Surah adh-Dhuha 93 ~ Tafsir al-Jailani

Dari Buku: TAFSIR al-Jaelani
Oleh: Syekh ‘Abdul-Qadir Jaelani
Penerjemah: Abdul Hamid

Penerbit: PT. SAHARA intisains

Surah ke 093; 11 ayat

Adh-Dhuḥā

(waktu matahari sepenggalan naik).

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Pembuka Surah adh-Dhuḥā

Orang yang telah berada dalam kubah keagungan Ilahi dan meniadakan diri dalam identitas-Nya; pasti mengetahui bahwa semua keadaan hamba, akhlak mereka, dan perkembangan mereka – setelah mereka terbebas dari kebutuhan kemanusiaan dan disifati dengan toga (jubah; baju terusan; kaftan; gaun terusan panjang) ketuhanan -, akan dikembalikan kepada Allah s.w.t., disandarkan kepada-Nya, dan berasal dari-Nya. Pada saat itu, mereka berada dalam perlindungan dan pengasuhan-Nya. Dia mengawasi mereka sekehendak-Nya sesuai dengan tujuan hikmah-Nya yang agung.

Tidak diragukan lagi bahwa manusia paling utama yang berakhlak dengan akhlak Allah s.w.t. dan paling baik yang masuk dalam perlindungan dan pengasuhan-Nya serta bersemayam dalam sebagian besar sifat ketuhanan-Nya, adalah nabi kita, Muhammad s.a.w.

Karena itulah Allah s.w.t. berbicara kepada Nabi s.a.w. dengan perkataan yang lembut dan mulia, serta menghiburnya saat kaum musyrik melakukan kebohongan tentang dirinya dengan menyatakan kalau Dia telah membenci dan meninggalkan dirinya.

Allah s.w.t. berlebih-lebihan dalam menghiburnya. Ini terlihat saat Dia bersumpah dengan berbagai ciptaan-Nya yang berdapat dalam surah adh-Dhuḥā. Setelah memberikan keberkahan, Allah s.w.t. berfirman: (بِسْمِ اللهِ) [Dengan menyebut nama Allah] yang membantu kekasih-Nya hingga mengeluarkannya dari watak kemanusiaan yang sempit menuju cakrawala ketuhanan yang sangat luas, (الرَّحْمنِ) [Yang Maha Pemurah] kepada semua hamba-Nya saat Dia mengutus kekasih-Nya kepada mereka sebagai rahmat bagi alam semesta, (الرَّحِيْمِ) [lagi Maha Penyayang] kepada orang-orang khusus yang berada di antara mereka dengan cara memberi petunjuk kepada orang-orang khusus tersebut untuk mengikuti kekasih-Nya supaya mereka dapat sampai ke taman keridhaan dan surga penyerahan diri.

Ayat 1.

(وَ الضُّحَى) [Demi waktu matahari sepenggalan naik] maksudnya; atas nama terbitnya matahari zat keesaan yang kekal, saat munculnya pancaran agama Muhammad.

Ayat 2.

(وَ اللَّيْلِ إِذَا سَجَى) [Dan demi malam apabila telah sunyi] maksudnya; atas nama sempurnanya kejernihan yang memantul dari alam gelap ketuhanan, yang menutupi semua cahaya dan sinar – yang berbeda-beda – yang terlihat di alam gaib dan alam nyata, yang disalin dari nama-nama dan sifat-sifat yang diperlukan untuk memperbanyak pertumbuhan di alam keutamaan.

Ayat 3.

(مَا وَدَّعَكَ) [Tidak meninggalkanmu] dan tidak akan memutuskan hubungan sama sekali denganmu, (رَبُّكَ) [Rabbmu] yang telah mengasuhmu dalam perlindungan-Nya dan memilihmu untuk diri-Nya, (وَ مَا قَلَى) [serta tidak (pula) benci kepadamu] maupun marah kepadamu. Maksudnya: wahai Muhammad, janganlah kamu merasa sedih saat mendengarkan perkataan kaum musyrik dan persangkaan mereka terhadapmu, di mana mereka mengira kalau Rabbmu telah meninggalkan dan membencimu di dunia. Padahal Dia telah menjagamu dan akan berdampingan denganmu saat kamu berada di akhirat.

Ayat 4.

(وَ لَلْآخِرَةُ) [Dan sesungguhnya akhirat itu], yang menjadi tempat munculnya watak ketuhananmu, adalah (خَيْرٌ لَّكَ) [lebih baik bagimu] dan lebih layak bagi keadaanmu (مِنَ الْأُولَى) [dari permulaan], yakni dari dunia yang menjadi tempat munculnya watak kemanusiaanmu.

Sebab bagaimana mungkin akhirat tidak menjadi tempat yang lebih baik bagimu daripada dunia, sedang akhirat itu kekal sesuai dengan kekekalan Allah s.w.t. dan akan terus ada sesuai dengan keberadaan Diri-Nya yang tiada berakhir. Adapun dunia itu bersifat baru dan mengalami kebinasaan. Bahkan ia sama sekali tidak berharga, penuh dengan kedustaan, dan akan binasa dengan binasanya semua makhluk dan tidak bergunanya semua benda serta perhiasan yang dihasilkan darinya.

Ayat 5.

(وَ) [Dan] janganlah kamu merasa sedih dengan igauan orang-orang sesat, wahai Nabi yang bersemayam di atas jalan keadilan tuhan. Sebab (يُعْطِيْكَ رَبُّكَ) [kelak pasti Rabbmu memberikan karunia-Nya kepadamu] setelah kamu membebaskan diri dari pakaian watak kemanusiaanmu dan menanggalkan kebutuhan kemanusiaanmu terhadap kelezatan yang bersifat Ilahi, yang esensinya tidak dapat dirasakan kecuali oleh orang yang disifati dengan sifat ketuhanan dan telah mencicipi kelezatan tersebut; (فَتَرْضَى) [lalu kamu ridha] pada saat itu kepada Rabbmu dan Dia pun ridha kepadamu.

Setelah kamu mendengarkan janji ilahiyah-Nya, wahai Rasul yang paling sempurna, ingatlah kedermawanan Rabbmu yang telah dikaruniakan kepadamu dan tunggulah kedermawanan-Nya yang lain, yang akan didatangkan kepadamu nanti.

Ringkasnya, janganlah kamu merasa putus asa mengharapkan karunia Allah s.w.t. dan rahmat-Nya. Jadi mengapa kamu harus merasa putus asa, wahai Nabi yang tenggelam dalam lautan kelembutan dan kedermawanan-Nya?

Ayat 6.

(أَلَمْ يَجِدْكَ) [Bukankah Dia mendapatimu] berada dalam keadaan (يَتِيْمًا) [sebagai seorang yatim] yang tanpa pembimbing maupun pemberi petunjuk, (فَآوَى) [lalu Dia melindungimu], menggabungkanmu dengan-Nya, menarikmu kepada-Nya, dan menyandingkan namamu dengan nama-Nya.

Ayat 7.

(وَ وَجَدَكَ ضَالًّا) [Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung] tanpa pemimpin dan hukum, dan disibukkan oleh keperluan-keperluan duniawi: (فَهَدَى) [lalu Dia memberikan petunjuk] kepadamu menuju Islam dan mengantarkanmu kepada kemurnian tauhid dan ma‘rifat.

Ayat 8.

(وَ وَجَدَكَ عَائِلًا) [Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan] dan fakir, menurut kemampuanmu dan kebutuhan kemanusiaanmu yang diwariskan kepadamu dari watak kemanusiaanmu: (فَأَغْنَى) [lalu Dia memberikan kecukupan]; yaitu mencukupimu dengan kekayaan-Nya setelah sebelumnya Dia membinasakanmu di dalam kekayaan-Nya, dan memuliakanmu dengan toga ketuhanan setelah sebelumnya Dia mengeluarkanmu dari pakaian kemanusiaan.

Jadi setelah kamu menjadi seorang yatim, Allah s.w.t. melindungimu; setelah Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, Dia memberi petunjuk kepadamu; dan setelah Dia mendapatimu sebagai seorang yang fakir, Dia mencukupi kebutuhanmu. Ringkasnya, Allah s.w.t. telah memuliakanmu, memilihmu, dan mengagungkanmu.

Ayat 9.

(فَأَمَّا الْيَتِيْمَ) [Adapun terhadap anak yatim] yang tanpa pembimbing maupun pemberi petunjuk, (فَلَا تَقْهَرْ) [maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang]. Pada saat ia pergi menemuimu untuk meminta petunjuk, janganlah kamu menghalangi maupun mengusirnya. Bicaralah kepadanya sesuai dengan kesiapannya dan penerimaannya, di mana kamu dapat mengantarkannya dan memberi petunjuk kepadanya untuk menempuh jalan permintaan dan keinginan.

Ayat 10.

(وَ أَمَّا السَّائِلَ) [Dan terhadap orang yang minta-minta] simpanan hatimu dan rahasia-rahasia ketuhanan yang dititipkan kepadamu, (فَلَا تَنْهَرْ) [maka janganlah kamu menghardiknya], menghindarinya, maupun menolak permintaannya. Bahkan sebaliknya, kamu harus bersikap baik padanya – sebagaimana Alalh s.w.t. telah bersikap baik kepadamu – sesuai dengan kemampuan dan kesiapannya.

Ayat 11.

(وَ أَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ) [Dan terhadap nikmat Rabbmu] dan hidayah serta petunjuk-Nya, (فَحَدِّثْ) [maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya] wahai Rasul yang paling sempurna, beserta orang-orang yang meminta petunjuk dan kesempurnaan. Sebab berita yang kamu sampaikan tentang tujuan agama, rahasia ma‘rifat, dan keyakinan kepada kaum Mu’min yang mencari petunjuk dan meminta keperluan; adalah bentuk rasa syukurmu atas kenikmatan Allah s.w.t., sebagai bentuk penunaian hak-hak kemuliaan-Nya, dan untuk lebih bisa menarik kenikmatan dan keutamaan-Nya.

 

Penutup Surah adh-Dhuhā

Wahai pengikut Muhammad yang bergantung pada sejumlah kenikmatan Allah s.w.t. yang dilimpahkan kepadamu; kamu harus terus-menerus menunaikan hak dari kenikmatan besar dan kemuliaan agung yang telah sampai kepadamu. Dalam semua waktu dan keadaanmu, kamu harus senantiasa membicarakan kemuliaan Rabbmu dan bersyukur kepada-Nya atas semua kebaikan dan kenikmatan yang diberikan kepadamu di dunia dan yang dijanjikan untukmu di akhirat.

Ringkasnya, jadilah kamu sebagai orang yang mensyukuri nikmat Allah s.w.t. dan membicarakan hak-hak kemuliaan-Nya. Dan janganlah kamu menjadi golongan orang-orang yang lupa dengan keadaannya sendiri. Bertasbihlah dengan memuji Rabbmu di pagi dan sore hari.