كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى. أَنْ رَّآهُ اسْتَغْنَى.
Kallā innal insāna la yathghā. Arrāhus taghnā.
“Tidaklah demikian. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berbuat melanggar batas. Disebabkan dia melihat (merasa) dirinya serba kecukupan.”
(al-‘Alaq [96]: 6-7).
Sungguh benar bahwa perilaku manusia itu sering mengherankan. Ketika dirinya merasa mempunyai kekuasaan dan memiliki kekayaan, maka dia pun keluar dari batas ketentuan. Menyombongkan diri, tidak mau tunduk kepada Tuhan, serta berbuat zalim kepada sesama manusia. Padahal, kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya itu adalah dari Tuhan.
إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى.
Inna ilā rabbikar ruj‘ā.
“Sesungguhnya hanya kepada Tuhan, semua manusia kembali.”
(al-‘Alaq [96]: 8).
Manusia tidaklah layak berbuat seperti itu: sombong, zalim, dan tidak mau tunduk kepada Tuhan. Sebab, pada hari kiamat nanti dia juga akan kembali kepada Allah, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas semua amal perbuatannya.
Setelah Allah menyebutkan beberapa kenyataan kodrat-Nya, ilmu, dan kesempurnaan nikmat yang telah dicurahkan dengan tujuan supaya manusia tidak mengingkari-Nya, namun kenyataannya manusia justru menyangkal kebenaran dan berbuat zalim, maka Allah menjelaskan sebab-sebab manusia berbuat seperti itu. Yaitu, cinta dunia, tamak dan sombong, sehingga menyimpang dari memperhatikan ayat-ayat yang besar.
Dalam ayat-ayat ini Allah mengemukakan beberapa dalil mengenai keesaan-Nya, dan kenyataan-kenyataan itu haruslah menjadi perenungan bagi orang yang berakal. Selanjutnya Allah menjelaskan mengapa manusia berlaku zalim dan melampaui batas, yaitu karena cinta dunia yang berlebihan dan membutakan mata hatinya, sehingga sulitlah untuk menerima kebenaran.
أَرَأَيْتَ الَّذِيْ يَنْهَى. عَبْدًا إِذَا صَلَّى.
A ra’aital ladzī yanha. ‘Abdan idzā shallā.
“Beritahukanlah, bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang? Seorang hamba apabila dia shalat.” (31)
(al-‘Alaq [96]: 9-10).
Jelaskan kepadaku tentang orang yang mengolok-olok, yang perbuatannya sangat mengherankan. Kesombongan dan keangkuhannya telah mendorong dia mencegah orang lain shalat dan memaksa orang lain untuk menaati dirinya, padahal dia bukan pencipta dan pemberi rezeki.
Ayat ini ditujukan kepada Abū Jahal, yang keras sekali usahanya menghambat orang lain mengerjakan kebajikan, sedangkan tujuan ayat ini berlaku umum. Ada yang meriwayatkan bahwa ‘Alī melihat beberapa orang shalat sebelum shalat ‘Īd. Maka, beliau pun berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasūlullāh berbuat seperti itu.” Seorang sahabat yang mendengar ucapan ‘Alī menyahut: “Mengapa kamu tidak melarang mereka berbuat seperti itu?” Jawab ‘Alī: “Aku takut, aku akan digolongkan sebagai orang yang mencegah orang shalat.”
أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَى. أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَى.
A ra’aita in kāna ‘alal hudā. Au amara bittaqwā.
“Beritahukanlah, bagaimana pendapatmu jika dia (yang shalat) itu berada di jalan yang benar? Atau dia menyuruh berbuat taqwā.”
(al-‘Alaq [96]: 11-12).
Jelaskan kepadaku tentang keadaan orang yang durhaka itu, bagaimana jika sekiranya dia berperangai sebagai orang yang berbuat kebajikan dan menyeru hamba Allah untuk bertaqwa. Bukankah yang demikian itu lebih baik daripada tidak mau beriman dan mencegah orang menaati Allah?
أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَ تَوَلَّى. أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللهَ يَرَى.
A ra’aita in kadzdzaba wa tawallā. A lam ya‘lam bi annallāha yarā.
“Beritahukanlah, bagaimana pendapatmu jika dia mendustakan Allah dan membelakangi-Nya? Tidakkah dia ketahui bahwa sesungguhnya Allah itu melihat?”
(al-‘Alaq [96]: 13-14).
Jelaskan kepadaku, bagaimana keadaan orang kafir? Apakah jika dia mendustakan dalil-dalil tentang keesaan Allah yang begitu jelas, tanda-tanda kekuasaan Allah yang begitu mengagumkan, namun tidak mau menuruti seruanmu, apakah dia tidak takut tertimpa bencana dan adzab Allah yang dia tidak sanggup memikulnya?
كَلَّا لَئِنْ لَّمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ. نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ.
Kallā la ’illam yantahi la nasfa‘am bin nāshiyah. Nāsyiyatin kādzibatin khāthi’ah.
“Janganlah dia berbuat demikian. Demi Allah, jika dia tidak berhenti, teuntulah akan Kami tarik ubun-ubunnya. (42). Ubun-ubun yang berdusta, berbuat salah.”
(al-‘Alaq [96]: 15-16).
Orang kafir hendaknya jangan terus-menerus tertipu oleh persangkaan-persangkaannya. Demi Allah, jika dia tidak menghentikan perbuatan curangnya dan perbuatan melarang orang lain shalat, pastilah akan Kami tarik ubun-ubunnya dan akan Kami benamkan di dalam neraka, supaya dia merasakan adzab yang pedih.
فَلْيَدْعُ نَادِيَهُ. سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ.
Fal yad‘u nādiyah. Sa nad‘uz zabāniyah.
“Karena itu, biarkanlah dia memanggil orang-orang di dalam perkumpulannya. Kami akan memanggil para penjaga neraka.” (53)
(al-‘Alaq [96]: 17-18).
Biarkan orang kafir itu memanggil semua orang yang menghadiri tempat pertemuannya untuk menghalangi orang yang shalat dan menyakiti orang yang dengan teguh berpegang pada kebenaran. Maka, Kami pun akan memanggil laskar yang kuat, yang tidak mungkin orang-orang kafir sanggup mengalahkannya. Sebaliknya, Kami justru akan membinasakan mereka di dunia atau membenamkan mereka ke dalam neraka di akhirat nanti.
Yang dimaksud dengan “zabāniyah” di sini adalah malaikat yang memang ditugaskan oleh Allah untuk menyiksa orang-orang yang durhaka. Merekalah di akhirat nanti yang akan menghela orang-orang kafir menuju neraka.
Ada riwayat yang menyebutkan habwa Abū Jahal pernah berkata kepda teman-temannya: “Jika aku melihat Muḥammad shalat di sisi Ka‘bah, pastilah aku menginjak lehernya.” Ketika kabar mengenai ucapan Abū Jahal itu sampai kepada Nabi, maka Nabi pun mengatakan: “Bila Abū Jahal berbuat seperti itu, pastilah malaikat akan menumpasnya.”
كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَ اسْجُدْ وَ اقْتَرِبْ
Kallā lā tuthi‘hu wasjud waqtarib.
“Jangan. Janganlah orang itu kamu turuti dan bersujudlah, serta dekatkanlah dirimu kepada Tuhan.” (64).
(al-‘Alaq [96]: 17-18).
Orang kafir tersebut tidak bisa berbuat seperti apa yang diinginkan. Sebab, dia tidak akan dapat menentangmu, hai Muḥammad. Oleh karena itu, janganlah kamu menuruti kemauan mereka dan tetaplah kamu menyembah Tuhanmu, serta menyampaikan risalah-Nya dan mendekatkan diri kepadaAllah.
Dalam ayat-ayat ini, Allah menjelaskan bahwa orang-orang kafir yang seringkali mengolok-olok umat Islam sudah keterlaluan. Mereka juga melarang umat Islam shalat dan memaksa orang lain mengikuti kemauannya. Allah menegaskan, yang lebih baik bagi mereka adalah mencari petunjuk dan berperilaku mulia. Dan Allah akan membinasakan orang-orang kafir itu di dunia, dan membenamkannya di akhirat ke dalam adzab yang pedih. Pada akhirnya Allah menyuruh Muḥammad supaya tetap beribadat dan mendekatkan diri kepada-Nya.