Surah al-A’la 87 ~ Tafsir ash-Shabuni

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

087

SŪRAT-UL-A‘LĀ.

Pokok-pokok Kandungan Surat.

Sūrat-ul-A‘lā termasuk surat-surat Makkiyyah. Secara ringkas isinya poin-poin berikut ini:

  1. Dzat Allah, sebagian sifat Allah dan bukti dan dalil kekuasaan dan keesaan Allah.
  2. Wahyu, al-Qur’an yang diturunkan kepada Muḥammad s.a.w. dan kemudahan bagi beliau untuk menghafalnya.
  3. Mau‘idhah ḥasanah yang bermanfaat bagi mereka yang mempunyai hati yang hidup dan mendatangkan faedah bagi orang-orang yang beruntung dan beriman.

Sūrat-ul-A‘lā diawali dengan mensucikan Allah yang menciptakan, lalu menyempurnakan keindahannya, mengeluarkan rumput dan tumbuh-tumbuhan sebagai wujud rahmat kepada para hamba. “Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya) dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk”.

Kemudian surat ini berbicara mengenai wahyu dan al-Qur’ān. Surat ini menentramkan Nabi s.a.w. dengan penegasan bahwa beliau diberi kelebihan mampu menghafal al-Qur’ān dengan mudah tanpa bisa lupa untuk selamanya. “Kami akan membacakan (Al Qur’ān) kepadamu (Muḥammad) maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.”.

Lalu surat ini memerintahkan agar al-Qur’ān dijadikan peringatan. Dengan peringatan itu, kaum muslimin dan orang yang bertakwa mesti mengambil dan memperoleh manfaat. “Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya.”.

Sūrat-ul-A‘lā ditutup dengan menjelaskan keberuntungan yang diraih orang yang mensucikan dirinya dari dosa dan kedurhakaan dan membersihkan dirinya dengan amal saleh. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.

 

TAFSĪR SŪRAT-UL-A‘LĀ.

Sūrat-ul-A‘lā: Ayat: 1-19.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى. الَّذِيْ خَلَقَ فَسَوَّى. وَ الَّذِيْ قَدَّرَ فَهَدَى. وَ الَّذِيْ أَخْرَجَ الْمَرْعَى. فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى. سَنُقْرِؤُكَ فَلَا تَنْسَى. إِلَّا مَا شَاءَ اللهُ إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَ مَا يَخْفَى. وَ نُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرَى. فَذَكِّرْ إِنْ نَّفَعَتِ الذِّكْرَى. سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَى. وَ يَتَجَنَّبُهَا الْأَشْقَى. الَّذِيْ يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى. ثُمَّ لَا يَمُوْتُ فِيْهَا وَ لَا يَحْيَى. قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى. وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى. بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. وَ الْآخِرَةُ خَيْرٌ وَ أَبْقَى. إِنَّ هذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُوْلَى. صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى.

087: 1. Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi,
087: 2. yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya)
087: 3. dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,
087: 4. dan yang menumbuhkan rumput-rumputan,
087: 5. lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman.
087: 6. Kami akan membacakan (al-Qur’ān) kepadamu (Muḥammad) maka kamu tidak akan lupa,
087: 7. kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.
087: 8. Dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah,
087: 9. oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat,
087: 10. orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran,
087: 11. orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya.
087: 12. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka).
087: 13. Kemudian dia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.
087: 14. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),
087: 15. dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.
087: 16. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.
087: 17. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
087: 18. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,
087: 19. (yaitu) Kitab-kitab Ibrāhīm dan Mūsā.

Tinjauan Bahasa:

(غُثَاءً): rumput, dedaunan dan tumbuh-tumbuhan yang terhempas oleh banjir ke sisi jurang.

(أَحْوَى): benda yang hitam.

(يَصْلَى): masuk dan merasakan panasnya.

Tafsir Ayat:

Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi”; hai Muḥammad, sucikanlah Tuhanmu Yang Maha Tinggi dan Maha Besar dari sifat-sifat cacat dan ucapan orang-orang zalim yang tidak layak bagi-Nya. Dalam sebuah hadits disebutkan, jika membaca ayat ini, Nabi s.a.w. mengucapkan: (سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى) “Maha Suci Tuhanku Yang Tinggi.” (9911).

Kemudian Allah menyebutkan sifat-sifat agung-Nya dan fenomena kekuasaan-Nya serta bukti-bukti keesaan-Nya. “yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya)”; Allah menciptakan makhluk seluruhnya, lalu mengokohkan ciptaan-Nya dan membuatnya dalam bentuk terbaik dan terindah. Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth disebutkan, makna ayat: Allah menciptakan segala sesuatu lalu menyempurnakannya. Masing-masing makhluk saling sesuai dengan meyakinkan. Ini menunjukkan hal itu keluar dari Allah Maha Mengetahui dan Bijaksana.” (9922) “dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk”; menentukan manfaat dan keistimewaan segala sesuatu yang tidak dijangkau oleh akal pikiran dan menunjukkan manusia dan hewan cara untuk memanfaatkannya. Seandainya merenungkan khasiat-khasiat tumbuh-tumbuhan, manfaat barang hasil tambang, kemampuan manusia untuk membuat obat-obatan dari tumbuh-tumbuhan dan pemanfaatan barang hasil tambang untuk membuat alat-alat modern termasuk kapal terbang, maka engkau tahu hikmah Allah yang seandainya tidak memberi petunjuk, niscaya kita tersesat dan bingung dalam kegepalan sebagaimana hewan-hewan. Ulama tafsir berkata: “Dalam ayat ini maf‘ūl bih tidak disebutkan untuk menunjukkan umum. Maknanya, Allah menentukan untuk makhluk dan hewan apa yang menjadi kemaslahatannya. Allah menunjukkannya kepada hal itu dan cara memanfaatkannya.” (9933) “dan yang menumbuhkan rumput-rumputan”; Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan berupa rerumputan. “lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman”; setelah rerumputan itu menghijau, Allah menjadikannya hitam (mengering). Rerumputan yang mengering dan menghitam masih banyak manfaatnya, yaitu menjadi makanan yang baik bagi mayoritas hewan. Maha Suci Allah yang menghendaki hal itu. “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.” (Thāhā [20]: 50).

Setelah menunjukkan dalil-dalil kekuasaan dan keesaan-Nya, Allah menuturkan anugrah teragung-Nya kepada Nabi s.a.w. “Kami akan membacakan (Al Qur’ān) kepadamu (Muḥammad) maka kamu tidak akan lupa”; hai Muḥammad, Kami akan membacakan al-Qur’ān ini kepadamu, lalu kamu hafal dalam dadamu dan tidak akan lupa. “kecuali kalau Allah menghendaki”; kecuali sesuatu yang dikehendaki Allah untuk menasakhnya (penghapusan) sehingga kamu lupa kepadanya. Ayat ini mengandung mu‘jizat bagi Nabi Muḥammad s.a.w. sebab beliau ummi tidak bisa membaca dan menulis. Beliau tidak akan lupa apa yang dibaca oleh Jibril dan menghafalnya tanpa mengulang-ulangnya. Beliau tidak akan lupa untuk selamanya. Hal itu termasuk dalil dan bukti yang paling besar atas kebenaran kenabian beliau. Ibnu Katsīr berkata: “Ini penjelasan dari Allah dan janji kepada Nabi s.a.w., bahwa Dia akan membacakan kepada beliau dan beliau tidak akan lupa bacaan itu.” (9944) “Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi”; Allah Maha Tahu apa yang diucapkan hamba dengan keras dan apa yang mereka sembunyikan baik berbentuk perbuatan maupun ucapan. Tidak ada yang samar bagi Allah, baik di bumi maupun di langit.

Dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah”; Kami akan memberikan pertolongan kepadamu menuju syariat yang mudah dan sangat ringan, paling mudah dan di antara syariat-syariat samawi, yaitu syariat Islam. “oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat”; maka hai Muḥammad, berilah peringatan dengan al-Qur’ān ini karena nasihat dan peringatan itu berguna. Ini semakna dengan ayat: “Maka beri peringatanlah dengan al-Qur’ān orang yang takut kepada ancaman-Ku.” (Qāf: 45) Ibnu Katsīr berkata: “Dari ayat ini, kita bisa mengambil pelajaran etika dalam menyebar luaskan ilmu. Jangan sampai diberikan kepada selain yang berhak. Sebagaimana dikatakan ‘Alī k.w.: “Tidaklah kalian menceritakan kepada suatu kaum tentang sesuatu yang tidak dicapai oleh akal mereka, kecuali menjadi fitnah bagi sebagian mereka.” ‘Alī juga berkata: “Ceritakanlah kepada umat manusia apa yang mereka kenal. Apakah kalian ingin Allah dan Rasulullah berdusta?” (9955) “orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran”; peringatan dan nasihat itu akan berguna bagi orang yang takut kepada Allah. “orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya”; nasihat itu akan dibuang dan dijauhi oleh orang kafir yang sangat celaka. “(Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka)”; yang akan masuk neraka Jahannam yang menyala-nyala, besar dan mengerikan. Ḥasan berkata: “Api besar adalah api akhirat, api kecil adalah api dunia.” (9966) “Kemudian dia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup”; dia tidak mati sehingga bisa istirahat dan tidak hidup dengan enak. Sebaliknya dia kekal di dalam siksa dan celaka.” (9977).

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)”; sangat beruntung orang yang mensucikan dirinya dengan iman dan mengikhlaskan amal perbuatannya karena Allah. “dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang”; dia berharap keagungan Tuhannya dan kebesaran-Nya, lalu dia shalat dengan khusyu‘ untuk menaati perintah-Nya. “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi”; namun kalian hai umat manusia lebih mengutamakan hidup yang fanā’ ini atas akhirat yang baqā’. Sehingga kalian sibuk dengan urusan duniawi dan lupa akhirat. “Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”; padahal akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada dunia. Dunia ini fanā’ dan akhirat baqā’. Yang kekal dan baqā’ lebih baik daripada yang fanā’. Lalu bagaimana orang yang berakal mendahulukan apa yang fanā’ atas yang baqā’? Bagaimana dia mementingkan dunia yang penuh tipu daya dan mengabaikan negeri keabadian dan kekekalan? Ibnu Mas‘ūd r.a. membaca ayat dan berkata kepada para muridnya: “Tahukah kalian, kenapa kita mendahulukan kehidupan dunia atas akhirat?” Mereka menjawab: “Tidak.” Ibnu Mas‘ūd berkata: “Sebab dunia memberikan makanan, minuman, perempuan, kenikmatan dan gemerlapnya kepada kita secara langsung. Sedangkan akhirat ghaib dan dijauhkan dari kita. Maka kita mencintai yang segera dan meninggalkan yang ditunda.” (9988) “Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrāhīm dan Mūsā”; nasihat-nasihat yang disebutkan di dalam surat ini tertulis dalam lembaran kuno yang diturunkan kepada Ibrāhīm dan Mūsā. Dengan demikian, nasihat-nasihat di atas sama dalam seluruh syariat dan ditulis dalam kitab-kitab samawi, sebagaimana ditulis dalam al-Qur’ān ini.

Aspek Balaghah:

Dalam Sūrat-ul-A‘lā mengandung beberapa keindahan bahasa berikut:

Pertama, thibāq (kesesuaian): (لَا يَمُوْتُ) (tidak mati) dan (لَا يَحْيَى) (tidak hidup). Demikian juga: (الْجَهْرَ) (yang keras suaranya) dan (يَخْفَى) (apa yang tersembunyi).

Kedua, jinās isytiqāq: (نُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرَى) dan (فَذَكِّرْ الذِّكْرَى).

Ketiga, perbandingan antara: (سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَى) dan (وَ يَتَجَنَّبُهَا الْأَشْقَى).

Keempat, tidak menyebutkan maf‘ūl bih (obyek suatu kalimat) untuk menunjukkan kalimat itu bersifat umum:

خَلَقَ فَسَوَّى

Dia menciptakan maka menyempurnakan,” obyek dari “khalaqa” tidak disebutkan.

Demikian juga dalam: (قَدَّرَ فَهَدَى) “dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,” sebab yang dimaksudkan adalah Allah menciptakan segala sesuatu lalu menyempurnakannya dan menentukan kadar segala sesuatu lalu memberinya petunjuk.

Kelima, sajak tanpa dipaksakan. Dan ini banyak dijumpai dalam al-Qur’an. Dalam surat ini misalnya:

أَخْرَجَ الْمَرْعَى. فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى. سَنُقْرِؤُكَ فَلَا تَنْسَى.

Catatan Penting:

Suḥuf atau lembaran yang diberikan kepada Mūsā tapi bukan Taurat. Diriwayatkan bahwa Mūsā diberi sepuluh suḥuf dan semuanya berisi tauladan. Abū Dzarr r.a. berkata: “Kami bertanya kepada Nabi s.a.w. mengenai suḥuf Mūsā, apa isinya? Nabi s.a.w. menjawab: “Semuanya adalah tauladan. Aku kagum kepada orang yang meyakini kematian, bagaimana dia bergembira? Aku kagum kepada orang yang meyakini neraka, bagaimana dia tertawa? Aku kagum kepada orang yang melihat dunia dan perubahannya menuju kehancuran terhadap pemiliknya, bagaimana dia tentram kepadanya? Aku kagum kepada orang yang meyakini takdir, lalu dia lelah. Aku kagum kepada orang yang meyakini hari perhitungan, lalu di tidak berbuat.

Catatan:

  1. 991). Diriwayatkan Imam Aḥmad dari Ibnu ‘Abbās.
  2. 992). Al-Baḥr-ul-Muḥīth (8/458).
  3. 993). Lihat Rūḥ-ul-Ma‘ānī (30/104) dan at-Tasḥīl (4/193).
  4. 994). Mukhtasharu Ibni Katsīr (3/630).
  5. 995). Idem.
  6. 996). Al-Baḥr-ul-Muḥīth (8/459).
  7. 997). Ath-Thabarī berkata: “Bangsa ‘Arab jika mengatakan seseorang jatuh dalam kesulitan yang hebat, mereka berkata: “Dia tidak hidup dan tidak mati. Maka Allah berfirman kepada mereka dengan apa yang mereka kenal. Ath-Thabarī (30/59).
  8. 998). Tafsīr-ul-Khāzin (4/236).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *