Asbab-un-Nuzul Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir al-Jalalain

Dari Buku:
Tafsir Jalalain.
(Jilid 4. Dari Sūrat-uz-Zumar sampai Sūrat-un-Nās)
Oleh: Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

ASBĀB-UN-NUZŪL

SŪRAT-UL-MUDDATSTSIR

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Asy-Syaikhain telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Jābir r.a. yang telah menceritakan, bahwa Rasūlullāh s.a.w. telah bersabda: “Aku telah menyepi di dalam gua Hirā’ selama satu bulan. Setelah aku merasa cukup tinggal di dalamnya selama itu, lalu aku turun dan beristirahat di suatu lembah. Tiba-tiba ada suara yang memanggilku, akan tetapi aku tiada melihat seseorang pun. Lalu aku mengangkat muka ke langit, tiba-tiba aku melihat malaikat yang telah mendatangiku di gua Hira’ menampakkan dirinya. Lalu aku kembali ke rumah, dan langsung mengatakan: “Selimutilah aku.” Maka Allah menurunkan firman-Nya:

Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! (al-Muddatstsir [74]: 1-2).

Imām Thabrānī telah mengetengahkan sebuah hadits dengan sanad yang lemah melalui Ibnu ‘Abbās r.a. Bahwasanya al-Walīd ibn-ul-Mughīrah mengundang orang-orang Quraisy untuk makan bersama di rumahnya. Maka setelah mereka selesai makan, lalu al-Walīd berkata: “Bagaimanakah menurut pendapat kalian tentang lelaki itu (yakni Muḥammad)?”

Sebagian di antara mereka ada yang mengatakan, bahwa dia adalah tukang sihir. Sebagian yang lain lagi mengatakan, bahwa dia bukan tukang sihir. Sebagian lainnya mengatakan, bahwa dia adalah tukang tenung. Sebagian yang lain lagi mengatakan, bahwa dia bukan tukang tenung. Sebagian diantara mereka ada pula yang mengatakan, bahwa dia adalah penyair. Sebagian yang lainnya lagi mengatakan bahwa dia bukan penyair. Sebagian yang lainnya lagi ada yang mengatakan, bahwa al-Qur’ān yang dikatakannya itu sihir yang ia pelajari sebelumnya.

Akhirnya berita tersebut sampai juga kepada Nabi s.a.w. maka Nabi s.a.w. menjadi sedih karenanya, lalu ia menyelimuti seluruh tubuhnya. Maka pada saat itulah Allah menurunkan firman-Nya:

Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! (al-Muddatstsir [74]: 1-2).

Sampai dengan firman-Nya:

Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah. (al-Muddatstsir [74]: 7).

Imām Ḥākim di dalam Kitāb Shaḥīḥ-nya telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Ibnu ‘Abbās r.a. bahwasanya pada suatu hari al-Walīd ibn-ul-Mughīrah datang kepada Nabi s.a.w., lalu Nabi s.a.w. membacakan kepadanya al-Qur’ān. Seolah-olah al-Walīd luluh hatinya mendengar bacaannya itu. Hal ini terdengar oleh Abū Jahal, maka dengan segera Abū Jahal mendatangi al-Walīd dan langsung berkata kepadanya: “Hai paman, sesungguhnya kaummu bermaksud menghimpun harta atau dana untuk kamu berikan kepada Muḥammad, dan sesungguhnya kamu telah mendatangi Muḥammad untuk menawarkannya”. Al-Walīd menjawab: “Sesungguhnya orang-orang Quraisy telah mengetahui, bahwa aku adalah orang yang paling banyak hartanya di antara mereka.” Abū Jahal berkata: “kalau begitu, maka katakanlah sehubungan dengan Muḥammad ini, suatu perkataan yang sampai kepada kaummu, bahwasanya kamu benar-benar ingkar kepadanya dan bahwa kamu benci kepadanya.”

Al-Walīd menjawab: “Apakah yang harus ku katakan, demi Allah tiada seorang pun di antara kalian yang lebih mengetahui tentang syair selain aku, dan tidak pula tentang Rajaz-nya dan tidak pula tentang qashīdah-nya selain dari aku, dan tidak pula tentang syair-syair jin. Demi Allah apa yang telah dikatakannya itu tiada sedikit pun kemiripannya dengan hal-hal tersebut. Demi Allah, sesungguhnya di dalam perkataannya itu benar-benar terkandung keindahan yang memukau; dan sesungguhnya apa yang dikatakannya itu bercahaya pada bagian atasnya, dan bagian bawahnya sangat cemerlang. Sesungguhnya apa yang dikatakannya itu (yakni al-Qur’ān) benar-benar tinggi dan tiada sesuatu pun yang lebih tinggi daripadanya, dan sesungguhnya apa yang dikatakannya itu benar-benar dapat menghancurleburkan apa-apa yang ada di bawahnya.”

Abū Jahal mengatakan: “Kaummu pasti tidak akan senang kepadamu sebelum kamu mengatakan hal-hal yang dibuat-buat mengenai dia”. Al-Walīd berkata: “Kalau begitu, biarkanlah aku berpikir barang sejenak.” Setelah ia berpikir lalu berkata: “Ya, al-Qur’ān ini adalah sihir yang ia pelajari dari orang lain”. Maka turunlah ayat ini, yakni firman-Nya:

Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. (al-Muddatstsir [74]: 11).

Sanad hadits ini berpredikat shaḥīḥ, dengan syarat Imām Bukhārī, artinya disebutkan di dalam kitāb shaḥīḥ-nya.

Imām Ibnu Jarīr dan Imām Ibnu Abī Ḥātim, kedua-duanya telah mengetengahkan pula hadits yang serupa, hanya hadits yang diriwayatkannya ini melalui jalur-jalur periwayatan yang lain.

Imām Ibnu Abī Ḥātim dan Imām Baihaqī di dalam kitab al-Ba‘ts-nya, kedua-duanya telah mengetengahkan sebuah hadits melalui al-Barrā’, bahwasanya ada segolongan orang-orang Yahudi bertanya kepada seseorang di antara sahabat Nabi s.a.w. tentang juru kunci neraka Jahannam. Lalu sahabat yang ditanya itu melaporkan hal tersebut kepada Nabi s.a.w. maka pada saat itu juga turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya:

Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (al-Muddatstsir [74]: 30).

Ibnu Abī Ḥātim telah mengetengahkan pula hadits lainnya melalui Ibnu Isḥāq yang telah menceritakan, bahwa pada suatu hari Abū Jahal berkata: “Hai kaum Quraisy, Muḥammad menduga, bahwa tentara Allah yang akan mengadzab kalian di neraka berjumlah sembilan belas malaikat. Sedangkan kalian adalah manusia yang jauh lebih banyak jumlahnya, maka apakah mampu seratus orang laki-laki di antara kalian melawan satu malaikat di antara malaikat-malaikat penjaga neraka yang sembilan belas itu?” Maka Allah menurunkan firman-Nya:

Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan malaikat….. (al-Muddatstsir [74]: 31).

Ibnu Abī Ḥātim telah mengetengahkan pula hadits yang serupa, hanya kali ini ia mengetengahkan melalui Qatādah yang telah menceritakan, bahwa telah diceritakan kepada kami; selanjutnya Qatādah menuturkan hadits yang sama.

Imām Ibnu Abī Ḥātim telah mengetengahkan pula melalui as-Suddī yang telah menceritakan, bahwa setelah ayat ini diturunkan, yakni firman-Nya:

Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (al-Muddatstsir [74]: 30).

Maka seseorang lelaki dari kalangan kaum Quraisy yang dikenal dengan julukan Abul-Asyadd (si perkasa) mengatakan: “Hai kaum Quraisy, janganlah sekali-kali kalian merasa ngeri menghadapi sembilan belas malaikat itu. Aku akan membela kalian dengan tangan kananku ini untuk menghadapi sepuluh malaikat, dan tangan kiriku ini untuk menghadapi sembilan malaikat lainnya.” Maka Allah menurunkan firman-Nya:

Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan malaikat….. (al-Muddatstsir [74]: 31).

Imām Ibn-ul-Mundzir telah mengetengahkan sebuah hadits melalui as-Suddī yang telah menceritakan, bahwa orang-orang kafir telah mengatakan, seandainya Muḥammad ini benar ucapannya, maka hendaknyalah dia mendatangkan lembaran yang ditempelkan pada tiap-tiap orang di antara kami, di dalamnya tertulis kebebasan dan aman dari siksa neraka. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya:

Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka. (al-Muddatstsir [74]: 52).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *