Surah al-A’la 87 ~ Tafsir Ibni ‘Arabi

Dari Buku:
Isyarat Ilahi
(Tafsir Juz ‘Amma Ibn ‘Arabi)
Oleh: Muhyiddin Ibn ‘Arabi

Penerjemah: Cecep Ramli Bihar Anwar
Penerbit: Iiman
Didistribusikan oleh: Mizan Media Utama (MMU)

الْأَعْلَى

AL-A‘LĀ

Surah Ke-87: 19 Ayat

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

 

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى. الَّذِيْ خَلَقَ فَسَوَّى. وَ الَّذِيْ قَدَّرَ فَهَدَى. وَ الَّذِيْ أَخْرَجَ الْمَرْعَى. فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى.

087: 1. Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi,

087: 2. yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya)

087: 3. dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,

087: 4. dan yang menumbuhkan rumput-rumputan,

087: 5. lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman.

Sabbiḥ-isma rabbik-al-a‘lā (Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Paling Tinggi – ayat 1). Yang dimaksud dengan nama-Nya Yang Paling Tinggi dan Agung adalah Dzat berikut seluruh sifat-Nya. Dengan demikian, ayat ini berarti: Sucikanlah dzat dirimu dengan membebaskan diri dari segala sesuatu selain al-Ḥaqq. Dan putuskanlah pandanganmu dari segala sesuatu selain-Nya, agar dzat dirimu mendapatkan seluruh kesempurnaan ḥaqqānī. Penyucian seperti itulah yang menjadi tasbih khas dzat dirimu di dalam maqām fanā’. Sebab, kesiapan penuh (ruhani dirimu) untuk menerima seluruh “sifat Ilahi”, bagaimanapun juga belum sepenuhnya mencapai “kesempurnaan Ilahi”. Karena itu, (jika kamu telah benar-benar menyucikan diri dengan meleburkan diri [fanā’] di dalam “Dzat-Nya”, sesempurna mungkin, maka dzat dirimu pun akan juga merupakan Nama-Nya Yang Paling Tinggi. (1[^1]).

Seperti dimaklumi, segala sesuatu memang memiliki cara khas masing-masing untuk bertasbih kepada nama tertentu dari nama-nama Tuhan. (21).

Alladzī khalaqa fa sawwā. Wal-ladzī qaddara fahadā. Wal-ladzī akhraj-al-mar‘ā. Faja‘alahu ghutsā’an aḥwā. (Yang menciptakan dan menyempurnakan ciptaan-Nya. Dan yang menentukan kadar [masing-masing] dan diberi petunjuk, dan yang menumbuhkan rumput-rumputan. Lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman – ayat 2-5). Jelasnya, Yang menciptakan lahirmu dan menyempurnakan “kedirianmu” itu dengan unsur-unsur alami tubuhmu yang khas (al-mizāj-ul-khās), begitu rupa sehingga dirimu bisa menerima ruh yang paling sempurna dan siap menerima seluruh kesempurnaan. Dan Yang menentukan kadar kesempurnaan potensial yang paripurna dalam dirimu, Dan Dia memberi petunjuk untuk mengaktualisikannya dengan cara menyucikan diri. Dan Yang menumbuhkan rumput-rumputan [al-mar‘ā]. Yang dimaksud rumput-rumputan adalah berbagai perhiasan dunia, harta kekayaan serta makanan dan minuman. Semua itu disebut rumput-rumputan karena merupakan “rumput-rumputan” bagi nafsu hewani; atau itu semua adalah “tempat gembalaan” jiwa-jiwa binatang. Lalu dijadikan-Nya “rumput-rumputan” itu kering kehitam-hitaman. Tegasnya, “rumput-rumputan” itu cepat lenyap dan sirnanya, layaknya rumput kering kehitam-hitaman yang tak berguna. Karena itu, janganlah kamu berpaling kepadanya, sibuk dengannya hingga mencegahmu untuk bertasbih dengan cara khasmu, yaitu tasbih dengan cara menyucikan dzat dirimu dari segala sesuatu selain Allah. Sebab, jika kamu sampai berpaling kepadanya, maka kamu akan terhijab olehnya sehingga kamu tak bisa (menggapai) kesempurnaan dirimu (yang merupakan) kenikmatan dunia itu, sehingga tidak bisa mewujudkan kesempurnaan yang secara potensial telah ditentukan dalam dirimu. Janganlah matamu berpaling kepada berbagai kenikmatan duniawi itu hingga meninggalkan-Nya, sebab sesungguhnya kenikmatan dunia itu akan sirna, sementara yang kekal hanyalah Dia.

سَنُقْرِؤُكَ فَلَا تَنْسَى. إِلَّا مَا شَاءَ اللهُ إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَ مَا يَخْفَى. وَ نُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرَى. فَذَكِّرْ إِنْ نَّفَعَتِ الذِّكْرَى. سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَى. وَ يَتَجَنَّبُهَا الْأَشْقَى. الَّذِيْ يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى.

087: 6. Kami akan membacakan (al-Qur’ān) kepadamu (Muḥammad) maka kamu tidak akan lupa,

087: 7. kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.

087: 8. Dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah,

087: 9. oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat,

087: 10. orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran,

087: 11. orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya.

087: 12. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka).

Sanuqri’uka falā tansā. Illā mā syā’ Allāh. (Kami akan membacakan [al-Qur’ān] kepadamu [Muḥammad] maka kamu tidak akan lupa, kecuali jika Allah menghendaki – ayat 6-7). Jelasnya, Kami akan jadikan kamu sebagai pembaca atas apa yang tertulis di dalam “kitab kesiapan-ruhanimu” yang tak lain adalah akal qur’āni-mu. Apa yang tertulis itu tak lain adalah al-Qur’ān mencakup berbagai hakikat kebenaran. Dengan begitu, kamu akan selalu ingat al-Qur’ān itu dan tak akan pernah lupa. Kecuali jika Allah berkehendak untuk menjadikanmu lupa dan abai dari berbagai hakikat kebenaran itu. Lalu Dia simpan berbagai hakikat (yang luput darimu itu) untuk maqam terpujimu (syafaatmu) ketika kamu dibangkitkan.

Innahu ya‘lam-ul-jahra wa ma yakhfā (Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi – ayat 7). Yang dimaksud dengan yang terang adalah kesempurnaan yang tampak dalam dirimu, sementara yang dimaksud yang tersembunyi adalah berbagai kesempurnaan relung daya-daya ruhani.

Wa nuyassiruka lil-yusrā (Dan Kami akan memberi kamu taufik ke jalan yang mudah – ayat 8). Ayat ini adalah lanjutan yang menyambung (‘athaf) dari ayat 6. Jelasnya, (setelah Kami jadikan kamu sebagai pembaca atas apa yang tertulis dalam “kitab kesiapan ruhanimu”, seperti ditegaskan dalam ayat 6, kemudian), Kami akan membantumu dalam menempuh jalan yang mudah, yaitu jalan syariat yang luas dan mudah yang tak lain adalah jalan termudah menuju Allah. Lebih jelasnya, Kami sempurnakan dirimu dengan kesempurnaan ilmu dan amal yang utuh, dan di atas kesempurnaan ilmu dan amal yang utuh itu, Kami juga menganugerahkan hikmah-puncak (al-ḥikmat-ul-bālighah) dan kekuasaan yang sempurna.

Fadzakkir in nafa‘at-idz-dzikrā (Oleh sebab itu, berikanlah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat – ayat 9). Maksudnya, sempurnakanlah akhlak manusia dengan berdakwah atau memberi peringatan. Jika mereka siap menerima peringatan, maka peringatanmu itu akan bermanfaat buat mereka. Atau, sekalipun peringatan itu secara umum tidak akan bermanfaat buat semua orang, kecuali buat orang yang mau menerimanya saja, tetapi, bagimu memberi peringatan itu tetap lebih baik. Alasan ini disebutkan-Nya: “karena peringatan itu bermanfaat.”

Kemudian, dalam ayat selanjutnya, Allah menjelaskan lebih lanjut tentang manfaat peringatan itu. Kata-Nya: “Orang yang takut [kepada Allah] akan mendapat pelajaran (sayadzdzakkaru man yakhsyā – ayat 10). Artinya, hanya mereka yang berhati mulia dan berfitrah suci saja yang akan siap menerima peringatan itu dan akan benar-benar terpengaruh. Mereka bisa menerima dan menjiwainya karena mereka memiliki cahaya fitrah dan kesuciannya.

Wa yatajannabuh-al-asyqā (Orang-orang yang celaka [kafir] akan menjauhinya [peringatan itu]) – ayat 11). Orang celaka yang terhijab dari Tuhannya itu akan menjauhi peringatan itu. Itulah orang yang sama sekali tak memiliki kesiapan-ruhani dan berhati jauh. Mereka lebih celaka ketimbang orang yang pada awalnya memiliki kesiapan namun kemudian kandas di tengah jalan karena terhijab oleh kegelapan berbagai sifat nafsunya.

Al-ladzī yashl-an-nar-al-kubrā ([Yaitu] orang yang akan memasuki api yang besar [neraka] – ayat 12). Api yang besar itu tak lain adalah neraka hijab dari Tuhan karena kemusyrikan dan masih tergoda oleh selain Tuhan; juga adalah neraka sifat murka-Nya di dalam maqām sifat; dan juga adalah neraka tindakan murka dan kutukan-Nya di dalam maqām perbuatan; dan juga adalah neraka Jahannam efek-efek (nama-namaNya) di dalam empat tingkatan (tempat), yaitu: alam kerajaan (mulk), malakut, jabarut, dan kehadiran Ketuhanan yang abadi. Itulah neraka besar yang tiada tara. Sementara itu, orang yang kandas di tengah jalan tadi tidak akan masuk kecuali ke neraka “efek-efek nama-Nya saja.

ثُمَّ لَا يَمُوْتُ فِيْهَا وَ لَا يَحْيَى. قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى. وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى. بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. وَ الْآخِرَةُ خَيْرٌ وَ أَبْقَى. إِنَّ هذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُوْلَى. صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى.

087: 13. Kemudian dia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.

087: 14. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),

087: 15. dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.

087: 16. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.

087: 17. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.

087: 18. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,

087: 19. (yaitu) Kitab-kitab Ibrāhīm dan Mūsā.

Tsumma lā yamūtu fīhā wa lā yahyā (Kemudian ia tidak mati di dalamnya dan tidak [pula] hidup – ayat 13). Ia tidak akan mati, karena ia selalu tercegah untuk binasa selamanya. Tetapi ia juga tidak hidup, karena pada hakikatnya selalu dalam siksaan ruhani. Dengan kata lain, ia terus-menerus disiksa sedemikian rupa., sehingga ia berharap mati. Tetapi, setiap kali terbakar dan hampir mati, ia dihidupkan kembali dan disiksa sehingga ia tidak sepenuhnya mati, dan tidak pula sepenuhnya hidup.

Qad aflaha man tazakkā (Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri – ayat 14). Jelasnya, beruntunglah orang yang menyucikan diri dari hawa nafsu dan kegelapan tubuh. Ia bisa demikian jika kesiapan-ruhaninya telah membuahkan hasil.

Wa dzakar-asma rabbihi fa shallā. (Dan ia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat – ayat 15). Yang dimaksud nama Tuhan adalah nama tertentu Tuhan yang dengannya Tuhan mengajarkan kesempurnaan kepada seseorang; yang dengannya pula seseorang memohon (berdoa) kepada Tuhan dengan bahasa kesiapan-ruhaninya, seperti nama al-‘Alīm (Maha Mengetahui) untuk orang bodoh, dan al-Ghafūr (Maha Pengampun) untuk pendosa. Nama tertentu Tuhan itu, dan segi hakikatnya, menunjukkan hakikat Dzat-Nya itu sendiri. Tetapi, hakikat Dzat-Nya itu dilupakannya karena terhijab oleh berbagai sebab-sebab sekundar (al-ātsār) dan bentuk-bentuk kotoran jiwa, serta oleh berbagai kegelapan lainnya. Ini seperti difirmankan-Nya: Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. (al-Ḥasyr [59]: 19). Nama tertentu itu pula suka diingatnya dan dikenalnya, lalu ia mengupayakan kesempurnaan melalui nama tertentu itu dengan sokongan dan bantuan Tuhan. Lalu dia shalat, beribadah kepada “Yang disembahnya” (al-ma‘būd). “Yang disembahnya” itu tak lain adalah al-Ḥaqq yang menampakkan-Diri kepadanya melalui nama tertentu itu. Melalui nama tertentu itu pula dia mengenal Tuhannya. Sebab, setelah ia mencapai kematangan tertentu, maka ia bisa melihat-Nya melalui nama tertentu itu.

Bal tu’tsirūn-al-hayāt-ad-dunyā. Wal-ākhiratu khairan wa abqā (Tetapi kamu [orang-orang kafir] memilih kehidupan dunia, sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. – ayat 16-17). Jelasnya, mereka lalai dan terhijab dari mengingat nama tertentu dan shalat (kepada Tuhannya itu) oleh berbagai kenikmatan material dan harta berharga. Mereka juga lebih mencintai dunia ketimbang kehidupan ruhani yang hakiki dan abadi. Itulah kehidupan yang paling utama dan abadi.

Inna hadzā laf-ish-shuhuf-il-ūlā (Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab terdahulu – ayat 18). Jelasnya, sesungguhnya arti semua itu – tentang peringatan yang hanya akan bermanfaat buat orang yang mau menerimanya saja, dan sebaliknya sama sekali tidak bermanfaat buat mereka yang enggan; tentang mereka yang enggan akan disiksa di neraka besar, sementara mereka yang membersihkan diri akan beruntung; dan tentang akan binasanya para pemuja kehidupan materi – semuanya itu telah tercantum dalam kitab-kitab lama yang tak akan pernah berubah yang terpelihara di sisi Allah. Kitab-kitab lama itu berupa “lembaran-lembaran cahaya murni” yang telah diketahui oleh dua Nabi yang telah disebut di muka. Kepada keduanya pula “penampakan-penampakan cahaya” kitab-kitab itu diturunkan. Wallāhu a‘lam.

Catatan:

1). Dalam bahasa yang lebih sederhana, mungkin redaksi kalimat di atas bisa diungkapkan sebagai berikut: Sucikanlah Nama Tuhanmu Yang Paling Tinggi. Jika dzat dirimu telah benar-benar menyucikan Nama Yang Paling Tinggi, yang tak lain adalah Dzat berikut seluruh sifat-sifatNya, maka dzat dirimu pun akan ikut tersucikan di dalam “Dzat-Nya”. Dalam “keadaan” seperti itulah pada hakikatnya dzat dirimu juga menjadi Nama-NyaYang Paling Tinggi. Dan dalam “keadaan” seperti itulah dirimu baru mencapai kesempurnaan paripurna. Dalam bahasa keseharian, mungkin kalimat panjang ini bisa lebih disederhanakan: sucikanlah Tuhanmu begitu rupa sehingga dirimu benar-benar bisa mencerminkan (kehendak) Tuhan.


  1. 2). Tentang segala sesuatu memiliki cara khas masing-masing untuk bertasbih kepada-Nya, Allah berfirman: “Kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan [juga] burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui [cara] shalat dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (an-Nūr [24]: 41); dan juga: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (al-Isrā’ [17]: 44). Lihat al-Qur’an dan Terjemahannya Depag, op.cit., h. 551, catatan kaki nomor 1044. Lihat juga Ibn ‘Arabi, Futuḥāt-ul-Makkiyyah. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *