Asbab-un-Nuzul Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Jalalain (3/3)

Dari Buku:
Tafsir Jalalain.
(Jilid 4. Dari Sūrat-uz-Zumar sampai Sūrat-un-Nās)
Oleh: Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Jalalain

ASBĀB-UN-NUZŪL

SŪRAT-UL-JINN

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Imām Bukhārī dan Imām Tirmidzī serta lain-lainnya, semuanya telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Ibnu ‘Abbās r.a.

Ibnu ‘Abbās r.a. telah menceritakan, bahwa Rasūlullāh s.a.w. belum pernah membacakan al-Qur’ān secara langsung kepada jinn dan belum pernah pula beliau melihat mereka. Akan tetapi pada suatu hari Rasūlullāh s.a.w. berangkat bersama serombongan sahabat-sahabatnya dengan tujuan pasar Ukazh. Pada masa itu berita langit sudh ditutup rapat-rapat di muka syaithan; antara langit dan syaithan sudah dihalangi oleh panah-panah berapi yang ditugaskan untuk menjaga langit. Akhirnya syaithan-syaithan (jinn-jinn) itu kembali kepada kaumnya. Lalu mereka berkata: “Tiada lain hal ini (penghalang langit ini) kecuali karena ada sesuatu yang telah terjadi. Maka pergilah kalian ke arah timur dan arah barat dari bumi ini, kemudian perhatikan oleh kalian apa yang menjadi penyebab adanya hal ini. Sekarang berangkatlah kalain.”

Segolongan jinn yang ditugaskan untuk memeriksa daerah Tihāmah berangkat, lalu mereka bertemu dengan Rasūlullāh s.a.w. yang pada saat itu sedang berada di lembah Nakhlah. Pada saat itu Rasūlullāh s.a.w. sedang mengerjakan shalat dengan para sahabatnya, yakni shalat Shubuḥ.

Sewaktu mereka mendengar bacaan al-Qur’ān, lalu mereka mendengarkan bacaan al-Qur’ān Rasūlullāh dengan sungguh-sungguh. Lalu mereka berkata: “Ini, demi Allah, adalah yang menghalang-halangi kalian untuk sampai kepada berita langit.” Setelah itu mereka kembali kepada kaumnya; setelah mereka datang lalu mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan bacaan al-Qur’ān yang menakjubkan.”

Sesungguhnya kepada Rasūlullāh s.a.w. hanya diwahyukan tentang perkataan atau pembicaraan jinn.

Imām Ibn-ul-Jauzī di dalam kitabnya yang berjudul Shafwat-ush-Shafwah telah mengetengahkan sebuah hadits berikut sanadnya melalui Sahl ibnu ‘Abdullāh.

Sahl ibnu ‘Abdullāh telah menceritakan, pada suatu hari aku berada di salah satu kawasan tempat kaum ‘Ād. Tiba-tiba aku melihat suatu kota yang terbuat dari batu yang dilubangi. Di dalam lubang itu yakni di tengah-tengahnya terdapat sebuah gedung yang dijadikan tempat tinggal para jinn. Lalu aku memasukinya, maka tiba-tiba aku bersua dengan seorang yang sudah lanjut usianya lagi sangat besar bentuknya; ia sedang mengerjakan shalat menghadap ke arah Ka‘bah. Orang tua atau syaikh jinn itu memakai jubah dari bulu yang dianyam dengan sangat indahnya.

Ketakjubanku terhadap keindahan jubah yang dipakainya melebihi ketakjubanku kepada bentuk tubuhnya yang sangat besar itu. Kemudian aku bersalam kepadanya, dan ia pun menjawab salamku, lalu ia berkata: “Hai Sahl, sesungguhnya badan atau jasad ini tidak dapat merusak atau melapukkan pakaian, akan tetapi sesungguhnya yang merusakkan pakaian itu adalah, bau dosa-dosa dan makanan-makanan yang diharamkan. Dan sesungguhnya jubah yang aku pakai ini, tetap aku pakai sejak tujuh ratus tahun yang silam. Dengan memakai baju ini pula aku bertemu dengan Nabi ‘Īsā dan Nabi Muḥammad s.a.w. Lalu aku beriman kepada keduanya.”

Aku bertanya: “Siapakah anda? Ia menjawab: “Aku adalah termasuk jinn-jinn yang ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka, yaitu firman-Nya:

Katakanlah (hai Muḥammad): “Tidak diwahyukan kepadaku bahwasanya telah mendengarkan sekumpulan jinn (akan al-Qur’ān).….” (QS. 72 al-Jinn, 1).

Imām Ibn-ul-Mundzir, Imām Ibnu Abī Ḥātim dan Abusy-Syaikh di dalam kitabnya al-‘Azhamah, telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Kardān Ibn-us-Sā’ib al-Anshārī.

Kardān Ibn-us-Sā’ib telah menceritakan, aku berangkat bersama dengan ayahku menuju ke Madīnah untuk suatu keperluan. Hal ini terjadi sewaktu kami baru mendengar adanya Rasūlullāh s.a.w. di kota Madīnah. Di tengah jalan kami kemalaman, lalu kami terpaksa menginap di kemah seorang penggembala kambing.

Ketika malam hari sampai pada pertengahannya, datanglah seekor serigala, lalu ia mencuri seekor kambing. Hal itu diketahui oleh si penggembala, lalu penggembala melompat seraya mengucapkan “Hai penunggu lembah ini, tolonglah tetanggamu ini”. Kemudian tiba-tiba terdengarlah ada suara yang tidak tampak orangnya, seraya mengatakan: “Hai Sarhan (penggembala)!” Tiba-tiba kambing yang dicuri serigala tadi dikembalikan kepadanya dalam keadaan terikat, lalu kambing bandot itu dikumpulkan bersama dengan kambing-kambing lainnya. Allah menurunkan ayat ini kepada Rasūl-Nya di Makkah, yaitu firman-Nya:

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin” (QS. 72 al-Jinn, 6).

Ibnu Sa‘d telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Abū Rajā’ dari kalangan Bani Tamīm yang telah menceritakan, bahwa sesungguhnya aku menjadi penggembala kambing-kambing milik keluargaku dan aku menanggung beban pekerjaan mereka semuanya. Ketika Nabi s.a.w. telah diutus, kami keluar dari kalangan keluarga kami melarikan diri. Sewaktu kami sampai di suatu padang, sebagaimana biasanya yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin kami, yaitu apabila kami kemalaman, maka pemimpin (syaikh) kami mengatakan: “Sesungguhnya kami berlindung kepada penunggu lembah ini dari gangguan jinn pada malam ini”. Maka kami pun mengatakan hal yang serupa.

Lalu ada suara yang ditujukan keapda kami seraya mengatakan: “Sesungguhnya jalan keluar bagi laki-laki ini ialah mengucapkan kesaksian, yaitu bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah. Kesaksian itu siapa pun yang mengucapkannya, niscaya darah dan harta bendanya selamat.” Lalu kami kembali, dan langsung masuk Islam.

Abu Raja’ mengatakan, sesungguhnya aku berpendapat bahwa ayat ini diturunkan berkenaan denagn peristiwa yang dialami oleh aku dan teman-temanku, yaitu firman-Nya:

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jinn-jinn itu menambahkan bagi mereka dosa dan kesalahan…” (QS. 72 al-Jinn, 6 dan seterusnya).

Al-Kharā’ithī di dalam kitabnya yang berjudul Hawātif-ul-Jān (bisikan-bisikan Jinn) telah mengetengahkan sebuah hadits yang teksnya berbunyi sebagai berikut:

Telah bercerita kepada kami ‘Abdullāh ibnu Muḥammad al-Balawī; telah menceritakan kepada kami Ammārah ibnu Zaid; telah bercerita kepadaku ‘Abdullāh ibnul ‘Alā’; telah bercerita kepada kami Muḥammad ibnu Akbar. Semuanya telah menceritakan hadits ini melalui Sa‘īd ibnu Jubair, bahwasanya ada seorang lelaki dari kalangan Bani Tamīm yang dikenal dengan nama Rafī‘ ibnu ‘Umair, ia menceritakan tentang keadaannya sewaktu baru masuk Islam. Untuk itu ia menceritakan, sesungguhnya pada suatu hari aku sedang mengadakan perjalanan, dan sewaktu sampai di Ramal ‘Alij telah malam, perasaan kantuk yang sangat menguasai diriku lalu segera aku turun dari unta kendaraanku, kemudian untaku itu kutambatkan dengan kuat. Aku tidur, dan sebelum tidur terlebih dahulu aku meminta perlindungan; untuk itu aku mengatakan: “Aku berlindung kepada penunggu lembah ini dari gangguan jinn”.

Di dalam tidurku aku bermimpi melihat seorang laki-laki yang membawa sebilah tombak kecil di tangannya, ia bermaksud untuk menusukkannya pada leher untaku. Aku terbangun karena terkejut, dan aku melihat ke kanan dan ke kiri, tetapi ternyata aku tidak melihat sesuatu pun yang mencurigakan.

Aku berkata kepada diriku sendiri, ini adalah mimpi buruk. Kemudian aku kembali meneruskan tidurku, dan ternyata aku kembali melihat laki-laki itu berbuat hal yang sama, maka aku terbangun karena terkejut. Aku lihat untaku gelisah dan sewaktu aku menengoknya ternyata ada seorang laki-laki muda seperti yang aku lihat di dalam mimpiku seraya membawa tombak kecil di tangannya, dan aku lihat pula ada seorang syaikh (orang tua) yang sedang memegang tangan laki-laki itu seraya melarangnya supaya untaku itu jangan dibunuh.

Ketika keduanya sedang saling bersitegang, tiba-tiba muncullah tiga ekor sapi jantan liar. Lalu orang (jinn) yang tua itu berkata kepada jinn yang muda. “Sekarang pergilah kamu, dan ambillah mana saja yang kamu sukai dari banteng-banteng liar itu, sebagai tebusan dan pengganti dari unta milik manusia yang aku lindungi ini.”

Lalu jinn muda itu mengambil seekor sapi jantan (banteng) liar dan langsung pergi dari situ, selanjutnya aku menoleh kepada jinn tua itu, dan ia berkata kepadaku: “Hai kamu, apabila kamu berisitrahat pada salah satu lembah, kamu merasa ngeri akan keseramannya, maka katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb Muḥammad dari keseraman lembah ini.” Jangan kamu meminta perlindungan kepada jinn siapa pun karena sesungguhnya hal itu adalah perkara yang batil.”

Aku bertanya: “Siapakah Muḥammad itu?” Ia menjawab: “Dia adalah nabi berbangsa ‘Arab; dia bukan dari timur dan bukan pula dari barat, dan dia diutus pada hari Senin”. Aku bertanya lagi: “Maka di manakah tempat tinggalnya?” Ia menjawab: “Di kota Yatsrib yang banyak pohon kurmanya.”

Maka segera aku menaiki kendaraan untaku ketika waktu subuh telah lewat (matahari terbit) dan aku pacu kendaraan untaku hingga masuk ke dalam kota Madīnah. Sesampainya aku di Madīnah, Rasūlullāh s.a.w. melihatku dan beliau langsung menceritakan tentang perihal diriku dan apa yang telah terjadi denganku sebelum aku menceritakan sepatah kata pun tentangnya. Dia mengajak aku untuk masuk Islam, maka aku pun masuk Islam.

Sa‘īd ibnu Jubair mengatakan, kami telah memastikan, bahwa berkenaan dengan dialah Allah menurunkan firman berikut ini:

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jinn, maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. 72 al-Jinn, 6).

Al-Kharā’ithī pun telah mengetengahkan pula hadits lainnya melalui Muqātil, sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman-Nya:

Dan bahwasanya jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang banyak” (QS. 72 al-Jinn, 16).

Muqātil telah menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang kafir Quraisy, yaitu sewaktu mereka tidak mendapatkan hujan selama tujuh tahun.

Imām Ibnu Abī Ḥātim telah mengetengahkan sebuah hadits melalui jalur Abū Shāliḥ dan bersumber dari Ibnu ‘Abbās r.a. Ibnu ‘Abbās r.a. telah menceritakan, bahwa jinn telah berkata kepada Rasūlullāh s.a.w.: “Wahai Rasūlullāh, idzinkanlah kami untuk ikut melakukan shalat-shalat secara berjamaah bersamamu di masjidmu.” Maka Allah menurunkan firman-Nya:

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kalian menyembah seseorang pun di samping Allah” (QS. 72 al-Jinn, 18).

Imām Ibnu Jarīr telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Sa‘īd ibnu Jarīr yang telah menceritakan, bahwasanya jinn telah berkata kepada Nabi s.a.w.: “Bagaimanakah supaya kami dapat mendatangi masjid (mu) sedangkan kami jauh darimu?” Atau: “Bagaimanakah caranya supaya kami dapat ikut shalat (bersamamu) sedangkan kami berada jauh darimu?” Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya:

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah.” (QS. 72 al-Jinn, 18).

Imām Ibnu Jarīr telah mengetengahkan sebuah hadits lain melalui Ḥadhramī yang telah menceritakan, ia telah mendengar, bahwa seorang jinn dari kalangan pemimpin-pemimpin jinn yang mempunyai banyak pengikutnya telah mengatakan: “Sesungguhnya Muḥammad ini menginginkan supaya Allah melindunginya, padahal aku dapat memberikan perlindungan kepadanya”. Maka Allah segera menurunkan firman-Nya:

Katakanlah: “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada yang dapat melindungiku dari Allah seseorang pun, dan sekali-kali aku tiada akan memperoleh selain dari-Nya tempat untuk berlindung. (QS. 72 al-Jinn, 22).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *