Kengerian Hari Kiamat & Kondisi Pelaku Kebajikan Pada Hari Itu – Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir al-Wasith (2/4)

Dari Buku:

Tafsīr al-Wasīth
(Jilid 3, al-Qashash – an-Nās)
Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Penerjemah: muhtadi, dkk.
Penerbit: GEMA INSANI

Rangkaian Pos: Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir al-Wasith

KENGERIAN HARI KIAMAT DAN KONDISI PELAKU KEBAJIKAN PADA HARI ITU.

Hari kiamat mengandung berbagai bentuk kengerian dan kesedihan, serta keterkejutan-keterkejutan dan bencana-bencana. Dimulai dengan tiupan keterkejutan yang ditiup oleh Isrāfīl pada sangkakala (yaitu tanduk yang ditiup), tiupan itu disertai dengan kebinasaan, kemudian diikuti dengan tiupan kebangkitan. Setelah tiupan pertama, bumi dan gunung-gunung dibenturkan, langit terbelah, bintang-bintang dan planet-planet berhamburan. Kemudian diberlakukan penghitungan ‘amal bagi para pelaku kebajikan: merekalah yang mendapatkan kitab catatannya dengan tangan kanan, mereka tenteram di dalam kehidupan nyaman dan abadi, di dalam surga penuh keni‘matan. Sedangkan pendosa: mereka adalah orang-orang sengsara yang menerima kitab catatannya dengan tangan kiri atau dari belakang punggung mereka, mereka disiksa di dalam neraka Jaḥīm disebabkan kekafiran dan berpalingnya mereka dari kebaikan. Seperti yang terbaca jelas di dalam beberapa ayat berikut:

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّوْرِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ. وَ حُمِلَتِ الْأَرْضُ وَ الْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً. فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ. وَ انْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ. وَ الْمَلَكُ عَلَى أَرْجَائِهَا وَ يَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ. يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُوْنَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ. فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ فَيَقُوْلُ هَاؤُمُ اقْرَؤُوْا كِتَابِيَهْ. إِنِّيْ ظَنَنْتُ أَنِّيْ مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ. فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّاضِيَةٍ. فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ. قُطُوْفُهَا دَانِيَةٌ. كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا هَنِيْئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ.

69: 13. Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup,
69: 14. dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali benturan.
69: 15. Maka pada hari itu terjadilah hari Kiamat,
69: 16. dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi rapuh.
69: 17. Dan para malaikat berada di berbagai penjuru langit. Pada hari itu delapan malaikat menjunjung ‘Arasy (singgasana) Tuhanmu di atas (kepala) mereka.
69: 18. Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tidak ada sesuatu pun dari kamu yang tersembunyi (bagi Allah).
69: 19. Adapun orang-orang yang kitabnya diberikan di tangan kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”.
69: 20. Sesungguhnya aku yakin, bahwa (suatu saat) aku akan menerima perhitungan terhadap diriku.
69: 21. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai,
69: 22. dalam surga yang tinggi.
69: 23. Buah-buahannya dekat,
69: 24. (kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan ni‘mat karena ‘amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”.
(al-Ḥāqqah [69]: 13-24).

 

Di dalam rangkaian ayat ini Allah menyebutkan perkara kiamat. Permulaan kejadiannya adalah ketika Isrāfīl meniup sangkakala pertama kali, yang diikuti dengan hancurnya alam semesta dan terjadinya keterkejutan dan kebinasaan. Lalu diikuti dengan tiupan kebangkitan. Ada yang berpendapat: Tiupan itu terjadi tiga kali; tiupan keterkejutan, tiupan kebinasaan dan tiupan kebangkitan.

Setelah tiupan pertama gunung-gunung diangkat dari tempat kedudukannya atas kuasa Allah s.w.t., lalu dibenturkan satu sama lain sekali benturan, sehingga semuanya menyatu dengan bumi menjadi satu hamparan, menjadi bukit-bukit pasir yang berhamburan, berserakan dan bersebaran ke sana ke mari. Pada hari itulah terjadi kiamat. Firman Allah: “waqa‘t-il-wāqi‘ah”, ya‘ni terjadilah hari kiamat dan malapetaka yang besar.

Langit terbelah, sehingga ketika itu ia menjadi rapuh dan lapuk, bagian-bagiannya tidak saling bekaitan dengan erat. Langit dan bumi berubah dengan perubahan yang nyata dan jelas terlihat. Umat manusia dihadapkan kepada Allah s.w.t. untuk menjalani perhitungan ‘amal.

Para malaikat berada di segenap penjuru langit dalam posisi siap sedia menunaikan perintah Allah. Pada hari itu delapan malaikat menjunjung ‘Arasy Rabbmu di atas kepala para malaikat yang berada di segenap penjuru langit tersebut. Firman Allah: “al-malaku”, adalah kata jenis, maksudnya adalah malaikat. Kata ganti pada firman Allah, “arjā’ihā”, kembali kepada langit, ya‘ni di segenap penjuru langit. Artinya, para malaikat berada di segenap penjuru dan sisi langit. Menurut pengertian bahasa, ‘Arasy adalah singgasana raja. ‘Arasy adalah makhluq Allah s.w.t. yang paling agung, kita mengimani keberadaannya dan menyerahkan perkara sifat-sifatnya kepada Allah s.w.t.

Pada hari itu umat manusia dihadapkan kepada Allah s.w.t. untuk diberlakukan perhitungan ‘amal kepada mereka. Dan tidak ada sesuatupun dari dzāt, perkataan, perbuatan dan segenap perkara kalian yang tersembunyi bagi Allah, apapun dan bagaimana pun sesuatu itu. Allah s.w.t. mengetahui rahasia dan yang tersembunyi. Ini merupakan ancaman dan peringatan.

Setelah diberlakukannya penghitungan, umat manusia terbagi dua: golongan yang berbahagia yaitu pelaku kebajikan dan golongan yang sengsara yaitu para pendosa.

Pelaku kebajikan: mereka adalah orang-orang yang menerima kitab catatan ‘amal yang dicatat oleh para malaikat penjaga dengan tangan kanan. Maka orang yang berbahagia dari golongan kanan berkata kepada setiap orang yang dijumpainya: “Ambillah kitab-ku ini dan bacalah isinya.” Karena ia mengetahui bahwa dirinya termasuk orang-orang yang selamat, setelah sebelumnya ketakutan dan panik sama seperti kondisi penduduk mahsyar yang lain, sebagaimana firman Allah s.w.t.: “Sesungguhnya aku yakin, bahwa (suatu saat) aku akan menerima perhitungan terhadap diriku.” Ya‘ni, aku yakin dan mengetahui bahwa aku akan menghadapi perhitungan ‘amalku pada hari ini, sehingga Allah menghukumku atas segala kesalahanku, akan tetapi Allah memberiku karunia berupa ampunan, Dia tidak menghukumku karena kesalahanku. Ayat ini mengungkapkan keimanan orang yang berbahagia tersebut kepada kebangkitan dan berbagai peristiwa lainnya, ia menyatakan: “Aku telah mengetahui dan yakin selagi di dunia bahwa aku akan menjalani perhitungan amal di akhirat, bahwa hari (perhitungan) ini pasti terjadi, tidak bisa tidak.” Qatādah berkata: “Ia (orang yang dimaksud di dalam ayat tersebut) menduga dengan dugaan penuh keyakinan, maka dugaannya memberinya manfaat, namun suatu kaum menduga dengan dugaan bercampur keraguan, sehingga mereka menjadi sengsara.”

Kesudahan orang yang berbahagia ini: Setelah menerima kitabnya dengan tangan kanannya, ia menjalani kehidupan yang diridhai atau penuh keridhaan, terbebas dari segala kerendahan, kehidupan yang tidak dibenci, yaitu di surga yang tinggi tempatnya dan mulia kedudukannya, selalu membahagiakan, buah-buahannya dekat terjangkau oleh siapa saja sesuai kenyamanannya, bisa diraih oleh orang yang berdiri, duduk atau sedang berbaring. Kata quthūf adalah bentuk jama‘ dari kata qathf, yaitu buah-buahan yang dipetik. Kedekatannya: ia datang sesuai keinginan, sehingga orang yang sedang berdiri, duduk dan berbaring bisa memakannya, ia memenuhi keinginan orang itu langsung dari pohonnya.

Dikatakan kepada orang-orang yang berbahagia itu oleh para malaikat yang baik. Wahai orang-orang yang bertaqwa dan melakukan kebajikkan, makanlah di dalam surga ini makanan-makanannya yang baik dan buah-buahannya, minumlah minuman-minumannya yang lezat. Makan dan minumlah dengan ni‘mat, ya‘ni tanpa ada kekeruhan dan kesusahan dalam meni‘matinya, sebagai balasan atas ‘amal perbuatan kalian, dan disebabkan ‘amal shalih yang telah kalian kerjakan di dunia. “Hari-hari yang telah lalu”, adalah hari-hari dunia, sebab ketika di akhirat hari-hari dunia itu telah berlalu dan berakhir. “aslaftum”, ya‘ni yang telah kamu kerjakan.

Yang demikian itu adalah karunia, anugerah, keni‘matan dan kebaikan Allah atas diri mereka, berdasarkan hadits shaḥīḥ dari Rasūlullāh s.a.w., beliau bersabda:

اِعْمَلُوْا وَ سَدِّدُوْا وَ قَارِبُوْا، وَ اعْلَمُوْا أَنَّ أَحَدًا لَنْ يُدْخِلَهُ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، قَالُوْا: وَ لَا أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: وَ لَا أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِرَحْمِةٍ مِنْهُ وَ فَضْلٍ.

Ber‘amallah, berpeganglah dengan kebenaran dan bersungguh-sungguhlah. Dan ketahuilah bahwa ‘amal seseorang tidak akan memasukkannya ke dalam surga.” Para sahabat bertanya: “Tidak juga engkau wahai Rasūlullāh?” Beliau menjawab: “Tidak juga aku, melainkan Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepadaku.”

Masuk surga merupakan karunia. Rahmat dan kebaikan dari Allah. Adapun perbedaan manusia-manusia shalih dalam tingkatan-tingkatan mereka di surga adalah disesuaikan dengan perbedaan keutamaan ‘amal perbuatan mereka. Inilah yang dinyatakan dengan jelas oleh al-Qur’ān-ul-Karīm di dalam firman Allah s.w.t.: “mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka): “Salāmun ‘alaikum, masuklah ke dalam surga karena apa yang telah kamu kerjakan.” (an-Naḥl: 32). Demikianlah penggabungan ma‘na yang sesuai antara berbagai ayat dan hadits nabawi.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *