Surah adh-Dhuha 93 ~ Tafsir al-Qur’an-ul-Majid an-Nur

Judul Buku:
TAFSĪR AL-QUR’ĀNUL MAJĪD AN-NŪR

JILID 4

Penulis: Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Diterbitkan oleh: Cakrawala Publishing

Surat Ke-93
ADH-DHUḤĀ

Surat adh-Dhuḥā bermakna saat matahari setinggi galah. Diturunkan di Makkah sesudah surat al-Fajr, terdiri dari 11 ayat.

A. KANDUNGAN ISI

Surat ini mengandung sumpah Allah, yang tidak membiarkan Muḥammad seorang diri dan membencinya. Selain itu menjelaskan bahwa akhirat adalah lebih baik daripada dunianya dan Allah akan memberikan apa yang dikehendaki-Nya kepada Muḥammad. Kemudian Allah memberi petunjuk kepada Muḥammad tentang budi yang mulia dan menyuruhnya supaya mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diterimanya.

B. KAITAN DENGAN SURAT SEBELUMNYA

Dalam surat yang telah lalu dijelaskan tentang orang yang bertaqwā dan menjauhkan diri dari neraka, sedangkan dalam surat ini diterangkan bahwa Allah yang telah menjadikan Muḥammad sebagai pemuka dari semua orang yang bertaqwā, memberikan kepadanya berbagai nikmat.

C. TAFSĪR SURAT ADH-DHUḤĀ

1. Allah Bersumpah dengan Awal Siang dan Malam Untuk Menenangkan Hati Nabi karena Terputusnya Wahyu.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Bismillāhirraḥmānirraḥīm
Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pemurah, yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya.

وَ الضُّحَى. وَ اللَّيْلِ إِذَا سَجَى. مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَ مَا قَلَى.

Wadh dhuḥā. Wal-laili idzā sajā. Mā wadda‘ka rabbuka wa mā qalā.
“Demi matahari mulai naik (waktu dhuḥā) (11). Demi malam apabila telah tenang (22). Tuhanmu tidak meninggalkan kamu dan tidak pula membencimu. (33) (QS. adh-Dhuḥā [93]: 1-3).

Allah bersumpah dengan dua tanda kebesaran-Nya: permulaan siang dan malam apabila telah gelap, untuk menegaskan bahwa Dia tidak membiarkan Muḥammad seorang diri. Juga tidak membencinya, seperti yang dituduhkan oleh orang-orang musyrik atau seperti yang disangka oleh Nabi s.a.w. sendiri.

Pada suatu ketika, Nabi memang cukup lama tidak menerima wahyu. Rasūlullāh merasa sangat gelisah, sehingga berkali-kali pergi ke bukit-bukit untuk menunggu datangnya wahyu. Orang-orang musyrik pun menyebar isu, yang menyebutkan Nabi tela ditinggalkan oleh Tuhannya, dan tidak ada lagi hubungan antara Muḥammad dan Tuhannya.

Menurut Ibnu Juraij, wahyu pernah terputus selama 12 hari. Ada juga yang mengatakan selama 14 hari.

وَ لَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْأُولَى.

Wa lal ākhiratu khairul laka minal ūlā.
“Dan sungguh, negeri akhirat lebih baik daripada dunia”. (QS. adh-Dhuḥā [93]: 4).

Kehidupanmu di masa mendatang, hai Muḥammad, adalah lebih baik daripada sekarang ini. Tiap hari kamu akan bertambah mulia dan bertambah tinggi derajatmu. Setiap saat Aku (Allah) akan memberikan kebesaran dan ketinggian kepadamu. Oleh karenanya, janganlah kamu menyangka bahwa Aku telah membiarkan kamu seorang diri atau Aku membencimu. Sebenarnya, sekarang kamu lebih dekat kepada Aku daripada waktu yang sudah-sudah.

وَ لَسَوْفَ يُعْطِيْكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى.

Wa lasaufa yu‘thīka rabbuka fa tardhā.
“Kelak Tuhahmu benar-benar akan memberikan (karunia-Nya) kepadamu, kemudian kamu bersenang hati.” (QS. adh-Dhuḥā [93]: 5).

Allah, kelak akan melimpahkan nikmat-Nya terus-menerus yang tiada putus kepadamu. Wahyu tidak akan dihentikan lagi dan kelak agamamu akan mengatasi semua agama yang lain. Kalimatmu akan tinggi dan kehidupanmu akan menjulang mengatasi semua kehidupan manusia.

2. Nikmat-nikmat yang Diberikan Allah kepada Muḥammad Sebelum Nubuwwah. Muḥammad Diminta Mensyukuri Nikmat Itu.

أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيْمًا فَآوَى.

A lam yajidka yatīman fa āwā.
“Bukankah Dia mendapati kamu seorang yatim, lalu Dia melindungimu?” (QS. adh-Dhuḥā [93]: 6).

Bukankah kamu seorang yatim yang tidak lagi berayah, yang memperhatikan pendidikanmu dan mengurus semua keperluanmu? Ketika itu, Allah-lah yang melindungi kamu dan menjagamu serta menjauhkan kamu dari segala perilaku jahiliyyah yang kotor sehingga kamu mencapai puncak kesempurnaan manusia.

Sebagian orang menerjemahkan: Lalu Allah memberikan orang yang melindungi kamu.

وَ وَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى.

Wa wajadaka dhāllan fa hadā.
“Kamu juga didapatinya seorang yang tiada mengetahui jalan yang harus ditempuh, lalu ditunjuki-Nya.” (44) (QS. adh-Dhuḥā [93]: 7).

Allah juga mendapati kamu seorang yang tidak mengetahui apa yang harus kamu kerjakan. Walaupun kamu mempunyai kepercayaan bahwa kaummu berada dalam kesesatan dan menyembah berhala, sehingga Allah memberikan petunjuk kepadamu.

Rasūlullāh merasa bahwa kaumnya berada dalam kesesatan, lalu mempertimbangkan kebenaran agama Yahudi. Tetapi kemudian beliau menemukan bahwa perilaku orang Yahudi pun tidak lebih baik daripada kehidupan orang ‘Arab. Sebab, ajaran agama Yahudi telah ditukar-tukar atau diubah oleh para pemeluknya sendiri. Kemudian Nabi mempertimbangkan agama ‘Īsā. Namun justru beliau menemukan perilaku orang-orang Nashrani itu lebih buruk lagi memang seorang yang ummi, tidak dapat membaca dan tidak dapat menulis, serta tidak mengetahui apa yang dikandung oleh ajaran agama-agama itu. Nabi pun tidak mengetahui, jalan apa yang harus ditempuh untuk memperbaiki kaumnya dan memperbaiki i‘tiqad-i‘tiqad (kepercayaan) mereka.

Akan tetapi Allah tidak membiarkan Muḥammad dalam kegelisahannya itu. Bahkan, kemudian melanjutkan pemberian wahyu dan mengangkatnya sebagai Rasūl.

وَ وَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى.

Wa wajadaka ‘ā’ilan fa aghnā.
“Dia mendapati kamu seorang yang fakir, kemudian memberikan kecukupan.” (QS. adh-Dhuḥā [93]: 8).

Kamu, Muḥammad, adalah seorang yang fakir. Ayahmu tidak meninggalkan harta warisan, selain seekor unta dan seorang jariyah (budak perempuan). Allah telah memberikan kepadamu laba perniagaan dan pemberian-pemberian lain dari Khadījah sehingga kamu menjadi seorang yang berkecukupan. Khadījah, saudagar ‘Arab yang cukup terpandang, memberikan modal untuk Muḥammad berdagang, bahkan kemudian menjadi suaminya.

Ringkasnya, waktu masih yatim diberikan kepadamu orang yang melindungi. Waktu masih fakir, diberikan kepadamu orang yang mencukupkan kebutuhan rezeki, dan sewaktu kamu tidak mengetahui jalan yang benar, kamu diberi petunjuk.

فَأَمَّا الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْ.

Fa ammal yatīma falā taqhar.
“Adapun terhadap anak yatim, janganlah kamu bersikap kasar.” (QS. adh-Dhuḥā [93]: 9).

Janganlah kamu perlakukan anak yatim secara kasar, dan jangan pula kamu menghinanya. Tetapi didiklah anak-anak yatim dengan perilaku utama supaya mereka menjadi warga yang berguna bagi masyarakat.

وَ أَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ.

Wa ammas sā’ila falā tanhar.
“Adapun orang yang meminta-minta, janganlah kamu membentaknya.” (55) (QS. adh-Dhuḥā [93]: 10).

Janganlah kamu membentak atau mengusir orang yang datang meminta-minta. Tetapi berilah mereka apa yang bisa kamu berikan atau tolaklah permintaannya dengan lemah-lembut. Demikian pula seharusnya kita memperlakukan orang yang bertanya tentang sesuatu hal.

وَ أَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

Wa ammā bini‘mati rabbika fa ḥaddits.
“Hendaklah kamu jalankan kesyukuranmu terhadap nikmat Tuhanmu”. (QS. adh-Dhuḥā [93]: 11).

Limpahkan pemberianmu kepada orang fakir, dan limpahkanlah nikmat-nikmat lain kepada orang yang memerlukan. Dengan cara itu berarti kamu mensyukuri Allah atas nikmat-nikmatNya.

Ayat ini tidaklah dimaksudkan agar kita membeberkan kekayaan kita satu demi satu, sebab hal tersebut tidak mencerminkan sikap yang baik. Menurut riwayat al-Ḥākim, kita hendaklah membaca takbir setelah mengakhiri pembacaan surat adh-Dhuḥā dan surat-surat yang sesudahnya. Sedangkan Mujāhid mengatakan, takbir hanya dibacakan sesudah surat adh-Dhuḥā saja. (66).

D. KESIMPULAN SURAT.

Dalam ayat-ayat ini, Allah menjelaskan bahwa Dia telah melimpahkan beberapa nikmat yang besar kepada Muḥammad sebelum beliau menjadi Rasūl. Kalau demikian halnya, tentulah Allah tidak akan membiarkan Muḥammad dalam keadaan yang tidak baik sesudah diangkat menjadi Rasūl.

Pada akhirnya, Allah mencegah Muḥammad berlaku kasar terhadap anak yatim dan membentak orang yang meminta-minta. Kemudian Allah menyuruh Muḥammad bersyukur terhadap nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya.

Catatan:

  1. 1). Kaitkan dengan QS. al-Lail [92].
  2. 2). Kaitkan dengan QS. al-Lail [92].
  3. 3). Baca kisah Lūth dalam QS. asy-Syu‘arā’ [26].
  4. 4). Kaitkan dengan QS. an-Nisā’ [4]: 113, QS. asy-Syūrā [42]: 52.
  5. 5). Baca QS. al-Ma‘ārij [70]: 24-25.
  6. 6). Baca al-Qurthubī XX: 103.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *