Al-Qur’an Diturunkan Dari Sisi Allah & Merupakan Peringatan – Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir al-Wasith (4/4)

Dari Buku:

Tafsīr al-Wasīth
(Jilid 3, al-Qashash – an-Nās)
Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Penerjemah: muhtadi, dkk.
Penerbit: GEMA INSANI

Rangkaian Pos: Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir al-Wasith

AL-QUR’ĀN DITURUNKAN DARI SISI ALLAH DAN MERUPAKAN PERINGATAN.

Allah s.w.t. mengakhiri surah al-Ḥāqqah dengan penjelasan yang menunjukkan keagungan al-Qur’ān-ul-Karīm, statusnya sebagai (wahyu) yang diturunkan dari Rabb semesta Allah ke dalam hati Rasūl-Nya al-Amīn, dan fungsi al-Qur’ān sebagai peringatan bagi orang-orang bertaqwa. Tidak ada nilainya pendustaan orang-orang yang mendustakannya, al-Qur’ān tetap menjadi ḥaqq-ul-yaqīn (keyakinan yang pasti) tanpa ada keraguan di dalamnya, dan tetap menjadi sumber kedudukan, ‘adzab dan kerugian bagi orang-orang kafir. Al-Qur’ān adalah Kitāb yang melemahkan (mengandung mu‘jizat), yang menunjukkan dibungkamkan mulut mereka yang melemparkan tuduhan ke arahnya. Muqātil berkata: “Sebab turunnya ayat-ayat, ya‘ni ayat-ayat yang di dalamnya Allah bersumpah bahwa al-Qur’ān adalah firman-Nya yang Dia sampaikan kepada Rasūl mulia; bahwa Walīd bin Mughīrah berkata: “Muḥammad seorang tukang sihir.” Ahū Jahal berkata: “Dia seorang penyair”. Sedangkan ‘Uqbah berkata: Dia seorang dukun.” Maka Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Maka Aku bersumpah demi apa yang kamu lihat.” Hingga ayat-ayat berikutnya. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:

فَلَا أُقْسِمُ بِمَا تُبْصِرُوْنَ. وَ مَا لَا تُبْصِرُوْنَ. إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍ. وَ مَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيْلًا مَا تُؤْمِنُوْنَ. وَ لَا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيْلًا مَا تَذَكَّرُوْنَ. تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَ لَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيْلِ. لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِيْنِ. ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِيْنَ. فَمَا مِنْكُمْ مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِيْنَ. وَ إِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِّلْمُتَّقِيْنَ. وَ إِنَّا لَنَعْلَمُ أَنَّ مِنْكُمْ مُّكَذِّبِيْنَ. وَ إِنَّهُ لَحَسْرَةٌ عَلَى الْكَافِرِيْنَ. وَ إِنَّهُ لَحَقُّ الْيَقِيْنِ. فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ.

69: 38. Maka Aku bersumpah demi apa yang kamu lihat,
69: 39. dan demi apa yang tidak kamu lihat.
69: 40. Sesungguhnya ia (al-Qur’ān itu) benar-benar wahyu (yang diturunkan kepada) Rasūl yang mulia,
69: 41. dan ia (al-Qur’ān) bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya.
69: 42. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran darinya.
69: 43. Ia (al-Qur’ān) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam.
69: 44. Dan sekiranya dia (Muḥammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami,
69: 45. pasti Kami pegang dia pada tangan kanannya.
69: 46. Kemudian Kami potong pembuluh jantungnya.
69: 47. Maka tidak seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami untuk menghukumnya).
69: 48. Dan sungguh, al-Qur‘ān itu pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.
69: 49. Dan sungguh, Kami mengetahui bahwa di antara kamu ada orang yang mendustakan.
69: 50. Dan sungguh, al-Qur’ān itu akan menimbulkan penyesalan bagi orang-orang kafir (di akhirat).
69: 51. Dan sungguh, al-Qur’ān itu kebenaran yang meyakinkan.
69: 52. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu Yang Maha Agung.

 

Falā Uqsimu: Kata (tidak) entah kata tambahan, sehingga ma‘na kalimat: Maka Aku bersumpah. Atau, ia adalah bantahan terhadap ucapan kaum kafir sebelumnya. Ma‘na ayat: Aku bersumpah demi penciptaan-Ku terhadap makhluq-makhluq yang kalian saksikan, yang menunjukkan kesempurnaan asmā’ dan sifat-Ku, dan demi apa yang tidak kalian saksikan meliputi perkara-perkara ghaib yang tersembunyi dari kalian, sungguh al-Qur’ān ini adalah kalam Allah, wahyu-Nya dan Kitāb yang diturunkan-Nya kepada hamba-Nya, Muḥammad s.a.w. Al-Qur’ān merupakan bacaan dan penyampaian oleh rasul yang mulia, yaitu Jibrīl a.s., atau Muḥammad s.a.w., pendapat kedua inilah yang dinyatakan sebagian besar ‘ulamā’. Perkataan (bacaan) al-Qur’ān dinisbahkan kepada beliau, karena beliaulah yang membaca dan menyampaikannya.

Al-Qur’ān bukanlah perkataan seorang penyair seperti yang kalian sangka, karena Muḥammad s.a.w. bukanlah seorang penyair, ayat-ayat al-Qur’ān juga bukan salah satu jenis syair. Kalian hanya beriman atau membenarkan dengan pembenaran yang sedikit, ketika kalian menyatakan bahwa Sang Pencipta adalah Allah.

Al-Qur’ān juga bukan perkataan seorang dukun, yaitu orang yang mengaku mengetahui perkara ghaib dan rahasia-rahasia di masa mendatang, seperti yang kalian sangka. Sebab, al-Qur’ān mengarahkan celaan kepada syaithan, maka tidak logis bila Al-Qur’ān berasal dari ilham syaithan. Akan tetapi, sedikit sekali kalian mengambil pelajaran dan mengingat, sehingga segala sesuatu menjadi rancu bagi kalian.

Melainkan al-Qur’ān adalah wahyu yang diturunkan dari Allah Tuhan jinn dan manusia, Jibrīl ar-Rūḥ-ul-Amīn turun membawanya (dan menyampaikannya) ke dalam hati Rasūl Muḥammad s.a.w. Kemudian Allah s.w.t. menegaskan bahwa Nabi s.a.w. tidak mampu mengada-adakan al-Qur’ān. Bahwasanya seandainya, sebatas asumsi, dia membuat-buat al-Qur’ān, menyampaikannya dari diri sendiri dan menisbahkannya kepada Allah, niscaya Allah akan menghukumnya dan membinasakannya dengan kekuatan. Sungguh Kami akan menimpakan hukumannya dengan kekuatan dari Kami. Al-yamīn: maksudnya di sini adalah kekuatan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbās r.a. Kemudian akan Kami putus pembuluh jantungnya, yaitu urat atau saraf yang menyambungkan jantung dengan kepala, jika ia diputus maka manusia pemiliknya akan mati. Ini adalah penggambaran cara pembinasaan paling kotor dan paling keras yang dilakukan oleh para raja terhadap orang-orang yang mereka benci.

Tidak ada seorangpun dari kalian yang mampu mencegah dan menghalangi Kami untuk menghukumnya. Maka bagaimana mungkin Muḥammad begitu lancang untuk membuat-buat kedustaan atas nama Allah demi diri kalian?! Firman Allah: “Ḥājizīn (menghalangi)” Disampaikan dalam bentuk jama‘ guna memperhatikan ma‘na, sebab firman Allah: “min aḥadin (tidak seorangpun),” memiliki ma‘na sekelompok orang, penafian umum tersebut berlaku untuk individu dan kelompok, laki-laki maupun perempuan. Maksudnya: Tidak ada seorangpun yang bisa menghalangi Kami dari Rasūl atau dari pembunuhan (hukuman).

Sifat-sifat al-Qur’ān-ul-Karīm: Al-Qur’ān merupakan nasihat dan pelajaran bagi orang-orang bertaqwa yang merasa takut terhadap ‘adzab Allah, sehingga mereka menunaikan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Sungguh Kami meyakini dan memastikan bahwa sebagian kalian mendustakan al-Qur’ān, sebagai wujud kekafiran dan pembangkangan, dan Kami akan memberi mereka balasan atas pendustaan tersebut. Sedangkan sebagian yang lain dari kalian membenarkan al-Qur’ān, karena mereka mendapatkan petunjuk menuju kebenaran. Dalam hal ini terdapat ancaman yang keras bagi orang-orang yang mendustakan.’

Sungguh, al-Qur’ān ini akan menjadi kerugian, penderitaan dan penyesalan bagi orang-orang kafir pada hari kiamat, sebab mereka telah mendurhakai al-Qur’ān. Mereka akan melihat orang-orang beriman kepada al-Qur’ān mendapatkan limpahan ni‘mat, sedangkan mereka sendiri menerima ‘adzab.

Sungguh al-Qur’ān adalah berita yang benar dan keyakinan haqq yang tidak mengandung keraguan, karena ia berasal dari sisi Allah s.w.t., bukan perkataan seorangpun dari manusia. Firman Allah: “laḥaqq-ul-yaqīn (kebenaran yang meyakinkan)”. Menurut pendapat pakar nahwu kota Kūfah: kata ini termasuk jenis menisbahkan sesuatu kepada dirinya sendiri, seperti kata dār-ul-ākhirat (negeri akhirat) dan masjid-ul-jāmi‘ (masjid jami‘). Sedangkan menurut pakar bahasa kota Bashrah yang mumpuni: bahwa kata “kebenaran” itu dinisbahkan kepada sesuatu yang paling sempurna dari berbagai sisi yang dimilikinya. Al-Mubrid berkata: “Kata itu sama seperti perkataan anda: “‘Ain-ul-yaqīn dan mahdh-ul-yaqīn (murni keyakinan).”

Kemudian Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk bertasbih dengan nama-Nya yang agung. Ya‘ni, sucikanlah Allah Yang menurunkan al-Qur’ān agung ini dari apa saja yang tidak pantas bagi-Nya, dengan mengucapkan: Subḥāna rabbiy-al-‘azhīm (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung). Di antara bentuk tasbih tersebut adalah terus melanjutkan penyampaian risalah.

Diriwayatkan bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda ketika ayat ini turun: “Bacalah tasbih itu di dalam ruku‘ kalian”. Nama Tuhan: setiap kata yang menunjukkan Dzat yang suci atau menunjukkan salah satu sifat-Nya, misalnya saja Allāh, ar-Raḥmān (Yang Maha Pengasih), ar-Raḥīm (Yang Maha Penyayang). Sedangkan menyucikan Nama secara khusus: yaitu penyucian untuk dzāt, sehingga huruf bā’ di dalam firman Allah: “bismi rabbika” adalah huruf tambahan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *