itu memiliki kepala dan ekor. Betapa Maha Suci Allah Pencipta terbaik.” (10823) Al-Qurthubī berkata: “Secara khusus manusia disebutkan di sini untuk memuliakannya. Segumpal darah adalah bagian dari darah yang basah. Disebut demikian, karena menempel pada apa yang dilewatinya karena ia basah.” (10834).
“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah”; bacalah hai Muḥammad dan Tuhanmu adalah Maha Agung dan Mulia, tidak ada yang menyamai maupun setara dengan Dia. Kesempurnaan kemurahan Allah ditunjukkan dengan pengajaran-Nya terhadap manusia akan apa yang tidak dia ketahui. “Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”; Allah mengajarkan tulisan menulis dengan pena kepada manusia. Allah mengajarkan kepada manusia apa yang belum mereka ketahui, yaitu ilmu dan ma‘rifat. Allah mengangkat mereka dari kegelapan kebodohan menuju cahaya ilmu. Sebagaimana Allah mengajarkan dengan perantara menulis dengan pena, demikian juga Allah mengajarkan kamu tanpa perantara, meskipun kamu tidak bisa baca tulis. Al-Qurthubī berkata: “Dalam ayat ini Allah mengingatkan keutamaan tulisan, sebab tulisan mengandung banyak manfaat besar yang tidak terbayangkan oleh manusia. Ilmu dibukukan, hikmah ditorehkan, kisah dan ucapan orang dahulu dijaga dan kitab-kitab Allah dijaga hanya dengan tulisan. Seandainya tidak ada tulisan, maka urusan dunia dan agama hancur.” (10845).
Kelima ayat di atas adalah al-Qur’ān yang pertama kali turun. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits shaḥīḥ bahwa malaikat turun kepada Nabi s.a.w. ketika beliau beribadah di gua Hira’. Lalu, malaikat itu berkata: “Bacalah! Beliau menjawab: “Aku sama sekali tidak bisa membaca.” (10856). Ibnu Katsīr berkata: “Yang pertama kali turun dari al-Qur’ān adalah kelima ayat ini dan kelimanya merupakan rahmat dan nikmat pertama dari Allah kepada para hamba. Ayat-ayat tersebut mengingatkan permulaan proses kejadian umat manusia dari sel telur. Dan bahwa termasuk kemurahan Allah dengan mengajarkan kepada manusia apa yang belum dia ketahui. Allah memuliakan manusia dengan ilmu dan itulah kelebihan Adam atas para malaikat.” (10867).